Pintu Merah

76 18 0
                                    

"Siapa yang sudah tega membunuh orang-orang ini?"

Aku tidak habis pikir yang aku temukan. Ternyata, darah yang ada di koridor tadi dari para korban-korban ini. Mereka di tumpuk begitu saja dengan bekas sayatan di area leher mereka.

Pasti, mereka dibunuh dengan cara ditebas leher. Tidak hanya ditebas leher mereka, aku juga menemukan beberapa dari mereka dengan perutnya seperti tertusuk oleh sesuatu.

Firasatku mengatakan kalau penyerangan dari grup Gerald. Mungkin mereka mau mengincar ku disini. Tapi, setelah aku pikir-pikir lagi, kenapa aku tidak dibunuh ketika aku masih tidur?

“Mawar! Melati!”

Aku hampir melupakan mereka. Dengan cepat, aku harus menemukan mereka berdua.

Yang pertama aku lakukan adalah pergi ke kama Melati. Setelah sampai, aku tidak melihat satu orang pun disini. Apakah mereka kabur atau diculik? Aku harus menolong mereka.

Disepanjang lorong, aku berusaha untuk menemukan mereka atau seseorang yang masih ada di rumah sakit ini dengan cara berteriak. "Apakah ada yang masih hidup disini?!”

Aku terus berteriak memanggil orang yang kemungkinan masih hidup, tapi tidak ada tanggapan satu pun. Aku merasa cemas, apakah aku satu-satunya yang selamat dari pembantaian ini?

“To... long..., To... long...!”

Aku mendengar seperti ada yang berteriak meminta tolong. Aku harus bergegas mencari orang itu. Mungkin dia masih bisa aku selamatkan.

Setelah aku mencari sumber suara itu, aku menemukan seorang suster yang biasa merawat Melati yang sedang tergeletak penuh darah di sekujur tubuhnya. Melihat kondisinya yang sungguh mengenaskan, tanpa berpikir panjang aku membantunya.

“Darah ini..." Menyentuh daerah perut suster ini, "Gua harus menghentikan pendarahannya terlebih dahulu!" lanjutku mencoba menghentikan pendarahan di perutnya.

Untung aku belajar sedikit tentang memberikan pertolongan pertama. Jadi aku bisa menanganinya dengan sigap.

Sudah berulang kali, aku menutup luka di perutnya dengan kain yang sudah aku lumuri dengan alkohol. Namun karena lubang di area perutnya yang besar, membuat usahaku sia-sia.

“Ka... Kamu ma...s yang di ka…mar 102
k—"

Sebelum dia melanjutkan ucapannya yang terbata-bata, aku memotong dia dan melarangnya untuk tidak berbicara dahulu.

“Maaf mba, tolong jangan banyak gerak dan ngomong, karena bisa mengeluarkan darah yang lebih banyak lagi...” lirihku yang tetap berusaha untuk menekan pendarahannya dengan kain ini.

Hasilnya tetap sama. Pendarahannya tidak kunjung berhenti.

“Te... teri... ma kasih mas... Uhuk... huk...”

Melihatnya yang menderita, membuat hati ini terasa sakit. Ingin sekali, aku menolongnya dan langsung membawanya ke ruang operasi. Namun hal itu sia-sia belaka.

“Bertahanlah mba, saya akan menghentikan pendarahannya...”

Sebuah sentuhan tangannya menyentuh kulit tangan kananku yang sedang menekan untuk menghentikan pendarahannya. Dengan senyum pasi, dia menggelengkan kepalanya.

Aku tau, dia mengisyaratkan untuk segera berhenti melakukan ini. Tapi aku tidak bisa melihat orang yang sedang menderita.

“Tidak! Saya akan mencoba menahan pendarahan Anda!" 

“Sa… ya sud... ah ti…vdak ku… at la… gi.”

“Bertahanlah mba sebentar lagi sudah ketutup pendarahannya.” ucapku yang berbohong untuk membuatnya tidak panik.

Virus Injection Blood [END] ✓Where stories live. Discover now