(20) Call Call Call

1K 188 10
                                    



"hyung, ayo makan dulu. Kau belum makan sejak kemarin,"

Jungkook berdiri di balik pintu kamar Wonwoo yang terkunci rapat. Pintu kamar itu selalu terkunci, hanya terbuka pada saat tertentu seperti ketika berangkat dan pulang sekolah. Selebihnya kamar itu seakan menelan penghuninya hidup-hidup, redam tanpa suara.

Sungguh bungsu Jeon itu mengkhawatirkan kakak lelakinya lebih dari apapun. Sebentar lagi waktu ujian akhir akan tiba, tentu akan membutuhkan energi dan pasokan tenaga yang tiada tara. Apalah daya sang kakak lebih memilih aksi mogok makan dengan alasan tidak lapar.

Jungkook mengerti perubahan sikap Wonwoo bermula sejak malam itu, ketika Eomma mengatakan ada Mingyu. Ia sudah semangat ingin mengajak temannya itu untuk tanding game terbaru setelah pergi ke minimarket dengan Wonwoo.

Namun yang ia dapati justru Wonwoo yang menangis semalam suntuk dengan pintu yang selalu terkunci hingga sekarang. Jungkook menghitung, sebentar, sudah tiga bulan lebih, astaga-- Selama itu kakaknya telah berubah menjadi mayat hidup dalam konteks yang tidak sebenarnya.

Walaupun sudah dibujuk dengan apapun, bahkan Seulgi sampai bolos dari asrama lagi. Tapi pintu itu seakan menutup Wonwoo, melindunginya dari apapun yang dapat membuatnya berinteraksi dengan dunia luar.

Marah? Tentu saja. Jungkook marah sekali, apalagi ketika mengetahui bahwa ia menjadi orang terakhir yang tahu Kim Mingyu sudah pindah. Sedikit merasa terkhianati karena ia pikir mereka sudah lebih dari sekedar teman dekat.

Jungkook marah karena perubahan kakaknya yang kurang lebih diakibatkan oleh Mingyu. Jungkook marah karena dirinya merasa tidak dihargai setelah berteman dekat beberapa bulan terakhir. Dan Jungkook merasa marah, karena ia tidak bisa melakukan apapun. Termasuk meredakan rasa khawatir ketika semua media sosial Mingyu mendadak tidak aktif. Bahkan Mingyu tidak pernah memberi alamat tempat tinggal dengan alasan pribadi.

Alasan pribadi katanya, cih.

Jungkook yang hanya sekedar teman dekat saja sudah sekhawatir ini, bagaimana dengan Wonwoo? Ia tidak buta ketika menyadari kedua insan itu memberikan arti tatapan dengan arti yang berbeda satu sama lain. Cara berbicara, bahkan intonasi suara yang melembut. Hanya di depan satu sama lain.

Tentu Jungkook mengetahui secara tidak sengaja ketika melihat Mingyu memeluk kakaknya di depan pintu UKS beberapa bulan yang lalu pasca pertengkaran Wonwoo dengan Yuta-sunbae, atau ketika Mingyu memerhatikan Wonwoo yang keluar dari kamar untuk mengambil minum seakan-akan dapat menumpahkan bola matanya kapan saja. Jungkook tidak bodoh untuk menyadari bahwa mereka berdua menyimpan rasa yang sama, hanya saja mereka yang terlalu bodoh untuk menyadari itu.

Terlalu bodoh sampai melukai satu sama lain, siapapun tolong, Jungkook belum pernah berada dalam konflik yang seperti opera sabun seperti ini.

Sementara Wonwoo, ia melakukan apa yang ia bisa untuk melupakan –bukan, meredupkan semua memori yang masih sering melambungkan perasaannya seperti kupu-kupu terbang atau ciuman di pipi dingin Mingyu yang kini terasa menyakitkan. Lelaki bermanik rubah ini seolah berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak menghiraukan apapun, fokus pada ujian akhir kemudian pergi dari Seoul sejauh mungkin.

Mingyu meninggalkannya bukan? Kalau begitu, ia harus melakukan hal yang serupa. Bahkan lebih buruk kalau bisa.

Wonwoo berangkat sekolah paling akhir dan pulang lebih awal demi menghindari obrolan dengan siapapun teman sekelasnya, Soonyoung dan Taehyung sekalipun. Pada jam istirahat ia lebih memilih mengurung diri di dalam perpustakaan. Begitu juga ketika dirumah, ia akan duduk disudut kamar, lagi-lagi bersama dengan buku dan kacamata yang melorot hingga pangkal hidung.

Teen, Age [MEANIE]Where stories live. Discover now