21

940 66 23
                                    

Tin menatap pintu ganda bercat biru muda itu dengan perasaan yang tak menentu. Entah sudah berapa kali kaki jenjangnya berjalan mondar mandir di sana. Di sebelahnya tampak ibu dan ayah mertua nya yang sama-sama merasakan kecemasan yang kini singgah di hatinya. Sudah lebih dari satu jam seseorang tengah berjuang di dalam sana.

Tin langsung melarikan mobilnya ke rumah sakit setelah dia mendapatkan telpon dari salah satu maid yang ada di rumah. Ya,pete jatuh terpeleset di kamar mandi. Entah apa yang sebenarnya pete lakukan di sana.

"Duduklah nak..kita sama-sama berdo'a na semoga semua akan baik-baik saja" ucap nath.

"Khrab mae.." jawab tin seraya mendudukkan dirinya di kursi ruang tunggu ICU.

Berulang kali pikirannya berusaha menepis semua firasat buruk yang menghampirinya sejak seminggu yang lalu.

Seminggu yang lalu kandungan pete tepat memasuki usia kehamilan juga puluh delapan minggu. Pete memang mulai mengalami kesulitan sejak usia kandungannya memasuki usia kehamilan delapan bulan. Kedua kakinya bengkak. Hampir setiap malam,sepulang kerja tin akan memprioritaskan kondisi istrinya itu. Mulai memijit,membasuhnya dengan air hangat dan mengusap perut pete sampai pria manis itu terlelap.

Tin memang baru seminggu ini mengalihkan pekerjaan kantor di rumah nya. Dan karena rapat direksi sialan tadi pagi itu lah tin meninggalkan pete di rumah.
Dia masih ingat saat berpamitan pada pete, tampak pria imut itu memandangi wajah lelap son dalam box bayi nya,memberikan satu kecupan di dahi dan bibir pete. Namun baru lima belas menit rapat berjalan salah satu pengasuh son menelpon jika pete jatuh di kamar mandi. Langsung saja tin membawa pete ke rumah sakit.

Kembali tin memandangi pintu ruang ICU itu dengan was-was.

Flashback on

Tin mengusap peluh yang menetes di dahi istrinya setelah kegiatan panas mereka. Tin dapat merasakan nafas pete yang agak tersengal setelah klimaks menyapa mereka. Perlahan dipeluknya tubuh basah tersebut.

"Tinh..apakah kau menyayangi son?" tanya pete tiba-tiba.

"Eii..pertanyaan apa itu. Tentu saja sayang.. Son adalah putra sulung kita. Setelah baby lahir dia akan menjadi seorang phi yang baik kurasa. Ada apa?"

"Maukah kau berjanji padaku?"

"Berjanji apa hmm...??"jawab tin seraya melayangkan beberapa kecupan kecil di kening pete yang masih basah oleh keringat. Dia tetap berusaha menormalkan perasaannya saat tiba-tiba pete melayangkan pertanyaan yang terdengar janggal di telinga tin. Ada perasaan lain yang menghampiri nya.

"Berjanjilah untuk selalu menyayangi son seperti kau menyayangi baby. Jangan biarkan dia merasa sendirian dan merasa dibedakan oleh perhatianmu. Jangan biarkan dia menangis. Dan jangan biarkan mereka mengambil son dari kita. Naa...na.."

"Tidak akan ada yang mengambil son sayang..dia putraku,putra kita.."

"Berjanjilah..lakukan apapun jika mereka berusaha merebut son dari kita"

"Aku berjanji..sekarang tidur na..besok aku ada meeting di kantor, hanya sebentar...tidurlah pete.. Aku mencintaimu"

"Aku juga sangat mencintaimu tin. Jangan tinggalkan aku."

"Tidak akan"

Tin menggeser posisi nya agar pete dapat berbaring dengan nyaman. Tin membiarkan pete memasukkan satu tangannya ke dalam box bayi di mana son terlelap,menggengam tangan mungil son yang terbungkus sarung tangannya. Melihat itu tin hanya tersenyum.

Sudah hampir empat bulan ini pete terbiasa tidur bersama son. Dan anak itu akan menangis keras jika saat bangun tidak melihat pete atau hanya mendengar suaranya saja sekalipun dalam jarak yang cukup jauh. Ajaib.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 22, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Koon Chai (HIATUS)Where stories live. Discover now