CHAPTER ENAMBELAS

205 24 3
                                    

Suasana kelas XII IPA 3 bergemuruh dengan suara para siswanya yang tengah terlibat obrolan dengan teman mereka masing-masing. Ada yang bergerombol membentuk kelompok, ada yang hanya mengobrol dengan teman sebangku bahkan ada pula yang memilih menyendiri dengan menyibukan diri membaca buku atau bermain ponsel.

Kelas memang sedang bebas karena guru bahasa Indonesia yang seharusnya mengajar di jam itu, tidak masuk karena sakit. Alhasil hanya beberapa tugas yang diberikan dan harus dikumpulkan sebelum bel pulang berbunyi, karena mata pelajaran itu berlangsung di jam terakhir. Sekitar satu jam lagi bel pertanda pulang akan segera berbunyi.

Mereka semua merupakan anak yang pandai jadi tak sulit bagi mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan sang guru. Menyisakkan cukup banyak waktu untuk mereka menunggu bel berbunyi sembari mengobrolkan berbagai hal.

Gina dan Pretty tak ada bedanya dengan siswa yang lain, mereka asyik mengobrolkan hal-hal yang tidak jelas. Seperti biasa terkadang mereka akan beradu urat karena perbedaan pendapat. Namun, tidak demikian dengan tokoh utama kita. Larisa tidak seperti biasanya bergabung dengan kedua sahabatnya, dia memilih berdiam diri di kursinya sembari asyik membaca buku, mengabaikan sepenuhnya percekcokan antara Gina dan Pretty yang duduk di sampingnya.

Sesekali Larisa melirik ke arah deretan bangku belakang, pada meja yang ditempati Arvan dan Johan lebih tepatnya. Pemuda dingin itu tengah melakukan hal yang sama dengan Larisa yaitu membaca buku. Meski Johan yang duduk di sampingnya entah pergi kemana sekarang, pemuda itu tetap asyik membaca seorang diri.

Larisa diam-diam memperhatikan ekspresi wajah Arvan yang sedang serius membaca, tanpa sadar tersenyum tipis ketika mengingat kejadian saat istirahat siang tadi. Seperti sebuah keajaiban tiba-tiba pemuda dingin itu mengajaknya bergabung dengan kelompoknya untuk mengerjakan tugas biologi.

" Wooi ... Icha-icha paradise."

Larisa tersentak hingga buku di tangannya tanpa sengaja terjatuh dari tangannya karena suara petasan Pretty yang nyaris membuatnya jantungan. Larisa memelototi Pretty yang kini terkikik geli, seolah puas karena berhasil membuat Larisa terkejut bukan main.

" Apaan sih, Pret? Untung gue gak punya riwayat penyakit jantung, kalau nggak ... udah kejang-kejang gue saking kagetnya." Gerutu Larisa disertai bibirnya yang manyun ke depan, tak suka.

" Lagian sih ngelamun terus. Ditanyain dari tadi gak nyahut-nyahut. Itu mata seliweran kemana sih? Lihat ke belakang mulu perasaan."

Refleks Larisa memukul lengan Pretty dengan buku pelajaran bahasa Indonesia yang sejak tadi dibacanya, sukses membuat Pretty meringis karena kesakitan ditimpuk buku setebal itu.

" Sakit Cha."

" Rasain. Makanya kalau ngomong disharing dulu, jangan asal bunyi."

" Tapi si Pretty gak salah kok, lo dari tadi emang ngelihat ke belakang mulu. Lihatin apa sih?" Gina yang baru saja menyahut kini melongokan kepalanya ke belakang, mencari-cari objek apa yang sejak tadi ditatap Larisa hingga mengabaikan dirinya dan Pretty yang sejak tadi berkoar-koar memanggil nama Larisa.

" Nggak kok. Siapa yang lihatin ke belakang? Ngaco kalian." Sanggah Larisa mulai panik, takut terciduk dua sahabatnya sejak tadi dia memperhatikan Arvan yang sedang sibuk membaca di bangkunya.

" Oh ane tahu." Kata Pretty heboh seraya menjentikan jarinya. " You pasti lagi merhatiin si belut rawa kan? Makanya ngelirik mulu ke belakang?" saat mengatakan ini alis Pretty bergerak naik-turun menggoda Larisa.

" Isssshhh ... nggak. Ngapain gue lihatin dia. Gak penting amat." Larisa masih membantah.

" Ahh yang bener. Awas lo jatuh cintrong sama tuh manusia kutub."

LARISA WISHWhere stories live. Discover now