CHAPTER SATU

1.6K 77 45
                                    

Di pagi yang cerah ini ... tampak seorang gadis tengah asyik mematut dirinya di cermin. Memeriksa seragam sekolahnya agar terlihat sempurna membungkus tubuhnya. Tak lupa dia menyisir rambut panjangnya seraya menyematkan bando berwarna putih di atas kepalanya.

" OK, sempurna. Semangat hari ini." Ucapnya menyemangati diri, disertai senyum lebar yang terulas di bibirnya.

Larisa Putri Kusuma namanya, yang sering dipanggil Icha oleh orang-orang di sekitarnya. Seorang gadis remaja berusia 18 tahun yang hari ini mulai duduk di bangku kelas XII IPA 3 di sekolahnya. Dia gadis yang cantik, periang, pintar, mudah bergaul dan yang paling penting ... dia setia kawan. Punya banyak teman di kelasnya meski tidak semuanya bisa bersahabat karib dengannya.

Menjadi putri bungsu dari Anton Kusuma yang merupakan pendiri sebuah perusahaan keramik terbesar di Indonesia, membuat hidup Larisa selalu bergelimpang kemewahan. Dia begitu dimanja oleh sang ayah mengingat mereka hanya tinggal berdua di rumah mewah yang mereka tempati. Ibu Larisa tewas saat Larisa masih duduk di bangku SMP, meninggal dikarenakan penyakit kanker yang dideritanya.

Sedangkan untuk satu-satunya kakak perempuan yang dimiliki Larisa, kini dia tengah menuntut ilmu di Prancis demi mengejar impiannya yang ingin menjadi desainer terkenal.

Larisa berlari-lari kecil menuruni tangga rumahnya, bergegas menghampiri sang ayah yang tampak duduk tenang di kursi ruang makan.

" Papa, selamat pagi." Sapa Larisa, dia kecup pipi sang ayah.

" Pagi juga sayang. Hari ini hari pertama masuk sekolah kan?"

" Iya dong pa, lihat ... aku udah rapi kan? Cantik belum?" tanya Larisa, dia memutar-mutar tubuhnya di hadapan ayahnya.

Anton mengangkat jempolnya, dia mengangguk-anggukan kepalanya semangat melihat penampilan putrinya yang memang selalu terlihat cantik mengenakan pakaian apa pun.

" Seperti biasa, putri papa emang yang tercantik." Balasnya, membuat Larisa tertawa kegirangan, lalu beranjak memeluk erat sang ayah.

" Ayo sarapan dulu."

Bersamaan dengan ajakan ayahnya untuk sarapan, Larisa terenyak saat telinganya mendengar suara klakson dari luar. Tak perlu repot-repot mengintip keluar, dia tahu persis siapa pelaku yang membunyikan klakson sekencang itu tepat di depan rumahnya.

" Itu Reza udah dateng jemput kamu kayaknya."

" Iya pa."

" Ya udah suruh masuk dulu, kita sarapan bareng."

Larisa tak menyahuti ucapan ayahnya, dia melirik ke arah jam di dinding, lantas terpekik kaget ketika menyadari dirinya akan berakhir terlambat jika mengikuti ajakan sang ayah untuk sarapan bersama.

" Pa, aku berangkat sekarang aja. Mau telat soalnya."

" Tapi kamu kan belum sarapan cha?" tolak Anton khawatir.

" Papa tenang aja, aku pasti sarapan di mobil kok."

" Oh iya untung kamu punya pacar kayak Reza, cha. Papa tenang kalau ada dia di samping kamu."

Larisa tersenyum kecil , ayahnya sudah sangat hafal kebiasaan pacar Larisan yang selalu membawakan makanan setiap kali menjemput Larisa untuk berangkat sekolah sama-sama.

" Aku berangkat dulu ya pa." Pamit Larisa, kembali dia mengecup sayang pipi ayahnya.

" Iya, hati-hati di jalan. Sampein salam papa sama Reza."

Larisa membentuk kata OK dengan jari-jarinya, lalu berlari cepat menuju pintu.

Di luar pagar rumahnya, Larisa menemukan seorang pemuda tampan tengah berdiri bersandar pada mobil SUV hitam miliknya, sedang tersenyum manis padanya. Larisa berlari girang menghampiri sang pemuda, berdiri tepat di depan si pemuda dengan senyuman lebar yang terus tersungging di bibirnya.

LARISA WISHWhere stories live. Discover now