Melewati Pagar

73 18 2
                                    

Jangan bilang suara keras itu, suara yang tidak mau aku dengar. Apakah suara itu, suara gerbang yang berhasil di tembus?

"N... N... No, su... su... Suara apa tadi?" tanya Mawar dengan suara terbata-bata. Dia terlihat sangat ketakutan setelah mendengar suara tadi.

Begitu juga Melati yang memegang tangan kanannya Mawar dengan gemetaran. Terlihat sekali dari ekspresi mukanya yang sama dengan Mawar.

"Apa kalian udah memasukkan barang-barang kalian?" tanyaku untuk memecah ketakutan mereka.

Mereka saling melirik satu sama lain. "Kalau itu sih, udah no," jawab Mawar pertama kali.

"Iya Retno, aku dan Mawar udah memasukkan barang-barang yang kita harus bawa yang kamu suruh," tambah Melati dari jawaban Mawar. "Ada apa?" lanjut Melati bertanya.

"Ohh bagus deh kalo gitu, gua kira kalian belum nyiapin..." ucapku memegang dagu dengan tangan kanan. "Sekarang tas itu kalian bawa kan?"

Lagi-lagi, mereka saling melirik. Aku tak tau mereka menaruh tasnya dimana. Aku berharap, mereka membawa tasnya dan menaruhnya di depan pintu toilet ini.

"Lu gila ya no? Masa orang baru sembuh dari sakit, disuruh bawa yang berat-berat, dasar aneh!" ucap Mawar dengan ekspresi muka yang heran.

"Jangan bilang, tas kalian ada di–"

"Iya Retno, tas kami ada di UKS, emang kenapa?"

Sial, ternyata dugaanku benar, mereka pasti tidak membawa barang bawaan. Aku bergegas keluar dari toilet itu dengan cepat. Mereka berdua yang bingung melihatku terburu-buru masih diam layaknya patung.

"Kalian berdua, ikutin gua sekarang!"

Seketika mereka menghampiriku dengan cepat dan pergi bersama-sama denganku.

***

Kami menuruni tangga dari arah Barat. Kenapa? Karena aku berpikir, berjaga-jaga jika ada zombie yang berhasil masuk lewat gerbang, kami tidak berpapasan dengan mereka ketika kami sudah sampai ke lantai dasar.

Selama di tangga, kami bertiga bergegas menuruni anak tangga satu persatu. Untungnya, sekarang kami berada di lantai dua, jadi tidak begitu lama untuk pergi ke lantai dasar.

"No..., " ucap Mawar membuka obrolan. "Kenapa lu panik banget no, apa ini ada hubungannya ama suara keras itu?" tanyanya.

Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada mereka. Tentu saja, aku menghindari mereka dari kecemasan sewaktu aku mengatakan yang sejujurnya.

Aku harus bisa mengalihkan pembicaraan ini, dan berharap para zombie itu tidak ada yang masuk. Untuk mengatasi kecemasan mereka, aku berhenti sejenak menuruni tangga. Kemudian aku menanyakan beberapa kepada mereka berdua. Mereka yang melihatku berhenti, ikut berhenti juga.

"Sekarang peluru kalian tinggal berapa?"

Mereka berdua masing-masing melirik pistol yang mereka taruh di pinggul mereka dengan tempat pistol yang aku buat.

"Gua liat sih, tinggal tiga no sekarang...," jawab Mawar melihat magazine dari pistolnya.

"Kalo aku, tinggal enam peluru...," tambah Melati yang sama melihat magazine pistolnya.

"Kalo begitu...," aku mengambil empat buah magazine dari tas yang aku bawa. Kemudian, aku berikan kepada mereka  masing-masing dua buah magazine. "ini ada cadangannya, udah gua isi penuh kemaren."

Mereka berdua terlihat terkejut melihat pemberianku. Mereka pasti bertanya-tanya dari mana aku mendapatkan magazine tambahan ini?

"Karena, gua nemuin di klub kebudayaan Jepang." ucapku menjawab pertanyaan dari tatapan mereka.

Virus Injection Blood [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang