(15) bagian dari sebuah takdir

6.8K 905 56
                                    

"Kim namjoon!"

"Kim namjoon!"

"Kim namjoon!"

Begitulah sekiranya sorak sorai yang mengelukan sebuah nama, nama sang putra Ares yang telah berdiri angkuh pada pintu masuk arena adu pedang.

Bangunan bergaya klasik itu akan menjadi Lokasi diadakannya adu pedang antara Kim Namjoon dan Jeon jungkook yang merupakan putra dari dewa Hades.

"Good luck bro! jangan terlalu kasar kepada bocah itu" Ucap Dave disertai dengan kekehan sinisnya. Ia menatap Jungkook yang sudah memutar bola mata malas pada sisi seberang ruangan.

Josh menepuk bahu Namjoon yang telah terbalut oleh baju zirah khusus miliknya.

"Langsung tebas saja lidah banyak omongnya itu" Ucap pria berkulit gelap tersebut.

Namjoon hanya menatap datar kearah depan tanpa meladeni ocehan kedua saudaranya.

Sedangkan di sisi lain ruangan sudah berdiri Jungkook dengan tiga orang pemuda yang memasang berbagai macam ekspresi pada wajah mereka.

Hoseok tampak menggigiti kukunya dengan gelisah, sedangkan di sebelahnya ada Seokjin yang acuh pada keadaan sekitar dan memilih memusatkan seluruh perhatiannya pada buku yang berada di tangannya.

Lalu Jimin, ah, jangan tanyakan keadaan anak itu. Dia hanya celingak-celinguk tidak mengerti akan keadaan sekitar.

"Sebenarnya ada apa ini, hyung?" Tanya Jimin pada Hoseok yang sedari tadi tidak berhenti menggigiti kukunya.

Hoseok akhirnya menghentikan aksi -mari menggigiti kuku- nya dan kemudian menoleh kearah Jimin.

"Bocah tengik ini mencari gara-gara dengan Namjoon" Tunjuk Hoseok setengah kesal kepada wajah Jungkook yang sudah mendengus.

Dia memang tidak suka ketika seseorang memanggilnya bocah, tetapi entah kenapa pengecualian bagi ketiga manusia di hadapannya. Entahlah, sepertinya Jungkook mulai membuka kepercayaannya kepada mereka bertiga.

"Dia yang menantangku untuk adu pedang" Bantah Jungkook tidak terima.

"Tapi kenapa kau meladeninya? Kau bisa sekarat dibuatnya!" Ucap Hoseok nyaris berteriak.

Jungkook mencibir. "Dan dia akan menemui ayahku, bahkan sebelum dia mampu menggores kulitku" Ucapnya dengan percaya diri.

Hoseok menghela napas panjang dan kemudian memukul bagian belakang kepala Jungkook. Sungguh geram rasanya.

"Awas saja kalau kau mati di sana, aku akan membunuhmu untuk yang kedua kalinya!" Bentak Hoseok.

"Ayahku pasti akan langsung menendangku kembali ke dunia, jadi kau tenang saja" Jungkook mengibaskan sedikit hoodie hitam yang dikenakannya.

Berbeda dengan Namjoon yang menganggap serius duel kali ini. Jungkook terlihat lebih santai, bahkan dengan arogannya menolak baju zirah yang disediakan oleh pihak akademi.

Kedua kaki jenjangnya melangkah menuju ke tengah arena di mana Namjoon telah menunggunya.

Perbandingan tinggi yang tidak terlalu jauh serta ukuran tubuh yang tidak terlalu signifikan membuat keduanya tampak seimbang.

Kecuali pada bagian Namjoon yang telah lengkap dengan baju zirah serta kedua pedang kesayangannya.

"Kau benar-benar berencana untuk mati di sini, bocah?" Ucap Namjoon seraya menaikkan sebelah alisnya.

Jungkook mendengus dan kemudian menyelipkan kedua tangannya kedalam saku hoodie yang dikenakannya.

"Ya, ya. Terserah apa katamu, pak tua" Balas Jungkook sekenanya. "Yang jelas berhati-hati lah karena bajumu itu dapat menghantarkan panas, dan itu sangat sempurna" Sebuah seringai terpampang pada wajah tampannya.

