Karya Hendra & Dian

313 2 0
                                    

Nama: Hendra PSM Zalukhu dan Dian Agustini
Kelas : C
Judul: Syal Merah
Isi Cerpen:

Arina, seorang gadis dengan embel-embel tomboy,  berpenampillan dengan rambut kucir kuda, tak suka _scincare_ apalagi _make-up_. Menurutnya alat-alat kosmetik itu tak bagus (berefek) dan juga malah merugikan, baik itu waktu, uang, maupun keasrian kulit alami.

"Jadi, nikmati aja wajah dan kulit alami dengan ceria, bye," ucap Arina sembari melambaikan tangan setelah mengucir rambut di depan kaca lalu berangkat ke sekolah.

Tempramental bila di sekolah, hanya punya satu teman cewek dan lainnya cowok. Selain dicap dengan embel-embel tomboy, ia juga anak yang pintar di kelas XII A.
Tak heran lagi bila bangsa cowok ikut berlomba-lomba untuk mendapatkan hatinya. Namun, kenyataan tak sesuai dengan keinginan mereka. Ia malah menolak mentah-mentah bila ada yang mengutarakan perasaan cinta padanya.

"Kamu cowok yang ketiga belas yang mengungkapkan kata cinta padaku. Keputusanku, kamu sama kek yang lain. Aku tak mau!" ketus Arina dengan nada keras, ia merasa terganggu dengan sikap Adi tiada hari tanpa ngutarakan isi hatinya.

"Rin, terima aku sebagai pacarmu, _please_," ucap Adi memohon pada Arina.

"Kubilang nggak, ya, enggak! Kamu masih waras 'kan?" Arina tak habis pikir dengan tingkah lebay Adi padanya.

"Apapun yang kamu minta akan kuberikan padamu. Asal jangan minta aku untuk jauh-jauh darimu, Rin." Adi menggenggam tangan Arina erat.

"Kasihan banget hidup kamu, Di. Ditolak baik-baik gak terima, ditolak mentah-mentah malah masih ngotot. Kau cari mati, ya!" Mata bulat Arina serasa ikut keluar mengusir Adi dihadapannya.

Adi yang tak enggan enyah dari hadapannya membuat Arina semakin geram. Dengan emosi, Arina meninggalkan Adi tanpa mempedulikan panggilan-panggilan yang terlontar dari mulut Adi.

Dengan nada yang masih naik turun karena emosi, Arina melenggang menuju ruang kelasnya, mencari kawannya untuk diajak ke kantin.

"Mungkin dengan segelas teh dingin akan membuat amarah ini meredam." gerutu Arina dalam hati.

Matanya menelusuri seisi ruangan. Nihil. Seseorang yang ia cari tak ada di tempatnya.

"Ada yang lihat Seno nggak?" tanya Arina dari pintu.

Beberapa siswa yang berada di dalam kelas menoleh ke arahnya. Seseorang menjawab, "Gak tahu, Rin. Mungkin ke kantin."

Arina bergegas menuju kantin. Matanya menyipit saat dilihatnya di kantin seperti ada keributan. Semakin mendekat ia semakin menajamkan penglihatannya. Sosok yang ia cari tadi--Seno-- tertangkap oleh matanya. Dengan langkah cepat, ia menghampiri kerumunan itu.

"Woi! Kalian apa 'kan kawanku. Ha!" teriak Arina dari pintu masuk kantin.

"Mentang-mentang kau anak Kepala Sekolah, lalu seenaknya kau berlaku kasar pada kawanku?! Kau punya hati, nggak?!" Arini mengajak Doni untuk berkelahi.

Hati Doni panas, mukanya memerah. Ia melepaskan kerah baju Seno lalu menghampiri Arina. Ia penasaran akan kemampuan apa yang dimiliki gadis kampungan ini?

"Mau kamu apa. Ha!" tanya Doni.

Semua anak-anak yang ada di Kantin itu hanya bisa menyaksikan adegan drama yang tanpa dipungut biaya.
Tomboy _Vs_ Keribo.

Tanpa banyak bicara, kaki Arina berhasil mengipas pipi mulus Doni.
"Puaaaaaaaakkk!"

Doni bukannya melawan ia malah tercengang dengan kemapuan _karate_ yang dimiliki Arina.

"Baru kali ini aku ditantang oleh seorang cewek. Dia cewek berasal dari mana? Kemampuannya melebihiku. _Oh, my love._" Mata Doni masih terikat oleh keberanian Arina. Ia tak sadar bahwa pipinya dalam keadaan bengkak.

