Bab. 2 | 🌷 Memiliki & Kehilangan ⚘

1.5K 199 809
                                    

Raisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raisa

"Ada masalah apa ya, Pak?" Aldy bingung pastinya, karena tidak merasa punya salah apa pun, tapi mendadak Pak Kepala Sekolah memanggilnya.

Pak Frido terlihat menyembunyikan sesuatu, dan dia tidak ingin menyampaikannya pada Aldy di tempat itu.

"Emmm... lebih baik kamu segera ke ruangan Pak Kepala Sekolah. Beliau sudah menunggu kamu."

Aldy melirik ke arahku. Dia tahu pembicaraan denganku masih belum selesai karena kedatangan Pak Frido, tapi aku memakluminya dan menganggukkan kepalaku. Aku mempersilahkan Aldy untuk pergi dulu menemui Bapak Kepala Sekolah.

"Sorry ya, Ra," kata Aldy enggak enak hati.

"Iya nggak apa-apa," kataku tanpa keberatan. "Ntar kita bisa terusin lagi, kok."

Aldy pun pergi bersama Pak Frido menuju ruangan kepala sekolah.

Seperginya Aldy dan Pak Frido, aku mengeluarkan surat cinta dan memandanginya sambil menghela napas. Aku merasa memang sudah menyia-nyiakan waktu dan sekarang hasilnya aku gagal memberikan surat itu pada Aldy.

Sabar, Raisa.

🍁🍁🍁

Sore hari ini gerimis. Padahal tadi pagi masih cerah, matahari masih bersinar dengan teriknya, menunjukkan kebahagiaannya dengan memancarkan sinarnya di seluruh permukaan bumi. Tapi sore ini? Matahari yang bahagia menghilang, berganti dengan mendung dan gerimis yang turun dengan lebatnya. Langit sedang ikut bersedih sore ini.

Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa yang terjadi hari ini. Semuanya terasa begitu cepat dan seperti mimpi buruk di sore hari.

Sama seperti matahari yang bahagia di pagi hari tapi lenyap di sore hari yang mendung. Aku bersedih. Bahkan aku tidak sanggup dengan apa yang sekarang ini aku lihat tepat di depan mataku sendiri.

Kedua mataku sudah terasa panas dan air mata tak kunjung reda. Aku pun sudah bosan menghapus air mata itu sehingga akhirnya kubiarkan saja air mata ini mengalir membasahi pipiku, bersamaan dengan jatuhnya gerimis.

Tatapanku menyapu ke seluruh tempat dan aku hanya melihat barisan makam-makam yang terjajar rapi. Dan di sekelilingku ada berpuluh-puluh orang berpakaian serba hitam dengan mengenakan payung berdiri mengelilingi sebuah gundukan tanah berwarna merah yang dipenuhi taburan bunga di atasnya.

Bisa kulihat tatapan mereka penuh kesedihan dan keprihatinan. Namun kesedihan macam apa yang mereka rasakan? Apa bisa dibandingkan dengan kesedihanku ini? Dengan leherku yang terasa kaku, aku kembali menundukkan kepalaku.

Aldy duduk di sebelah batu nisan bertuliskan nama ibunya sambil menabur bunga. Salah seorang temannya memayunginya dari belakang.

Aldy (My Perfect Boyfriend)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang