(3) bagian dari sebuah takdir

8.4K 972 5
                                    

Merenung, mungkin itu adalah satu-satunya kegiatan yang dapat dilakukan Taehyung untuk menghabiskan sisa waktunya pada hari ini.

Dia menatap menerawang keluar jendela kamar, memperhatikan butir demi butir salju yang turun dan menutupi jalanan.

Menghela napas panjang menyebabkan kaca di hadapannya menjadi berembun, jemari panjang itu terulur untuk menggambar pola abstrak hingga pola itu kembali menghilang.

Waktu berjalan cukup lama hari ini yang merupakan hari terakhir ditahun yang penuh kenangan ini, dan tentu saja tahun yang baru tengah menanti di depan sana.

Tetapi terbesit rasa tidak rela bagi Taehyung ketika memikirkan jika semuanya berlalu begitu saja, dia masih merasa kurang mengukir kenangan indah di kehidupnya dan tentu saja hidup milik sang ibu.

Bahkan ketika umurnya yang baru kemarin bertambah, dia menyesali sesuatu. Pertengkaran atau lebih tepatnya perdebatan yang diputuskan sebelah pihak olehnya dengan sang ibu.

Dia bukan tidak tau jika ibunya menangis kemarin, hanya saja dia terlalu takut dan terlalu egois untuk mendengar kata yang akan terucap dari bibir wanita yang amat dicintainya itu.

Taehyung tau, sangat tau apa atau mungkin siapa yang akan di bahas oleh ibunya. Karena sejujurnya jauh sebelum hari itu dia sudah mengetahui semuanya.

Siapa dan dimana ayah kandungnya, alasan kenapa pria itu tidak dapat bersama dengan mereka dan kemana ibunya akan memintanya pergi setelah dia berusia dua puluh satu tahun ini.

Katakanlah Taehyung anak yang kurang ajar, dia tidak sengaja menemukan buku harian ibunya dan dengan rasa penasaran yang sangat tinggi membaca buku tersebut.

Awalnya dia hanya terkekeh dan menganggap ibunya memiliki daya khayal yang sangat tinggi, lalu pada saat ulang tahunnya yang ke sembilan belas tahun, dia mulai merasakannya, sesuatu yang aneh tengah terjadi kepadanya.

Dan puncaknya adalah ketika dia yang tengah berteduh di bawah sebuah pohon besar, menjadikannya sebuah sasaran empuk bagi sebuah petir yang hendak menyambar bumi, namun bukannya mati terpanggang, petir itu malah bertengger dengan manis di telapak tangannya.

Taehyung menggigil tidak ingin mempercayai apa yang baru saja dialaminya. Yang benar saja! Dia baru saja menggenggam sebuah petir pada tangannya.

Dia melempar petir itu ke sembarang arah dan kemudian berlari sekencang yang dia bisa untuk kembali kerumahnya. Tempat teraman baginya.

Begitu sang ibu membukakan pintu Taehyung segera menghambur memeluk tubuh ibunya dengan gemeteran. Tetapi ketika diminta untuk bercerita dia menolak dan beralasan jika baru saja selesai menonton film horor sehingga membayangkan hal yang tidak-tidak.

"Nak, kau baik-baik saja?" Suara halus itu menyapa indra pendengarannya.

Taehyung tersentak dan kemudian mendongak menatap wajah sang ibu yang terlihat khawatir tersebut.

"Yes mom, i'm fine" Jawab Taehyung seraya mengulas senyum tipis.

"Jangan berbohong nak, katakan jika ada yang mengganggu pikiranmu, berbagilah kepada ibumu ini" Taehyung meraih tangan sang ibu dan kemudian mengecupnya pelan.

"Sungguh mom, aku baik-baik saja dan maaf soal yang kemarin" Ucapnya penuh sesal.

"Mom sangat mengerti bagaimana perasaanmu, tetapi ada sesuatu yang benar-benar harus kau ketahui nak, dan mom mohon untuk sekali ini saja dengarkan mom" Pinta wanita itu dengan nada memelas membuat Taehyung menelan kembali bantahan yang akan di layangkannya kepada wanita itu.

"Semuanya dimulai sejak dua puluh satu tahun yang lalu..."

*****

Byurr...

Suara debur ombak mengalun memecah keheningan yang tengah meliputi dua orang yang saat ini menatap menerawang kearah laut lepas.

"Jadi bagaimana hyung? Apakah kita harus pergi kesana?" Tanya seorang pemuda berwajah manis kepada orang di sebelahnya yang memiliki wajah nyaris serupa dengannya.

Yang ditanya menoleh dan kemudian memeluk puncak kepala adiknya dengan gemas.

"Apa kau ingin pergi kesana Jiminie?" Pertanyaan balik terlontar membuat sang adik menganggukkan kepala dengan semangat.

"Tempat itu terdengar sangat menarik dibandingkan dengan tempat sepi ini" Jawabnya dengan jujur.

"Tetapi jika Jihyun hyung tidak ingin pergi kesana maka Jimin akan tetap di sini bersama dengan hyung" Sambungnya.

"Ani.. Kau harus kesana dan carilah teman, tidak perlu banyak yang terpenting mereka menyayangi dan mengerti dirimu, oke?"

"Haah, sudahlah hyung, berdua denganmu saja aku sudah sangat senang dan merasa jika aku tidak membutuhkan siapapun lagi, cukup dirimu saja hyung" Jimin berjalan menuju laut dan bermain air meninggalkan sang hyung yang menatap sendu kearah punggungnya.

"Jangan bergantung kepadaku jiminie, karena hanya satu di antara kita yang akan bertahan, dan aku telah meminta kepada sang takdir untuk menyambungkan benang merahnya kepadamu"

*****
Krekk...

Suara patahan tulang beriringan dengan suara jeritan yang memilukan bergema di malam yang dingin itu.

Disebuah gedung yang telah lama terbengkalai terlihat seorang pemuda tengah berdiri seraya menatap remeh mayat yang teronggok di bawah kakinya.

"Cih, dasar lemah" Ucapnya dan kemudian mengangkat tangan kirinya dimana sebuah cincin berwarna hitam melingkar manis dijari telunjuknya.

Dalam sekejap mata cincin itu berpendar kemerahan dan sebuah pedang telah berada di dalam genggamannya.

Ia mengangkat tinggi pedang itu dan menghunuskannya tepat pada jantung si mayat. Tercium bau anyir darah yang berpadu dengan bau daging yang terpanggang berasal dari mayat itu.

Perlahan mayat pria yang tampak mengenaskan itu berubah menjadi seonggok abu yang diterbangkan oleh angin yang berhembus. Pedang yang digunakannya untuk merubah mayat tadi menjadi abu kembali berubah menjadi sebuah cincin.

Dengan santai pemuda itu melangkah keluar gedung seakan tidak pernah terjadi apa-apa di dalam sana.

Perlahan kepalanya menunduk dan menatap tanah yang tertutupi oleh lapisan salju yang lumayan tebal.

"Apa kau senang? Aku baru saja mengirim satu nyawa lagi untukmu, anggap saja sebagai hadiah tahun baru dariku" Ucapnya entah berbicara kepada siapa.

Pemuda itu kembali melanjutkan langkahnya seraya bersiul menghiraukan hawa dingin yang menyapa tubuhnya.

Tiga sisi yang berbeda dipertemukan dalam sebuah ikatan takdir. Akankah menyelamatkan hidup mereka? Atau mungkin menghancurkannya?

*****

Don't copy my story okay!

23 November 2019

Revisi : 15 Maret 2020

~Weni




King of Demigod [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang