(23) Can't See the End

1.3K 192 25
                                    

.

.

.

Apartemen Hansol tampak sunyi dengan Mama Kim duduk di salah satu sofa, berseberangan dengan keempat remaja lelaki termasuk putranya yang duduk tepekur menundukkan kepala dalam-dalam. Wonwoo, sebagai yang tertua, yang seharusnya bisa mengendalikan situasi hanya bisa diam, hanya bisa menggenggam erat tangan kanan Mingyu, berusaha menyalurkan perasaan tenang tanpa merasa sakit melihat bekas rona kemerahan tangan Mama Kim beberapa menit yang lalu.

"begini, Bibi. Aku yang mengajak Mingyu untuk menginap—" Seungkwan memecah keheningan, menatap langsung pada kedua mata Mama Kim walau kedua telapak tangannya juga basah menahan gelisah.

"bukan Seungkwan. Tapi aku. Aku yang meminta mereka semua menginap." Kali ini Hansol, memotong dan menutup pembicaraan dengan telak. Mengindahkan tatapan tidak setuju dari Seungkwan juga senyum remeh Mama Kim.

"sudah kuduga. Sudah berapa kali harus kukatakan Mingyu, pintarlah dalam memilih teman, terutama yang dapat memberikanmu masa depan cerah bukannya mengajakmu menginap di apartemen—astaga bahkan ini tidak layak disebut begitu"

Hansol tampak tak terganggu sedikitpun membuat Wonwoo takjub. Lelaki wajah kebaratan itu hanya menyandarkan punggung dan menaikkan salah satu kakinya santai layaknya pemilik rumah, "Bibi benar. Sayangnya Mingyu lebih suka tinggal disini daripada rumah megah Bibi"

"KAU—"

"bibi tenang dulu yah, tenang. Hansol, sopan sedikit pada orang tua," Seungkwan berdiri di tengah mereka, menenangkan Mama Kim yang tak melepaskan tatapan tajamnya kepada Hansol. Sementara Hansol? Mengedikkan bahunya santai seraya mengeluarkan smartphone dalam kantung celana tak peduli.

Di sisi lain, Wonwoo masih menggenggam dan mengusap permukaan telapak tangan Mingyu. Lelaki tan itu belum mengeluarkan suara apapun sejak tadi, ia hanya menunduk, suram, sebuah sisi gelap yang pertama kali dilihat oleh Wonwoo.

Kali ini ia paham pada kata-kata bijaksana yang beredar di dunia maya sana, bahwa orang yang selalu terlihat cerah justru menyimpan paling banyak luka didalamnya. Kemana saja Wonwoo selama ini hingga baru sadar?

Mingyu yang ceria, Mingyu yang perhatian dan menolong siapa saja, Mingyu yang selalu tersenyum bahkan tertawa jenaka pada lelucon garing teman seperkumpulannya. Itu hanya sebagian kecil yang Mingyu gunakan sebagai topeng di permukaannya. Entah untuk siapa dan mengapa.

Wonwoo beralih menatap Mama Kim yang masih ditenangkan oleh Seungkwan. Berbeda dengan Eommanya dirumah, Mama Kim terlihat seperti ibu muda sosialita yang mengabdikan diri pada dunia kerja. Lihat saja outfit pakaiannya, di malam selarut ini masih ada yang memakai setelan jas dan rok lipit lengkap dengan heels 5cmnya?

Oke, abaikan terlebih dahulu sentuhan make-up, tatanan rambut dan emosinya yang berantakan. Tetapi fakta bahwa Mama Kim berada di apartemen teman sang anak, seorang diri, mencari walau mungkin dengan cara yang salah dengan membentak dan memberi tamparan pada pipi anak semata wayang.

Mama Kim tetap seorang Mama pada umumnya.

Yang khawatir,

Peduli,

Dan merawat putranya berdasarkan apa yang ia yakini itu benar dan harus dituruti.

Mama Kim berdiri dari sofa, mengabaikan Seungkwan yang masih memintanya untuk tetap tenang. Berjalan angkuh kehadapan Mingyu yang masih menolak untuk mengeluarkan suara.

"ayo kita pulang Mingyu,"

Hening.

Mingyu tidak memberikan respon apapun, membuat fokus Mama Kim berganti pada tautan kedua tangan milik sang putra dan seorang anak lelaki yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Teen, Age [MEANIE]Where stories live. Discover now