III | SCHIZOPHRENIA

3.4K 432 266
                                    


S C H I Z O P H R E N I A
"An abnormal behavior, strange speech, and a decreased ability to understand reality."

▪▪▪

The Great City of Sphene,
04:00 AM.

Kalian tahu apa yang lebih gila selain berkendara pukul 4 dini hari?

Jawabannya adalah menjadikan konstruksi jalan tol yang terbengkalai sebagai sirkuit balapan.

"Maaf Nona, tapi Tuan yang menginginkannya."

Kukira Silvan sakit jiwa ... ternyata memang benar.

"Kalau aku sampai mati, KALIAN BERDUA AKAN KUGENTAYANGI SELAMANYA!!"

Melihat kondisiku terlampau panik, Sam berencana ingin membatalkan ide eksesif Tuan nya.

"Saya tidak akan menabrak apapun ... semoga." Dari nada bicaranya saja sudah jelas kami akan mendarat di jurang terdekat.

Aku terus berusaha melepas sabuk pengaman yang entah didesain dengan apa sehingga tidak bisa sembarang terbuka.

Sam menekan earpieces nya untuk berkomunikasi dengan humani di mobil sebelah.

"T-Tuan, sepertinya Nona tidak setuju dengan permainan Tuan."

"Apa dia ketakutan?"

"Dia .... menggila." Well, he ain't wrong.

"Biarkan saja. Tetap ikuti instruksi saya."

"HENTIKAN IDE GILAMU INI, MAMALIA SIALAN! KAMU TEROBSESI UNTUK MATI, HAH?!"

"Mamalia??"

ASTAGA BUKAN ITU INTINYA.

"Listen old cap! I can do a fuckin thai boxing! I'll kick your @%?$×*!!!" Sam spontan membungkam mulutku.

"Sam."

"I-Iya, Tuan??"

"Bring her to me."

Oh shit.

Sam hanya melirikku pasrah. Dia tidak punya pilihan selain memindahkanku ke mobil sebelah.

Ini menjadi moment perdana duduk di mobil pribadi 'suami' ku. Nuansanya berbeda drastis dengan transportasi yang biasa aku dan Sam kendarai.

Redup; spasial; semilir aroma elegan yang sulit dijabarkan, semacam eau de perfume yang rutin diaplikasi ulang oleh sang pengemudi.

Silvan tidak bicara sepatah kata pun, dia sibuk mengencangkan sabuk pengaman, mengatur posisi spion, juga melonggarkan dasi yang mengalungi leher jenjangnya. Jangan tanya kenapa dia memakai busana formal sementara jabatannya masih pengangguran.

"Takut?"

Aku berusaha menenangkan getaran di tanganku. Silvan yang sadar akan itu malah menahan tawa.

"Relax. Anggap saja ini latihan."

Aku menarik napas dalam. "Apa sejak awal kamu memang berniat membunuhku?"

"Hm?"

"Jangan - jangan kamu sengaja menyelamatkanku karena kita dulunya pernah berselisih??"

Jangan tanya seberapa banyak konspirasi di kepalaku mengenai sosok Silvan Nordame.

Sayangnya, semua teoriku buyar tiap kali sorot mata elusif lelaki itu mengunci netraku. Kilat hening seakan memancar secara misterius dari dalam sana.

Dans Le Noir [DAY6 Sungjin]Where stories live. Discover now