Selamat tinggal, Tuan!

44 8 1
                                    

Seseorang pernah berkata pada saya seperti ini; "Hei, sini kembali. Kita buat lagi cerita baru. Anggap saja cerita kemarin sudah selesai dan kini kita memulainya kembali."

Dan, iya, saya dan dia sudah merampungkan cerita baru yang dia minta. Ceritanya lebih indah dari cerita yang pernah kita buat sebelum itu. Namun sayang, ceritanya tak pernah bisa saya baca kembali. Hanya dapat saya ingat sebab memorinya hanya tersimpan di ingatan.

Dia juga pernah berkata demikian; "Hei, jangan pergi lagi. Senja tak indah saat menikmatinya sendirian."

Dan sekarang, saya setuju dengan pernyataan yang dia buat. Senja beberapa bulan lalu masih indah saat saya menikmati mentari yang mulai tenggelam di ujung cakrawala bersama dia. Namun sekarang, dia pergi. Senjanya saya nikmati sendirian dan keindahannya pun memudar. Sebab bagi saya, senja dan dia adalah kesatuan yang bila dipisahkan, tak akan memiliki arti lagi.

Lalu, dia juga mengatakan seperti ini; "Mengapa kau tetap membisu? Setidaknya menjawablah, agar saya paham akan kemauanmu."

Jika sekarang saya ingin menjawab bahwa saya ingin dia agar tetap tinggal, bisakah dia memahami kemauan saya tersebut?

Lupakan saja, Tuan.
Saya hanya sedang berandai-andai. Tidak mungkin saya menjadi egois perihal kali ini.

Sudah, sudah, sudah cukup. Jangan tanya saya sanggup atau tidak, sebab sampai kapan pun jawabannya tak akan pernah saya temukan. Namun untuk kamu, saya akan mencoba untuk ikhlas.

Teruntuk Tuan yang bila berada di sampingnya membuat jantung saya berdetak lebih kencang.
Doa akan selalu saya titipkan pada Sang Maha Kuasa untukmu.
Selamat tinggal, Tuan!

Salam rindu dari saya,
—xiaorina

[Untuk yang baru saja ditinggal pergi, semangat, ya! Semoga apa yang saya tulis dapat mewakili!]

Setangan Kenangan Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon