5

1.1K 108 6
                                    

Pete memandang cincin yang melingkar di salah satu jari dari tangan kirinya. Sudah sebulan lebih cincin itu tersemat di jarinya. Dan itu artinya sudah sebulan dia resmi bertunangan dengan tin. Hampir seluruh media massa baik cetak maupun elektronik mengabadikan momen pertunangan elit kedua putra pengusaha terkaya di Thailand itu. Di awal-awal pertunangannya pete sampai kesulitan mengikuti kuliah,terganggu dengan munculnya wartawan yang berusaha memburu berita pertunangan putra tunggal pemilik salah satu konglomerat di bangkok tersebut dengan pangeran tampan dari M'not. Corp.
Acara pertunangan mereka sendiri dilakukan secara tertutup, hanya keluarga besar saja yang hadir. Namun saat pihak media masih bisa mengendus berita tersebut.
Sejak bertunangan pete memang tidak pernah jauh dari tin. Namun, pete merasa sedikit terabaikan karena tin sangat sibuk dengan pekerjaan nya akhir-akhir ini. Sudah dua kali tin meninggalkannya ke Makau dan Manila,sehingga hanya sopir pribadi ayahnya lah yang mengantar pete kuliah.
Drt..drt..drt...
"Hallo krab" jawab pete segera setelah Id tin tampak pada layar ponselnya.
"Hallo baby,aku merindukanmu.." ucap tin di ujung sambungan.
"Bohong!kau tak pernah merindukanmu. Kau hanya peduli pada pekerjaanmu saja. Ada apa tiba-tiba menelponku!" jawab pete dengan nada merajuk.
"Aow..sedang merajuk na?? Hahaha...aku sungguh merindukanmu sayang...jangn.."
"Kututup saja kalau kau hanya ingin mengejekku!!" jawab pete ketus.
Entah mengapa tiba-tiba hatinya menjadi kesal mendengar tawa lepas tunangannya itu.
"Oke krab..tapi buka dulu pintu kamarmu na.." kata tin sebelum sambungan itu terputus.
Tok..tok..tok..
Ceklek.
"Tin.."
"Tidak merindukanku hn..?" tanya tin seraya menyerahkan sebuket bunga pada kekasih manisnya itu.
Malang bagi tin jika malam ini dia harus sedikit bekerja keras membujuk tuan muda-nya. Buket bunga itu tampak menggantung di udara sejak pertama diulurkan. Sementara si penerima hanya melengos acuh melangkah ke dalam kamar. Meninggalkan tin di depan pintu kamar.
"Baby..maafkan aku,jika selama beberapa hari ini tidak menghubungimu na..pekerjaan yang paa berikan menyita waktuku di sana..percayalah aku sangat merindukanmu sayang.." jelas tin seraya melangkah masuk ke dalam kamar mengikuti tunangannya yang telah duduk di ranjang dengan bed cover warna peach tersebut.
Perlahan di peluknya tubuh pete yang masih saja diam dengan mulutnya yang mengerucut imut dari arah samping.
"Maafkan aku na..na..na.." pinta tin.
"Sudahlah,kau pulang saja..aku tau kau pasti belum pulang ke rumah." elak pete saat tin berusaha mengendus wangi ceruk tubuhnya.
"Aku merindukanmu baby.." jawab tin.
"Jangan panggil aku baby tin.." kata pete dengan wajah merajuknya.
"Bagiku kau adalah baby bunny ku.." jawab tin dengan kekehannya yang semakin membuat pete sebal dengan tunangannya itu.
Harus pete akui jika wajah tin masih sangat tampan,terkesan maskulin malah. Pete menggerakkan tangan kanannya untuk meraba rahang tin yang tampak kasar dengan bulu-bulu halus yang mulai tumbuh. Sudah pasti tin tidak sempat merawat dirinya.
"Puas dengan penelusuranmu bunny?" tanya tin dengan nada nakalnya.
Pete hanya tersenyum tipis dengan wajah merona. Pete berusaha melepaskan pelukan tin dan beranjak dari ranjang yang didudukinya,tapi pelukan tin terlalu erat.
"Tidak adakah ciuman selamat datang untuk tunanganmu bunny?" tanya tin seraya menduselkan hidungnya manja di leher mulus dan wanginya pete.
"Maiaow..!! Pulang sana,kau bau !" ucap pete menjauhkan wajahnya.
"Ayolah sayang..sekali saja.aku merindukanmu.." kata tin masih menggoda pujaan hatinya dengan berusaha mencium pipi merona pete. Sementara yang dicium hanya mengeliat ,berusaha menjauhkan wajahnya dari bibir tin.
Ceklek.