Namjoon mengerutkan dahinya namun kemudian tidak mau ambil pusing dan segera mencabut pedangnya begitu bel tanda pertarungan telah di mulai.

Namjoon mundur dua langkah sembari mengamati pergerakan yang dilakukan oleh Jungkook, namun anak itu hanya mengeluarkan tangan kirinya dari dalam saku hoodie berwarna hitam itu.

Crass...

Terdengar bunyi berdesir di sertai bau terbakar yang menyengat.

Obsidian Namjoon menatap jari telunjuk ah, tepatnya cincin yang melingkari jari telunjuk Jungkook. Tampak memerah dan sedikit mengeluarkan kepulan asap seiring dengan suhunya yang meningkat.

Jungkook melompat tinggi dan melayangkan sebuah tinjauan pada sisi kepala Namjoon yang terlindungi oleh helm besi.

"Arghh... sial!" Namjoon menghempaskan helm itu ketika merasakan suhu dari benda itu yang seketika meningkat, bahkan kedua telinganya telah memerah menahan panas.

Ditatapnya helm yang telah meleleh tersebut dan kembali menatap Jungkook.

'Aku harus menghindari benda itu'

Batin Namjoon dan kembali mengambil jarak aman, sedangkan Jungkook semakin melebarkan seringaiannya.

Sedikit memiringkan kepalanya dan kemudian berkata, "Bagaimana? Lanjut atau kau mau menyerah saja?" Tanya Jungkook dengan senyum polos miliknya.

Namjoon menatap tajam Jungkook dan kemudian mengayunkan pedangnya kearah Jungkook, seketika angin kencang melesat tajam kearah Jungkook.

Jungkook yang tidak sempat menghindar hanya dapat menyilangkan kedua tangannya di depan wajah.

Rambut gondrong pemuda itu berterbangan, bahkan beberapa helai terpotong akibat dasyatnya angin yang baru saja menerpanya.

"Shit..!" Jungkook mengumpat ketika mendapati kedua tangannya yang penuh dengan luka sayatan.

Jungkook menggeram dan kedua manik kelamnya berkilat tajam saat ini. Luka-luka yang berada di kedua tangannya mengeluarkan kepulan asap dan seketika tertutup lalu menghilang seakan tidak pernah ada di sana sebelumnya.

Namjoon menaikkan kedua alisnya. "Definisi dari iblis yang sesungguhnya, huh?" Cibirnya dan kembali memasang posisi siaga.

Cincin yang berada di telunjuk Jungkook berpendar kemerahan, dan kemudian berubah menjadi sebuah pedang.

Jungkook mengacungkan pedang itu kearah Namjoon, "pertarungan yang sesungguhnya baru saja akan di mulai"

*****
Taehyung p.o.v

Di mana ini?

Gelap sekali...

Dan rasanya tubuhku sedang melayang, terombang ambing di dalam kegelapan ini.

Menggerakkan seluruh tubuhku?

Bahkan aku sudah berusaha meronta dan menendang dengan sekuat tenagaku, tetapi semuanya terasa sia-sia.

Hanya ada kegelapan dan kehampaan, membuatku semakin putus asa.

Tunggu dulu, ada setitik cahaya di atas sana.

Aku berusaha bergerak meraih cahaya itu, cukup sulit, namun akhirnya aku berhasil mencapainya.

Seluruh tubuhku seperti ditarik kedalam titik cahaya itu, dan semuanya menjadi sangat silau, kuputuskan untuk memejamkan kedua mataku.

Perlahan kedua kelopak mataku terbuka, semuanya tampak samar dan buram. Namun indra pendengaranku dapat menangkap suara bising dan sorak-sorai orang-orang.

Ada berapa banyak orang di sini?

Tidak, tunggu dulu. Ada dimana aku sebenarnya?

Begitu pandanganku menjadi jelas, yang aku dapati justru dua orang pemuda yang tengah mengayunkan pedangnya kearahku.

Yang benar saja!

*****
Don't copy my story okay!

8 Desember 2019

Revisi : 22 maret 2020

~Weni

King of Demigod [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now