Karya Leni & Eva

217 2 0
                                    

Oleh: Leni fitrianingsih dan eva uswatun hasanah

*Sang Hitam*

Kata siapa di dunia ini tak ada yang tak mungkin? Semua bisa terjadi saat Tuhan berkehendak. Mau itu baik ataupun buruk, itu semua rencana Tuhan. Apa yang dimiliki manusia adalah anugrah dari Tuhan. Kita patut bersyukur atas semua kelebihan dan kekurangan yang di berikan.

Mungkin aku akan beri tahu satu hal. Tentang sesuatu yang ku punya. Entah ini kelebihan atau kekurangan, yang jelas aku tetap menerimanya.

Namaku Fardian Fareno, panggil saja Ian. Aku siswa kelas 11 di salah satu SMA yang ada di kota tempat tinggal ku. Aku sering melakukan hal-hal di luar nalar manusia. Seperti, berbicara sendiri?. Hey! Jangan pikir aku gila. Aku tak berbicara sendiri. Ada satu sosok bersama ku setiap saat.

Kalian berpikir dia hantu? Menurutku tidak, ia berbeda. Kala terang dia pasti ada. Dimana ada cahaya, disitulah dia bersamaku. Sosok hitam pengisi kesendirian. Dia memang sangat setia padaku, selalu melindungiku dengan caranya.

Aku di kelas sekarang, awan mendung dari hujan membuat ruangan terasa dingin. Untung saja lampu dinyalakan. Jadi, ruang kelas tak begitu gelap. Ku pejamkan mata sejenak dan aku merasa sesuatu memenuhi pikuranku.

Ah, gambaran itu lagi. Gambaran dimana ada seorang lelaki tua menodongkan sebuah belati pada seorang gadis mungil. Aku tak begitu jelas melihat gambaran itu dipikiranku, yang jelas, aku seperti kenal dengan dua orang itu.

_"Kau harus cepat bertindak, Ian."_

Suara itu, suara yang sangat mirip dengan suara ku. Sudah tak asing lagi dia selalu memberikan berbagai peringatan padaku.

*BRAAKK!!*

Suara gebrakan papan tulis menyadarkan ku. Ku arahkan pandangan ku ke arah Pak Bimo selaku guru sejarah di sekolah.

"Siapa yang menyuruhmu melamun saat pelajaran saya?" Ujar Pak Bimo sarkatis.

"Maaf Pak, hehe, saya lagi ngelamunin jemuran di rumah saya udah diangkat apa belom? Sekarang hujannya gede banget Pak, takut kebasahan nanti, kan repot." Hah, alibi ku masuk akal kan?.

"Banyak alasan kamu! Untung sekarang sedang hujan, kalau tidak, saya tak akan berpikir panjang untung menyuruhmu berlari keliling lapangan," ujar Pak Bimo lagi.

"Astaga Pak, gak kasihan apa sama saya? Entar saya sakit, siapa yang susah? Emak saya Pak. Lagi ya, kalo saya hujan-hujanan entar kegantengan saya luntur kena air," jawabku lagi dengan gurauan.

Seisi kelas mulai heboh. Pak Bimo hanya menggelengkan kepalanya.

Bel pertanda pelajaran usai mulai menggema di seluruh penjuru sekolah. Seperti biasanya, para siswa-siswi pasti kegirangan, berteriak heboh sembari memukuli meja.

Tak lama Pak Bimo keluar. Aku dan teman sekelasku masih bertahan di dalam kelas. Menunggu hujan reda, tepatnya.

"Eh, Ian! Ada masalah apaan lo? Ngelamun mulu dari tadi." Seseorang berseru sembari menepuk pundak ku pelan dari arah belakang.

Ah, dia Dika. Teman sekelas yang sangat dekat dengan ku. Aku tersenyum sebentar.

"Biasa, kan gue banyak hutang tuh, makanya gue banyak ngelamun," gurau ku lagi. Kita tertawa sejenak.

"Udah mau reda tuh. Balik yuk!" Ajak Dika yang langsung aku turuti. Kami berjalan menyusuri koridor yang tampak ramai. Berjalan pelan dan berhati-hati takut terpeleset karna lantai yang licin. Setibanya di parkiran, aku juga Dika berpisah. Mulai mengendarai motor kita masing-masing meninggalkan area sekolah.

Sebuah adegan terlintas di pikiran ku. Dimana seorang bayi menangis dengan kencangnya digendongan seorang berperawakan besar. Serta seorang wanita paruh baya yang sedang menangis kencang sembari berteriak tak jelas.

Kumpulan Cerpen CPHDonde viven las historias. Descúbrelo ahora