"Auw..kalian manis sekali,maafkan mae menggangu kalian...tin ini sudah malam,tidur saja di sini na.." kata nath pada tin yang masih belum kembali dari mode terkejutnya karena kedapatan memeluk calon suaminya di depan calon mertuanya itu. Sementara pete terkejut dengan penuturan ibunya.
"K..krab tante" jawab tin.
"Mae..dia akan tidur di mana??!" tanya pete kesal. Dia masih marah dengan tunangannya itu.
"Tentu saja di sini,masak di kamar mae dan paa? Hn..mandilah tin,kau bisa memakai pakaian paa nya pete. Tante yakin kalian seukuran, Pete..mae tidak mengajarkanmu hal seperti itu nak..ayolah..bantu mae menyiapkan makan malam sementara tin mandi..na..naa.." bujuk nath pada putranya.
Dengan enggan pete mengikuti ibunya ke dapur. Sementara tin melangkah ke kamar mandi yang ada di kamar pete.
Setelah mandi tin turun ke bawah untuk makan malam. Usai makan malam mereka berkumpul di ruang keluarga bersama ayah dan ibu pete. Saat pete meminta diri untuk istirahat ,tin juga minta undur diri dari pembicaraan bisnisnya dengan ayah pete,mengekori langkah kekasihnya.
Sesampainya di dalam kamar pete langsung mengganti pakaiannya dengan piyama bercorak kelinci kecil dan masuk ke dalam selimut tanpa memperdulikan tin yang mengikutinya.
"Bunny..ayolah..aku sudah minta maaf tadi..." pinta tin dengan wajah memelas.
Ini pertama kalinya pete sangat marah padanya. Ya,wajar saja,selama seminggu lebih dia tidak menghubungi pete. Jika kini bunny itu merajuk,tin bisa memakluminnya.
"Tidurlah.." kata tin saat melihat pete tidak menjawab kata-katanya.
Perlahan dia melangkah menuju pintu balkon kamar dan membukanya. Melepaskan T-Shirt yang dipakainnya,duduk di kursi yang ada di balkon kamar tanpa memperdulikan hawa dingin yang menyapa kulitnya. Manik matanya menatap jutaan bintang,pikirannya menerawang,berusaha mencari cara membuat pete memaafkannya.
Sejujurnya,dia sangat merindukan pria cantik yang akan menjadi pendamping hidupnya itu. Tin mati-matian menyelesaikan pekerjaanya di Manila dua hari lebih cepat dari jadwal karena merasa rindu dengan belahan jiwannya.
Belum ada dua bulan mereka bertunangan,tapi tin merasa berat berpisah dengan pete. Walau kadang sikap pete agak ketus tapi tin tahu perlahan pete menerima hubungan ini. Dan tin tidak akan menyerah untuk mendapatkan cinta pete untuknya,hanya dirinya.
Sreet.
"Masuklah..di luar sangat dingin tin,nanti kau bisa sakit." ucap pete yang tiba-tiba sudah ada di belakang tin.
"Tidurlah dulu..aku masih ingin di luar. Aku tahu kau juga sangat sibuk dengan tugas akhirmu,tidurlah dulu.." ucap tin berbalik menghadap kekasihnya yang tampak...hmm...sangat mengemaskan..mengairahkan.
Bagaimana tidak,penampilan pete sekaranga sangat tepat jika di sebut seksi. Lihatlah rambutnnya yang tergerai acak,piayamanya yang tidak lagi rapi,salah satu kancingnya terbuka. Memberikan cuplikan gambar sepotong tulang selangka dan dada putih yang tampak sangat halus dan mulus. Matanya yang sayu dan.....bibir merah alaminya yang menggairahkan untuk dilumat. Tin berusaha keras membuang pikirannya,menginggat hubungan mereka baru berjalan beberapa bulan. Dan tin ingin pete menyadari perasaannya pada dirinnya,murni dari hatinya. Bukan karena perjofohan yang dipaksakan. Pemandangan di depannya kini benar-benar menguji kesabaran dan iman seorang tin yang dulu bisa mendapatkan apapun yang diinginkannya,termasuk kenikmatan bercinta. Tapi tidak untuk pete, tin akan bersabar.
"Tidur di dalam atau kau akan semalaman tidur di sini!" ancam pete dengan wajah menggemaskannya.
Dengan enggan tin menuruti perkataan pete. Begitu pintu balkon dan korden tertutup tin langsung memeluk tubuh ramping pete dari belaksng dan mengendus manja leher jenjang pete. Harum..bukan harum parfum tapi aroma manis khas bayi.
'Tin..lepas.."
" kau sangat harum bunny..hmm...maafkan aku na..naaa..aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi hn..na..na..na.." ucap tin di sela-sela gesekan hidungnya di leher mulus pete.
