(11) Love Letter

1.1K 198 20
                                    



Mingyu menengadahkan kepalanya lelah, segala tetekbengek perintilan acara camping sampai menuju hari H benar-benar membutuhkan tenaga ekstra.

Kalau lelah begini ia jadi paham mengapa Wonwoo sempat menolak habis-habisan untuk menjadi panitia kesekian kalinya. Duh, Wonwoo lagi, kan. Pemuda berkulit tan ini jadi hobi sekali menyematkan nama hyung kesayangannya itu dalam setiap kegiatan. Belum lagi sambil membayangkan parasnya yang rupawan.

Duh.

"Hei, kau masih waras, kan,"

Mingyu menoleh, mendapati Jungkook yang ikut duduk disamping seraya mengipaskan kardus bekas kearah wajahnya.

"Senyum-senyum begitu. Mengerikan, kau tahu," lanjut Jungkook dan hanya dibalas kekehan pelan oleh Mingyu. Belum tahu saja bungsu Jeon itu alasan Mingyu tersenyum dengan pipi bersemu.

"Habis darimana Kook?"

Mingyu mengalihkan pembicaraan. Jungkook mengelap keringat pada pelipis kemudian menunjuk dengan dagunya, kearah beberapa siswa-siswi kelas sepuluh yang sibuk menaikkan barang-barang camping ke atas kendaraan.

"Mengatur mereka. Haduh, susah sekali. Sedikit-sedikit bertanya. Lalu kak begini, kak begitu. Tsk."

"Bukannya kau sendiri yang meminta untuk menangani kelas sepuluh? Agar dapat banyak surat cinta kan, pft" ledek Mingyu sementara Jungkook mendengus sebal.

"Hm, iya sih tapi –ah, aku sudah memberikan suratku Gyu," bungsu Jeon itu menyengir lebar, kedua mata bulatnya berbinar terang.

"Biar kutebak, Jung Eunha? Kelas sebelah kita,"

Jungkook mengangguk semangat, sudah bukan rahasia lagi bagi teman seperkumpulan mereka seorang Jeon Jungkook jatuh hati pada gadis berambut pendek bob paling imut dari kelas 11-2. Hal inilah yang membuat Seungwoo selaku wakil ketua osis membuat sebuah event mak comblang dengan kedok bagian dari acara, dimana seluruh peserta dan panitia camping harus memberikan sebuah surat kepada orang yang disuka.

"Tentu dong, siapa lagi. Kau bagaimana Gyu, pasti sudah memberikan. Ah, biar kutebak. Chaeyeon? Bukan. Tzuyu? Kyulkyung? Ah jangan-jangan kau suka junior itu, siapa namanya, Sakura? Siswi pindahan Jepang itu?"

Mingyu tergelak hebat, kalau sudah begini sebenarnya ia sangsi jika Jungkook dan Wonwoo berasal dari rahim yang sama. Pasalnya sang kakak untuk bersuara saja bisa dihitung dengan jari tangan.

"Bukan, bukan. Justru aku kagum bagaimana kau bisa mengenal dan menyebutkan mereka semua,"

"Hm, bukan ya," Jungkook tak merespon ledekan sohibnya. Keningnya sedikit berkerut, memikirkan siapa sosok yang akhir-akhir ini dekat dengan Mingyu.

"Kau terlalu berfikir keras, Jeon. Dia sesederhana yang kau pikirkan,"

Menangkap clue tersebut kedua mata Jungkook sontak melebar, "oh, astaga. Jangan bilang-"

Dan Mingyu membalasnya dengan senyum dan anggukan.

.

.

.

Dilain tempat, Wonwoo dan Joohyun berjalan beriringan menuju loker sepatu. Duo manusia irit bicara ini betah sekali menjadikan hening mengisi diantara mereka selama bertugas dalam satu panitia yang sama. Mereka menjadi bagian keamanan, itulah mengapa mereka menyisir kembali kelas memastikan tidak ada satupun barang panitia maupun anggota yang tertinggal.

"Wonwoo,"

Sang empunya nama menoleh ketika suara lirih Joohyun akhirnya memecah keheningan setelah beberapa waktu. Wonwoo mengerjapkan mata, kemudian berbalik menunggu Joohyun yang sepertinya sedang bertarung dengan hati dan pikirannya.

"aku, minta maaf,"

"untuk?"

"semuanya. Terutama saat Yuta memukulmu. Dan –maaf baru bisa mengatakannya. Kau tahu sendiri aku, aku kurang nyaman berbicara dengan laki-laki,"

Kalau Wonwoo adalah Jungkook atau Soonyoung, sudah pasti ia akan memamerkan pada seantero sekolah bahwa seorang Bae Joohyun, siswi yang dinobatkan sebagai dewi sekolah mengajaknya berbicara lebih dari dua kata. Tapi ini Wonwoo, alih-alih berteriak kegirangan ia justru tersenyum sendiri mengingat sosok yang mendekapnya dengan pintu UKS sebagai saksi tunggal.

Wonwoo menggeleng pelan, "santai saja, saat itu Sana sudah keterlaluan,"

Mereka berdua kembali meneruskan langkah menuju loker, Joohyun melirik Wonwoo dari ekor matanya, "aku tidak tahu kau tidak semenakutkan itu untuk diajak berbicara,"

"haruskah aku memberikanmu sebuah kaca?"

"tsk, kau ini,"

Kemudian kedua insan itu tertawa kecil, pertama kali setelah selama tiga tahun berada di kelas yang sama. Mereka kini tiba di depan loker yang kebetulan bersebelahan. Joohyun membuka lokernya lebih dulu, disambut tumpukan kertas berwarna biru dengan bentuk lipatan seadanya.

"waw, kau panen besar Joohyun,"

"bicara pada dirimu sendiri, Won," Joohyun mengambil salah satu kertas yang terletak paling dalam, yang menurut perkiraan wanita cantik itu merupakan surat pertama yang diletakkan hari ini. Ia membaca sekilas kemudian menggeleng.

"lihat Won, dari sekian surat yang aku baca, hanya ini yang tidak niat. Hanya tulisan 'terimakasih' tanpa nama seperti ini, tsk,"

Wonwoo tersenyum geli, sedikit kaget dengan watak asli Joohyun yang tidak sedingin ia kira. Ia mengambil surat milik Joohyun, dan –tunggu,

"kau.. tidak mengenal ini tulisan siapa?"

Joohyun menggeleng.

"sungguh tidak kenal?"

"justru kalau aku sudah tahu aku tidak akan mengatakannya padamu, Jeon Wonwoo. Apa kau mengenalnya? Kenapa kau seterkejut itu?"

Walau mata Wonwoo sedikit minus hingga perlu dibingkai kacamata, ia sangat mengenal bentuk tulisan tersebut. Ia sampai mengerjapkan matanya berkali-kali, sedikit mengira bahwa ia salah. Tapi tidak, bentuk tulisan itu sangat khas dan tidak ada satupun yang bisa menyamainya.

"Wonwoo, Jeon Wonwoo?"

.

Teen, Age [MEANIE]Where stories live. Discover now