9

1.2K 92 22
                                    

Nathasa menatap wajah lelap putranya penuh kecemasan. Sudah dua hari ini kondisi pete melemah. Dia mudah sekali lelah dan demam. Sejak pulang dari Belanda pete memang cukup sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan tin, minggu depan. Sejujurnya nath merasa bahagia karena sejak pulang dari Belanda pete tidak bisa lepas dari tunangannya. Sikap putra semata wayang nya itu menjadi sangat bergantung pada tunangannya itu,sedikit rewel dengan ketidak hadiran tunangannya. Misalnya saja kemarin saat pemilihan gedung resepsi,pria manis tersebut memasang wajah masam sepanjang hari karena terpaksa pergi dengan sang bunda ketimbang tin yang tiba-tiba ada meeting dengan klien. Dan berakhirlah pada demamnya pete hari ini. Sekarang sudah pukul 07.00 pagi,namun pangeran tampan itu masih belum mau membuka matanya. Demamnya memang sudah turun tapi nath masih melihat manik mata indah kesayangannya itu membuka.

"Pete...sayang..bangunlah..kita sarapan..setelah itu kau bisa tidur lagi..na..na.." bujuk nath saat melihat pergerakan selimut berwarna abu-abu tersebut. Perlahan pete membuka mata dan berusaha untuk duduk.

"Mae..."

"Ayo bangun na..mandi dan sarapan. Merasa pusing?" tanya nath sambil mengusap sayang wajah memgantuk pete.

"Krab mae.." jawab pete sambil tersenyum.

Kaki ramping berbalut piyama biru muda itu turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Terlihat sedikit lesu namun nath merasa lega putranya itu akhirnya mau menjalani hari ini dengan baik,mengawalinya dengan mandi.

Hari ini nath akan mengecek kembali perlengkapan dan menu makanan yang ditawarkan oleh WO yang telah  dipilih oleh suaminya. Sempat terpikir bahwa pernikahan ini tidak akan terjadi. Menginggat dulu pete sempat menolak perjodohan tersebut.

Melihat pete keluar kamar mandi dengan bathrope menutupi tubuh langsingnya,nath kembali tersenyum. Sekarang tubuh itu masih terlihat langsing,tapi mungkin tidak untuk beberapa bulan lagi. Perut rata ber-abs itu akan membuncit,batin nath dalam hati. Nath menyadari jika putranya itu laki-laki yang istimewa. Ada perasaan bahagia dan berharap keinginannya tersebut terwujud. Mungkin nanti,saat pete sudah menjadi suami tin. Nath tersenyum tipis dan mendekati putra semata wayangnya tersebut.

"Pete..nak..."

"Krab mae.." jawab pete membalikkan tubuhnya dari almari besar di depannya.

Tangan kanannya memegang sehelai kemeja pink dan celana selutut warna coklat susu. Rambutnya masih basah,hidungnya memerah dan tubuh putih mulusnya tercium wangi.

"Mae menyayangi pete na.." kata nath seraya membelai wajah imut pete, sementara pete memandang ibunya sedikit cemas.

"Mae..ada apa? Pete juga sayang mae dan paa." jawab pete meraih tangan ibunya dan menciumnya mesra.

"Mae..mae..mae..... hanya ingin pete bahagia. Berjanjilah untuk selalu bahagia na..na.."

"Mae...pete bahagia. Pete merasa bahagia bersama tin mae..mae juga jangan cemas begitu. Pete akan mengunjungi mae dan paa..tin juga tidak akan melarang pete untuk menginap di sini. Mae..khud khot na.." ucap pete seraya menghapus air mata di wajah ibunya.

Pete bisa memahami kesedihan ibunya. Sejak kecil pete tidak pernah berpisah dari orang tuanya,terutama ibunya. Nath selalu memanjakan pete,menjaganya. Kini saat pernikahan itu semakin dekat ketakutan itu semakin membayangi nath. Setelah menikah tin akan membawa pete tinggal di rumah baru mereka. Hadiah pernikaham mick pada tin.

Nath bisa kehilangan apapun,tapi tidak untuk pete. Rasanya terlalu berat baginya berpisah dengan putranya itu. Suaminya selalu bilang, dia bisa mengunjungi pete atau mengundang mereka menginap di rumah,tapi tetap saja nath tidak bisa menerima itu. Bahkan nath ingin pete tinggal saja bersama mereka di sini setelah menikah. Tapi ayah pete menolak tegas, dengan membiarkan pete tinggal bersama tin di rumah baru mereka,pete akan belajar merawat dan mengurus suaminya sendiri. Tanpa campur tangan orang tua,itu sama saja mendewasakan putra mereka.

My Koon Chai (HIATUS)Where stories live. Discover now