Fear versi Dira

261 14 16
                                    

Brukkkk

"Aduh...., " Erangku.

Jidatku berdenyut cepat karena lagi-lagi bersua dengan lantai. Kepalaku pusing dan mataku berkunang-kunang. Miss Kezeeya benar, makan mie cup rasa dower memang bukan pilihan yang tepat. Karena sepertinya sakit lambungku kembali kumat.

"Astaga Mis Kezeeya!" Wanita itu mengagetkanku.

Bagaimana tidak? Saat ini dia sedang duduk di hadapan cermin besar di depanku dan menatap dingin padaku. Tangannya menggantung di udara sambil memegang cotton bud yang sudah dilumuri obat merah. Lagi-lagi aku merasa aneh dengan tatapannya itu.

Sejak kemarin malam, aku merasa ada yang berbeda dengan tatapannya. Perasaan marah dan kecewa terpancar dari sorot matanya saat dia menatapku, tapi apa salahku?? Aku bahkan tidak tahu.

"Miss, apa yang kamu lakukan di situ??"

Miss Kezeeya tidak menjawabku lalu kembali menghadap cermin, kemudian mengoleskan cotton bud itu ke pelipisnya yang luka. Sesekali dia memejamkan mata hingga dahinya berkerut, mungkin karena rasa perih.

Jadi dia lagi ngobatin pelipisnya. Gumamku dalam hati.

Kudekati dia, lalu kuputar tubuhnya menghadapku. Dia? Sudah pasti dia melotot kaget kepadaku.

"Sini aku bantu obatin..," kuambil alih cotton bud itu dari tangannya.

Lagi-lagi dia diam tidak merespon, maupun menjawabku. Hanya tatapan dingin yang tersorot dari matanya dan tatapan itu sukses membuatku ngeri.

Entahlah, momen ini membuatku berani melewati batas di antara kami. Batas yang seharusnya tidak aku lewati, karena aku hanya mahasiswa plus orang asing dalam hidupnya.

Kenyataan bahwa kami tinggal bersama, benar-benar membuatku ingin mengenalnya dan berbicara lebih santai kepadanya.

"Aku salah apa sih? Kenapa kamu diemin aku, dan nggak jawab pertanyaan aku?" Tanyaku hati-hati, sambil mengolesi lukanya dengan cotton bud.

Lagi-lagi dia tidak menjawab dan kulihat dia kembali memejamkan mata sambil meremas celana pendeknya.

Melihat reaksinya seperti itu, reflek kudekatkan bibirku--meniup luka di pelipisnya, berharap dengan begitu bisa mengurangi rasa perih karena lukanya. Namun baru satu kali tiupan, tiba-tiba dia membuka mata dan melotot tajam, lagi kepadaku.

Kenapa? Apa mulutku bau? Tanyaku dalam hati.

Aku menahan napas karena posisi wajahku yang dekat dengan wajahnya. Khawatir dia benar-benar risih dengan harum napasku.

"Saya bisa sendiri!" Ucapnya dingin lalu menjauhkan tubuhnya dariku kemudian berdiri dan pergi entah kemana tujuannya.

Aku mematung menatap kepergiannya. Kepalaku kembali berdenyut dan perutku semakin terasa mual. Akhirnya kumuntahkan apa terus bergejolak dalam perutku lalu membersihkan diri.
**

Pikiranku masih tertuju pada wanita itu, karena sampai aku selesai mandi, Miss Kezeeya belum juga kembali.  Untungnya, dia sudah memasak sesuatu yang bisa aku makan sebelum berangkat ke kampus, dan syukurlah, biarpun dia bersikap aneh seperti itu, ternyata dia masih perhatian padaku.

"Eh Plastik!!!" Bentak gadis berambut panjang yang berhenti di depanku bersama ketiga temannya.

Aku tahu dia, dia kekasih temanku, Leo. Gadis yang mengusik Renata beberapa hari yang lalu ini, sedang menatap jijik ke arahku.

"Shella?"

"Hm...kenapa? Lo marah gue sebut plastik? Hah?!" Ketusnya.

Aku tersentak ketika dia berbicara dengan nada seperti itu. Aku bahkan tidak merasa sebutan plastik yang keluar dari mulutnya itu ditujukan untukku. Lagipula ini terlalu pagi untuk memulai keributan di kampus, kan?

She is Like YouWhere stories live. Discover now