"Aku mencintaimu bunny.."
Tubuh pete menjadi kaku. Tin menyadari perubahan sikap pete setelah ungkapan cintanya. Damn! Kenapa tin bisa sampai keceplosan tadi. Harusnya dia lebih bisa mengontrol diri. Tin sangat menyadari jika pete butuh waktu menerima dirinya,cintanya. Dan tin akan menunggu,menunggu bibir mungil itu mengatakan hal yang sama dengan apa yang baru saja dia katakan dari lubuk hati pete yang paling dalam. Tin yakin saat itu akan datang.
"Lupakanlah..ayo kita tidur baby. Besok kau masih harus kuliah." ucap tin melepaskan pelukannya dan menuju ranjang pete.
Langkah tin terhenti saat pergelangan tqngannya ditarik dari belakang.
"Tin krab.."
"Hn??"
Sekejap kemudian pete sudah memeluk tubuh kekar tin dan terdengar isak tangis.
"Pete...bunny..ada apa? Apa yang terjadi? Ada yang mengganggumu? Ada yang sakit?" tanya tin cemas.
"Tin..maafkan aku." ucap pete teredam di dada telanjang tin.
"Kenapa minta maaf hn? Kau tidak melakukan kesalahan apapun sayang, justru aku yang minta maaf karena mengabaikkanmu.." ucap tin seraya membelai punggung sempit pete.
Sejujurnya tin agak terkejut tiba-tiba pete memeluknya. Selama ini tin lah yang selalu lebih dulu memeluk pete,mengecup puncak kepalanya,menggengam tangannya karena pete selalu ogah melakukannya,walau sekarang mereka telah terikat.
"Maafkan aku,selama ini selalu ketus padamu." kata pete lirih.
"Lupakan. Aku tahu berat bagimu menerima perjodohan ini,tapi aku mencintaimu pete,aku akan menjagamu,aku akan menunggu..sampai kau bisa mencintaiku..jangan menangis na..hatiku sakit melihatmu menangis. Beri aku kesempatan pete..untuk mencintaimu..menjagamu dan membahagiakanmu" tutur tin seraya menarik wajah pete untuk menatap wajahnya.
"Tin krab.."
"Kau begitu indah bunny..."
Tin menyusurkan tangannya membelai wajah merah pete. Wajah cantik itu sedikit merah dibagian pipi dan ujung hidungnya,sangat mengemaskan. Perlahan tin mengusap jejak air mata yang masih membekas. Tin mendekatkan wajahnya, mengecup dua kelupak mata basah itu. Turun ke bawah, kedua pipi pete,ujung hidungnya yang memerah dan berhenti di depan bibir merah pete. Tin berusaha mati-matian menahan diri,tapi godaan di depan matanya terlalu kuat. Hingga...
"Aku ingin menciummu pete..boleh kah?" tanya tin pada pete. Terserah nanti apa reaksi pete terhadap permintaan gilanya itu. Sejak bertunangan skin ship mereka sebatas genggaman tangan,kecupan di dahi dan pelukan hangat. Tidak lebih. Tapi malam ini tin tidak bisa menahan hasratnya untuk mencium tunangannya,di bibir yang selalu membuatnya harus berkhayal dan berakhir dengan permainan 'solo' nya di kamar mandi.
"Krab.." jawab pete lirih.
Segera saja tin mempertemukan dua belahan itu. Melumat bibir ranum itu perlahan. Demi apapun,bibir pete terasa begitu manis. Lebih manis dari madu,seperti candu membuat tin mabuk dengan memperdalam ciumannya. Tangannya tidak lagi menggantung namun mulai mengikis jarak tubuh mereka dengan mendekap tubuh pete erat. Tubuh top less nya merengkuh tubuh pete erat.
Bibir tin terus melumat bibir pete,semakin lama semakin intens.
"Eengghh.." suara erangan lolos dari sela-sela bibir bengkak pete.
Mendengar itu tin segera mengangkat tubuh ramping pete menuju ke ranjang besar pete sambil masih melumat bibir tipis pete. Membaringkannya di sana. Baru setelah pete menarik rambutnya,tin menyadari jika pete mulai kehabisan nafas.
Keduanya memisahkan diri dengan nafas terengah-engah. Tin membelai wajah sayu pete. Dia harus berhenti atau dia akan menyakiti pete.
"Tidurlah.." ucap tin dengan suara seraknya. Gairah masih menguasai dirinya. Dia harus berhenti sekarang juga.
Tin membenarkan letak selimut pete dan membelai wajah sayu pete. Mengecup dahi pete dan meninggalkannya menuju kamar mandi,untuk menuntaskan hasratnya.
