CHAPTER SEMBILAN

210 24 6
                                    

Larisa berjalan menelusuri lorong sekolahnya dengan wajah berseri-seri. Bukan karena kejadian manis yang terjadi padanya dan sang pacar di dalam mobil, melainkan karena dalam hatinya dia berharap kejadian kemarin terulang kembali. Kejadian dimana Arvan sudah berada di dalam kelas begitu Larisa datang.

Ini kesempatannya untuk kembali melancarkan aksinya guna menaklukan pemuda dingin itu. Kali ini dia harus berhasil menjadikan pria itu sebagai sahabatnya. Ya, hanya sahabat kok tidak lebih, rasa sayang dan cintanya hanya untuk Reza seorang. Setidaknya itulah yang Larisa yakini saat ini.

" Moga aja Arvan udah di dalam." Gumamnya, berdoa sebelum dia membuka pintu begitu sudah berdiri di depan pintu kelasnya.

Larisa mengembuskan napas panjang sebelum tangannya memutar kenop pintu. Dan begitu pintu itu terbuka, langsung saja tatapannya tertuju ke arah bangku paling belakang yang tidak lain merupakan bangku yang ditempati Arvan dan teman sebangkunya, Johan.

" Yessss ... dia udah datang." Girangnya pelan begitu melihat sosok Arvan tengah duduk tenang di bangkunya. Seperti biasa sibuk membaca buku di tangannya. Kondisi kelas hening karena seperti halnya kemarin, sekarang pun hanya ada mereka berdua di dalam.

Dengan langkah ceria disertai wajah sumringahnya, Larisa berjalan menghampiri Arvan.

" Pagi Van." Sapanya penuh semangat, tak lupa senyuman termanisnya masih terbit di wajahnya.

Arvan melirik sekilas ke arah depannya, lantas mendengus jengkel begitu mendapati sosok gadis aneh macam Larisa lah yang sedang berdiri di sana. Menunjukan ketidakpeduliaan yang begitu kentara, dia kembali memusatkan atensinya pada buku yang dia baca.

Larisa menggeram melihat sapaannya diabaikan. Dia mengulurkan tangannya ke depan, diambilnya buku itu dengan tidak sopannya, membuat Arvan mengernyitkan dahi lalu menggeram kesal setelahnya.

" Apaan sih lo, balikin sini?!" bentaknya cukup kencang hingga bergaung di dalam kelas.

" Jawab dulu sapaan gue, baru gue balikin nih buku."

Arvan memiringkan kepalanya sembari kedua tangannya berkacak di pinggangnya. Habis sudah kesabarannya menghadapi gadis aneh bin ajaib yang super menyebalkan ini.

" Cepet balikin buku gue!" bentaknya sekali lagi.

Namun bukannya menuruti, Larisa justru dengan santainya membuka satu demi satu halaman buku.

" Buku tentang hukum lagi ya? kenapa sih lo hobby banget baca buku ginian?" tanya Larisa, dia melirik tak peduli pada wajah Arvan yang memerah menahan emosi karena ulahnya.

" Balikin sini bukunya, kalau nggak ..."

" Kalau nggak, kenapa emangnya?" potong Larisa, dia menatap Arvan dengan tatapan menantang.

" Lo nantangin gue?!"

" Nggak tuh. Gue cuma pengen lo balas sapaan gue tadi. Baru nih buku gue balikin."

" Lo gak ngerti apa yang gue omongin kemarin?"

Larisa menutup kembali buku di tangannya. Memposisikan tangannya menopang dagu dengan tatapan menerawang ke atas seolah dia sedang berpikir keras sekarang.

" Omongan lo yang mana ya? kok gue gak inget ya?"

" Amnesia lo?"

" Mungkin." jawab Larisa santai. Benar-benar tak gentar walau pemuda di depannya berekspresi bagaikan banteng yang siap menyeruduk.

" Balikin gak buku gue?"

" Balas dulu sapaan gue tadi."

Seketika Larisa menjerit saat Arvan tiba-tiba menerjangnya, pemuda itu mendorongnya kasar hingga pinggang Larisa menabrak cukup keras ujung meja di depannya. Larisa meringis, dia kesakitan karena kekasaran Arvan ini. Dan situasi Larisa yang tengah lengah ini, dia manfaatkan untuk merebut buku miliknya dalam pegangan tangan Larisa.

LARISA WISHWhere stories live. Discover now