II

478 30 81
                                    

Bip..Bip..Bip..Bip..Bip.. suara alarm menggema memenuhi ruangan.

Dengan mata yang masih terpejam Dira meraba nakasnya, mencoba mencari benda yang memancarkan bunyi itu. Namun...

Bruk...

"Argghh....!" Jeritnya menciptakan gema baru di ruangan itu. Dalam keadaan setengah sadar, gadis itu memegangi wajahnya yang memar akibat mendarat di lantai.

"Ugghhhh...."

Pusing, mual dan rasa pahit di lidahnya mulai kembali ia rasakan ketika kesadarannya sudah kembali pulih.

*Dira POV

"Untung hari ini libur,"

Jadi tubuhku yang lemah ini, bisa ku istirahatkan sejenak. Ini bukan pertama kalinya bagiku, merasakan sakit ketika bangun tidur, padahal sehari sebelumnya sehat-sehat saja. Dan hal seperti ini sudah sering terjadi padaku. Karena apa? Karena aku sadar kelalaianku adalah penyebab utamanya.

Hari ini aku berencana kerja bakti--membersihkan kamar ini yang baunya sudah seperti bau metro mini. Tapi apalah daya, sepertinya semua rencana itu belum dapat terlaksana karena kondisi tubuhku yang di luar rencana.

Aku mendesah pelan melihat bungkus camilan dan bajuku yang berceceran. Keinginan untuk meninggalkan kesan yang baik kepada sang pemilik kamar, hanyalah bualan belaka jika sang pemilik melihat semua kekacauan ini. Tapi, semoga saja aku tidak bertemu dengannya hari ini.

Aku dengar dia bisa tiba-tiba pulang tanpa berkabar dan mengusirku tanpa perlu alasan. Rasanya pasti memalukan dan tidak nyaman, tapi demi Tuhan aku akan berjuang meski harus kembali mengemis. Kalian tahu kenapa? Karena tinggal di kamar ini adalah syarat mutlak dari ibuku.

Ya, beribu kali aku memohon dan beribu kali juga ibuku menolak permintaanku untuk kuliah di sini, alasannya hanya satu yaitu karena beliau tidak mau aku kuliah jauh dari orang tuanya. Memang terdengar overprotektif tapi begitulah ibuku. Maklumlah aku ini anak semata wayang dan di kota ini aku sendirian--- sebatang kara karena kedua orangtuaku saat ini menetap di Australia.

Sebenarnya kamar ini bukanlah kamar asrama pada umumnya, karena kamar ini adalah satu dari sekian banyak kamar yang disediakan oleh asrama khusus kampusku. Kenapa aku katakan ini adalah asrama khusus? Karena asrama ini bukanlah asrama yang diperuntukan bagi mahasiswa sepertiku. Asrama ini lebih pantas disebut hotel kecil milik kampus yang digunakan untuk tempat tinggal sementara tamu-tamu khusus yang diundang oleh pihak kampus.

Kuberitahu sedikit tentang kampusku. Kampusku ini adalah kampus swasta milik seorang dokter hebat di Indonesia. Tergolong elite dan kekinian, jadi jangan heran jika kalian akan bertemu beberapa publik figur ataupun anak-anak pejabat yang begitu tenar di dunia Maya. Bukan hanya itu, kampus ini juga terkenal karena jurusan kedokterannya yang berkualitas di atas rata-rata.

Namun keputusanku memilih kampus ini bukan karena hal itu. Aku memutuskan kuliah di sini karena hal lain yang lebih penting dari itu. Salah satunya adalah keinginanku kembali ke tanah air, Indonesia.

Aku lelah mengikuti keluargaku, karena gaya hidup yang nomaden menuntutku harus cepat beradaptasi. Pekerjaan Papa sebagai abdi negara, mengharuskan beliau hidup berpindah-pindah sehingga hal itu berdampak pada sekolahku yang tidak pernah selesai di satu negara. Kalian tahu rasanya beradaptasi dengan lingkungan baru, teman-teman baru, lagi? Rasanya lelah dan menyedihkan sekali. Aku bahkan benar-benar merasa tidak memiliki teman dekat karena hal itu. Menyebalkan sekali bukan?

Mungkin sebagian besar orang ingin sekali kuliah di luar negeri atau merasa bangga kuliah di sana. Tapi biarlah itu mereka bukan diriku. Karena aku sangat bangga bisa kembali ke sini, ke Indonesia. Menurutku Ijazah akan tetap menjadi Ijazah dari manapun itu tercetak karena yang terpenting adalah keahlianmu bukan Ijazahmu. Dan dari yang aku pelajari di negeraku ini, satu hal yang lebih penting dari itu semua yaitu Chanel (orang dalam). Jika kamu tidak punya yang satu itu, ijazahmu tidak pernah ada harganya.

She is Like YouWhere stories live. Discover now