Doni dan Arina dipanggil dikantor karna salah seorang siswa telah memberitahukan pihak sekolah. Akhirnya mereka kena hukuman sama-sama 'Membuat surat pernyataan bersalah sebanyak 500 lembar dengan tulisan tangan'.Ia menatap Doni penuh amarah.

Selain tampan, Doni juga terkenal sebagai julukan Aktor dadakan karena dia punya bakat penyanyi. Sehingga banyak wanita yang jatuh hati kepadanya. Namun, dimata Arina sama sekali tidak membuatnya terpesona.

Arina mendahului Doni saat keluar dari ruangan itu. Doni hanya memperhatikan gadis itu berjalan dari belakang.

***

"Ciee yang terus-terusan dideketin anak kepala sekolah," ejek Seno saat Arina baru saja memasuki ruang kelas.

"Apa sih, Sen. Aku tuh gak suka sama dia!" gertak Arina kesal.

"Makanya itu, Doni tak pernah kayak seperti ini sebelumnya, loh. Apa jangan-jangan..."

Akhir-akhir ini memang Doni selalu mengusik hidupnya. Tiap pulang sekolah, Doni selalu menawarkan diri untuk mengantar Arina. Tentu saja ditolak oleh Arina. Ia tak habis pikir, kenapa bisa dikejar-kejar oleh cowok itu. Apa dia merasa tertantang mendapatkan Arina?

Hari berganti, perasaan Arina mulai tumbuh pada tingkah Doni yang selalu perhatian padanya. Mereka sering tertawa bersama, mengerjakan tugas bersama, bahkan jalan-jalan bersama.

Pagi-pagi sekali, Doni berangkat ke sekolah untuk menghiasi gudang dengan membawa bunga, kelap-kelip, juga Syal merah peninggalan mama tercintanya untuk diberikan kepada Arina, sebagai tanda tulusnya akan perasaan yang kian menyiksanya. Arina telah berhasil mencuri hatinya.

Sampai di depan sekolah, Doni melirik kanan dan kiri, tak ada siapa-siapa. Ia berusaha menaiki pagar besi sekolah demi cintanya pada Arina.

Doni terkejut melihat Arina yang sedang sibuk membereskan gudang sekolah.

"Kamu ngapain di sini, Rin? Kamu gak takut menaiki pagar depan?" tanya Doni heran.

"Kemarin pak Kepala Sekolah minta kami untuk membersihkan gudang ini untuk dijadikan kelas. Kamu tau 'kan sekolah kita kurang ruangan. Jadi gudang ini dijadikan kelas sementara." Arina mengusap keringat di keningnya.

"Kalo soal manjat pagar, mah, itu hal biasa buatku. Sebenarnya aku sering telat, loh. Hanya saja pak Samir tak tahu."

Doni diam. Ia malu  mengungkapkan perasaannya karna rencananya sudah berantakan.

"Don,"

"Rin,"

Ucapan mereka bersamaan waktu.

"Kamu yang duluan." kata Arina

Doni menghela napasnya dan memberanikan untuk mengungkapkannya.

"Rin, dulu kita tak pernah dekat seperti ini dan aku rasa mungkin karna ini adalah takdir kita untuk bersama. Sejak kejadian itu, wajah dan namamu selalu terbayang di benakku. Aku tak pernah begini sebelumnya. Mungkinkah ini namanya cinta?" Doni meraih tangan Arina.

"Adakah kamu merasakan getaran-getaran cinta saat kita bersama?" tanya Doni.

Arina tersenyum senang.

"Sama, Don. Aku juga begitu. Setiap malam aku selalu teringat padamu. Bayangmu terus menghantui mimpiku." jawab Arina.

Doni membuka tas sekolahnya dan mengambil Syal merahnya.

"Rin, maukah kamu menyimpan Syal ini? Ini adalah peninggalan ibuku yang aku punya dalam hidupku. Kata ibuku, syal ini hanya berikan pada wanita yang berhasil merebut hatiku. Dan kamu itulah orangnya." Doni memakaikan pada leher Arina dan terlihat sangat indah.

"Iya, Don. Syal ini akan kujaga seperti aku menjaga hatiku untukmu. Sehingga tak ada yang bisa memilikinya." Arina menatap Doni dengan senyum yang terukir di bibirnya.

Kumpulan Cerpen CPHWhere stories live. Discover now