I

967 43 53
                                    

Dreek...dreek....dreek

Derit koper yang terbentur lantai terdengar harmoni dengan suara langkah kaki pemiliknya.

Seorang wanita pemilik langkah kaki itu berhenti di depan salah satu daun pintu, dengan wajah ragu dan tatapan bimbang, mencoba menerka-nerka takdir macam apa yang akan menyambut kedatangannya dari balik pintu itu?

Wanita itu mendesah malas, sambil meremas-remas gagang kopernya. Dia harus berhenti ragu, kali ini dengan sedikit keyakinan, ia mulai menyatukan kunci dengan pintu itu.

Ceklak...

*Kezeeya POV

Welcome home... Perasaan rindu dan hampa mulai merambat naik ketika kumasuki lagi kamar yang hampir 9 tahun ini tidak kuhuni.

Ruangan berukuran 10 x 6 meter persegi ini adalah kotak masa laluku, masa mudaku, masa-masa di mana aku belum mengenal luka. Luka yang tanpa sengaja akrab dan menemaniku hingga dewasa.

Ah kangen, kakiku melangkah ke sana ke mari memerhatikan detail ruangan ini, hingga dengan sadar kubiarkan blazer dongkerku bersandar nyaman di sofa tamu.

Aku senang bisa kembali ke sini, menghirup kembali udara dari ruangan ini membuatku kembali mengingat kenangan indah masa mudaku yang bebas dan bahagia. Bebas ya bebas, bukan berarti negatif, maksudku bebas adalah aku bebas menyalurkan segala hobi dan kesenanganku tanpa ada yang mengekang, karena dulu di masa itu, aku memang memilih hidup sendiri. Orang tuaku? Mereka baik-baik saja, hanya saja mereka tinggal di Korea karena ayahku ditugaskan di sana.

Semuanya masih tampak sama namun terasa berbeda. Entahlah, rasa ragu mulai menyelimutiku. Banyak hal aneh di sini, karena semua barang di kamarku tidak lagi terbungkus plastik atau kain putih? Lalu, tempat ini juga terlalu bersih dan tidak berdebu? Sangat jauh dari definisi kamar yang sudah lama ditinggalkan. Dan yang paling mengherankan adalah sejak kapan aku memiliki seprei berwarna pink?

Kepalaku berdenyut, pusing. Rasanya seperti dalam game criminal case. Semua misteri ini seolah menuntutku untuk berpikir lebih dalam.

Apa bu Rina yang beres-beres? No.. No.. No, nggak ada yang tahu kalau gue pulang!

Aku menggeleng mencoba mencerna kembali apa yang kulihat. Barang-barang asing yang bertengger di rak-rak pembatas antara tempat tidur dan sofa tamu, membuat kepalaku kembali berdenyut.

Sumpah demi Tuhan, aku tidak pernah ingat kapan aku membeli barang-barang itu?!

Salah kamar, kah?

Akhirnya kalimat itu terucap dari bibirku. Kekhawatiran berkepanjangan ini sungguh melelahkan. Namun sisi diriku yang lain mengatakan tidak, aku tidak salah.

Aku yakin, aku tidak salah. Aku ingat, dulu aku pernah menuliskan namaku di dinding dekat pintu, jika aku berhasil menemukan tulisan itu, maka aku tidak salah.

Aku menulisnya menggunakan tinta zat fluorosens, agar tulisannya terlihat, aku harus membuat ruangan ini gelap gulita. Setelah itu kunyalakan senter ultraviolet yang untung saja selalu kubawa.

Syukurlah, tulisan itu "Kezeeya Radista" kutemukan setelah berpendar dengan cahaya kehijauan di tengah kegelapan.

Rasa senang dan puas menyapaku, kali ini bukan hanya karena tulisan itu, tapi karena bingkai foto di atas meja kecil di samping rak pembatas yang secara tidak sengaja terlihat olehku tepat ketika lampu kamar kembali kunyalakan. Dalam bingkai foto itu berisi gambar diriku sewaktu SMA.

Sialnya semua keyakinan itu lenyap dalam sekejap ketika suara deras air terdengar jelas dari kamar mandi. Bulu kudukku berdiri dan jantungku berdetak kencang.

Cobaan apalagi ini Tuhan?

Mungkin kerannya rusak? Ya mungkin rusak! Monologku. Berharap semua itu mampu menenangkan diriku yang mulai ragu.

Malangnya, suara deras air itu tiba-tiba terhenti dan berganti dengan hening yang seolah menjawab pertanyaanku.

Tubuhku kaku, rasa takut dan rasa salah bersatu mendorong langkah kakiku menuju kamar mandi untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Sambil dalam hati berharap bahwa apa yang saat ini aku pikirkan tidaklah benar. Sayangnya, semua jadi benar ketika seorang gadis asing yang hanya memakai handuk tiba-tiba muncul dari sana.

Selama beberapa detik aku terdiam, kaku dan tidak mampu berpikir lebih, saat ini yang terlintas dalam pikiranku hanyalah cara untuk melarikan diri atau berharap tiba-tiba saja aku bisa menghilang.

"Maaf, maaf, saya salah kamar!!"

Akhirnya hanya kalimat itu yang berhasil terucap dari bibirku, sebelum aku menyambar blazer dan koperku, sambil menunduk-nundukan kepala seperti gerakan ayam yang mematuk-matuk kepada gadis yang juga mematung di depan pintu kamar mandi.

Kulihat dari sudut mataku dia juga terkejut dengan mata terbelalak dan hampir berteriak.
******

Hai-hai, minta bantuan dan masukannya untuk tulisan yang typo-typo atau mungkin kurang srek dan kurang enak dibaca, komen aja yah. Aku menghargai itu. Thanks.

Revisi
18/10/2020

She is Like YouWhere stories live. Discover now