"Tin krab..."
Suara pete menghentikan langkahnya dan menoleh kearah sumber suara.
"Kenapa bunny..?" tanya tin.
"Temani aku tidur na..naa.."
"Tidurlah lebih dulu bunny..aku akan menemanimu setelah mandi,oke?"
"Krab.."
Tin melangkah cepat menuju kamar mandi sebelum dia berubah pikiran dan menjadi gila.
Sepuluh menit kemudian dia menemukan pete telah terlelap. Wajah imut itu begitu lelap,begitu damai. Perlahan tin membelai wajah tunangannya itu.
"Maafkan aku pete..aku hanya sangat mencintaimu." ucap tin seraya mengecup kening pete lembut.
Bukannya berbaring tapi tin justru berjalan menuju balkon, menggeser layar handphonenya,menghubungi seseorang.
"Apa yang kau dapatkan?" tanya tin pada seseorang diujung sambungan
"..."
"Terus awasi,tetap jaga jarak dengan tuan muda. Dia tidak suka diawasi,ingat itu"
"...."
"Baiklah."
Bip.
.
.
.
Sepasang mata dari sepotong wajah tampak sedang menatap nanar sebuah foto dari sebuah majalah bisnis berbahasa  Thailand. Langit bangkok telah berubah menjadi jingga saat pria yang tak lain ae itu terbaring di atas ranjang .

 Langit bangkok telah berubah menjadi jingga saat pria yang tak lain ae itu terbaring di atas ranjang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ya,tampak jelas tergambar aura bahagia dari wajah tampan yang selalu dirindukannya selama ini. Wajah pria yang sangat dicintainya.
Ae merasa seluruh hidupnya telah hancur. Jauh- jauh dia pulang ke Thailand untuk menemukan kembali cintanya,tapi kini pujaaan hatinya telah menjadi milik orang lain. Ae bisa pulang ke tanah kelahirannya karena seminggu yqng lalu neneknya meninggal. Ae sungguh ingin bertemu dengan pete,memandang wajahnya,menyentuh tangannya yang sehalus sutra,melihat tatapan matanya yang teduh. Tapi semua itu tidak akan mungkin lagi. Ae selalu melihat pete datang dan pulang dari kampus hampir selalu bersama tunangannya dan orang suruhan ayah pete. Kenyataan itu ae dapatkan dari pengamatannya selama beberap kali mendatangi kampus pete.
"Ai koon chai...aku merindukanmu. Apakah kau sudah melupakan ku? Aku benar-benar mencintaimu..maafkan aku na.." gumam ae pada dirinya sendiri.
Ae sangat ingin mememui pete,tapi pengawalan ayahnya tidak memungkinkannya melakukan itu. Ae tahu ancaman ayahnya tidak pernah main-main. Kecelakaan tiga tahun yang lalu adalah peringatan. Ae tidak mau kuku tajam ayahnya menyentuh kulit mulus pujaan hatinya tersebut. Maka sekarang dia harus rela menahan diri,karena jika ayahnya tahu ae mencoba menghubungi pete lagi maka ae harus siap kehilangan pete untuk selamanya.
Jujur ae sangat sakit melihat gambar yang terpampang jelas di salah satu halaman majalah bisnis Thailand tersebut. Apakah pete bahagia? Apakah pria ini pria yang baik? Pertanyaan itu berkecamuk didalam hatinya.
Ceklek.
Secepat mungkin ae menyembunyikan majalah yang baru tadi siang di belinya di lapak koran dekat taman kota Bangkok itu didalam selimutnya.
"Besok kita kembali,pastikan kau tidak meninggalkan paspor mu ae" ucap pracay pada ae
"Krab paa.." jawab ae.
"Apa kau baik-baik saja? Wajah mu tampak agak merah ae..kau tidak demam bukan?" tanya pracay cemas
"Aku baik-baik saja paa.." jawab ae cepat melihat ayahnya berjalan mendekati ranjang tempatnya berbaring.
"Baiklah,tidurlah" perintah pracay sebelum meninggalkan kamar.
"Krab."
"Aku akan mendapatkanmu pete. Todak ada yang boleh memilikimu selain aku,aku kan pulang kembali setelah ini" monolog ae seraya mendekap halaman majalah tersebut.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Maaf lama up nya. Fokus ujian sodara
Typo masih nyebar. Mohon kritik dan sarannya.
Sekali lagi ini versi murni saya.
Nuhun udah baca dan nunggu up berikutnya.
Jangan lupa vote na ya..
Moga bisa nulis terus. Happy reading na..naaaaaaa..
Bye..

My Koon Chai (HIATUS)Where stories live. Discover now