I
Aku yang pernah patah berpikir ini adalah kepatahan terdalam. Lukanya belum sepenuhnya kering -bahkan setelah si pemberi luka memberi sayatan yang begitu dalam melalui tutur kata lewat mulut manisnya. Entahlah, berada di situasi yang tetap menerima walau seringkali dilukai memanglah sulit.
Hingga akhirnya kamu datang, menamparku telak dengan pertanyaan yang sama sekali tidak ingin kudengar;
"Sampai kapan kamu menunggu dia yang menoleh kembali ke arahmu saja sudah tak mampu?"
Seharusnya aku sadar sejak lama; bahwa dia yang kusebut cinta sudah tidak memilihku lagi.
Terima kasih, Tuan.-Xiaorina