CHAPTER LIMA

183 26 1
                                    

Di saat siswa lain berhamburan melewati gerbang sekolah untuk pulang ke rumah masing-masing ketika bel tanda sekolah berakhir berdentang, Larisa justru duduk di pos security disertai wajah cemberutnya.

" Non, kok mukanya cemberut gitu? Kenapa?" tanya pak Agus, Security baik hati yang mengizinkan Larisa duduk di pos jaganya setiap kali gadis itu menunggu jemputan.

" Sebel aja pak. Harusnya saya udah di rumah sekarang, tapi ini malah harus duduk disini nunggu jemputan yang belum datang." Jawab Larisa kesal jika dilihat dari wajahnya yang memerah menahan emosi.

" Memangnya pacar non Icha kemana? Tumben telat jemputnya?"

" Masih di kampusnya pak. Masih sibuk ospek."

" Ooh, coba ditelepon aja non. Kalau dia masih lama, bilang aja non pengen pulang naik taksi. Saya jadi gak tega lihat non nunggu lama disini."

Tanpa kata Larisa mengangguk. Bukannya dia belum menghubungi Reza, sebenarnya sejak tadi dia sudah bertukar pesan whatsapp dengan kekasihnya itu. Tapi untuk menelepon, memang belum dia lakukan.

Sudah satu jam lebih dia menunggu, dan kini kesabarannya sudah habis. Kini dia memutuskan untuk menelepon Reza, tak peduli meskipun ada kemungkinan pria itu sedang sibuk di kampusnya. Lagipula salah siapa yang memaksa untuk selalu pulang bareng? Larisa gemas sendiri dengan tingkah laku pacarnya yang terlalu posesif itu.

Tak lama berselang setelah dia menempelkan ponselnya di depan telinga. Akhirnya telepon itu tersambung.

" Hallo ... beib, maaf ... kamu nunggunya kelamaan ya?" ucap Reza ramah di seberang sana.

Larisa ingin mengumpat, namun mendengar nada lembut dari sang pacar, dia tak tega untuk mengumpatinya. Lagipula Reza itu terlalu baik padanya. Larisa tak pernah tega untuk memarahinya, semarah apa pun dia pada Reza. Ditambah Reza yang memang tidak pernah sekalipun memarahinya selama mereka menjalin hubungan, menjadi salah satu alasan Larisa tak berani meski hanya sekedar membentak.

" Iya Honey. Kok kamu lama banget sih? Aku udah satu jam lebih loh nungguin kamu." jawabnya meski terkesan jutek tapi tak ada nada membentak sedikit pun.

" Maaf sayang. Ini aku bentar lagi selesai kok. Lagi mau penutupan dari senior. Kamu tunggu ya, bentar lagi aja. Gak apa-apa kan? Nanti aku beliin kamu coklat deh yang banyak."

Larisa mendengus, selalu saja Reza tahu cara mendinginkan suasana hatinya yang sedang panas. Larisa siap menyahut, berniat bersabar menunggu Reza sebentar lagi, jika saja ekor matanya tak sengaja melihat sosok Arvan yang baru saja berjalan melewati gerbang sekolah.

Tanpa sadar dia bangkit berdiri dari duduknya. Pandangannya mengikuti ke arah mana Arvan pergi. Di saat semua siswa di sekolah itu mengendarai mobil mewah mereka saat pulang, Larisa heran karena barusan melihat Arvan malah berjalan kaki.

" Icha sayang."

Larisa tersentak, dia bahkan sampai melupakan obrolannya dengan Reza hanya karena melihat sosok Arvan.

" Eh ... maaf sayang. Kayaknya aku pulang naik taksi aja deh."

" Loh kenapa? aku beneran bentar lagi pulang kok."

" Hmmm ... aku gak enak badan. Pengen cepet-cepet istirahat. Maaf ya, aku pulang duluan."

Tanpa menunggu respon dari Reza, gadis itu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Lantas dia berpamitan secepat kilat pada pak Agus sebelum dirinya berlari melewati gerbang.

Dia ingin mengikuti Arvan yang dia yakini memasuki area warteg yang terletak di samping gedung sekolah. Tanpa pikir panjang, Larisa mendatangi warteg itu.

LARISA WISHUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum