3. KONTRAK

6.8K 307 1
                                    

Kabar tak sedap tentang putra sulungnya sering ena-ena di kantor tak diperdulikan Bugi, kerja Aditya bagus, dan hal yang sama juga pernah dilakukannya di masa mudanya. Sampai ia memergoki dengan mata kepalanya sendiri, Aditya dan asisten pribadinya. Mereka tidak telanjang, hanya celananya luruh ke pergelangan kaki, Daud menggeram-geram nikmat membungkuk di meja kerja sementara Aditya yang aktif menggenjot dari belakang.

"Tidak pantas!" kata Bugi, marah.

"Setidaknya aku tidak bikin anak haram!" sergah Aditya.

"Ada kamar istirahat, mengapa harus di meja kerja?"

"Cuma quickie, Pa." Aditya tertawa, "dan ngomong-ngomong, anak haram Papa juga tidak kalah brengseknya, sudah ada laporan beberapa karyawati yang dibawanya pulang ke apartemennya."

"Baguslah, tidak dilakukan di kantor." Bugi duduk di kursi kebesaran anaknya, "bulan depan Dimas akan naik jadi wakilmu, Wakil Direktur Utama ... siapkan kantornya ... dan aku mau pindah ... ngantor di gedung ini lagi."

"Nggak masalah," Aditya menjawab enteng.

"Dan aku mau kau menikah, berikan aku ahli waris, segera!"

"Papa!"

"Tahun ini umurmu empat puluh, mau nunggu apa lagi? Kalau kau tak juga punya anak, aku akan mengubah surat wasiatku, mewariskan semuanya ke Dimas."

Aditya mengertakkan gigi.

"Dimas ...," desisnya geram.

*

Waktu Aditya kelas satu SMP, Bugi meminta Sunarti – anak Markonah – pembantu mereka, tinggal di rumahnya, menyekolahkannya di tempat yang sama dengan anak tunggalnya. Sering belajar bersama membuat Aditya dekat dengan Narti, sementara ibunya memasang mata lebar-lebar, curiga Narti adalah anak hasil selingkuh Bugi dengan Markonah.

Mata memandang curiga Markonah, ternyata Bugi bermain api dengan Narti, Aditya sudah kelas satu SMA ketika gadis itu hamil Dimas. Ayahnya membeli rumah di Bekasi untuk Narti dan memboyongnya ke rumah ketika istri resminya meninggal. Sejak itu Aditya membenci perempuan.

.

"Ada yang mengganggu pikiranmu," kata Narti lembut di rumah, Aditya punya apartemen, tapi kalau pikirannya kalut, ia pulang ke rumah. Ia tak suka kedudukan Narti sebagai ibu tirinya, tapi perempuan itu mengerti dirinya, sering memberinya solusi tak terduga.

"Papa menuntutku menikah dan punya anak."

"Sudah waktunya, kan? Malah sudah terlambat ...."

"Kau tahu ... satu-satunya perempuan yang ingin kunikahi, yang kuharapkan menjadi ibu anak-anakku ... tak tergapai ...."

"Sudah seperempat abad, Didit, dan kau masih menyimpan rasa yang sama?" Narti tertawa.

"Tidak," Aditya memandang perempuan yang pandai merawat tubuhnya, masih menarik di usia empat puluh, sayang suaminya tidak menghargainya, masih sering main perempuan di luar rumah, "aku sudah mengubur perasaanku sejak aku tahu Papa menidurimu!"

"Aku tak punya pilihan, Didit," katanya lembut, "papamu selalu mengungkit hutang budi membiayai sekolahku, sehingga aku menyerah pada rayuannya ...."

Hutang budi! Kata itu membekas di benaknya ... dan sesosok perempuan cantik dan sintal melintas ... Aditya bangkit berdiri dan pergi.

*

Di mobil, ia menelpon Keke, menyuruhnya datang ke apartemennya.

"Bagaimana, sudah dapat solusinya?" Gadis itu menggeleng, sedih.

Beberapa hari sebelumnya, Aditya mengajak Keke meeting di Bogor, dalam perjalanan balik ke Jakarta, sekretaris itu menerima telpon dan kemudian menangis tersedu-sedu. Mereka putar balik, menuju rumah sakit.

"Ibu mendapatkan serangan jantung karena ada debt collector ke rumah," ceritanya kemudian, "Bang Jujun menggadaikan sertifikat rumah untuk usaha, tapi tidak bisa membayar karena modal usaha dibawa lari rekan bisnisnya ... rumah kami, peninggalan kakek, akan disita ...."

.

"Aku akan membayarkan hutang abangmu, lima ratus juta, plus bunga-bunganya ... berapa? Seratus jutaan, kan?" Keke menatapnya dengan mata berbinar, "tidak gratis! Aku mau kau melahirkan seorang anak untukku."

Keke langsung mengiyakan, yang terpikirkan olehnya adalah surrogate mother. Hari berikutnya Aditya datang ke Bogor membereskan hutang-piutang itu, membayar semua biaya rumah sakit ibu Keke.

"Terima kasih, Pak Aditya," kata ibu Keke, "entah bagaimana kami harus membalas budi Bapak."

"Saya ingin punya anak, Bu," jawab Aditya, "tentu saja saya akan menikahi Keke secara resmi ...."

"Pak Adit! Saya pikir ... hanya menyewakan rahim saya ...." gadis itu shock.

"Menjadi istriku hanya sampai melahirkan seorang anak, Keke, setelah itu kau boleh menentukan, mau bercerai atau tidak, tapi anaknya di bawah pengasuhanku."

"Bayi tabung?"

"Tidak, hubungan sex normal." Keke bergidik, jijik.

"Keke ...," panggil ibunya, "kau tidak punya pacar, mengapa tidak menerima tawaran Pak Aditya? Setiap gadis memimpikan punya suami tampan, badannya bagus, dan kaya ... apa yang kurang dari Pak Aditya?"

"Orientasi seksualnya, Ibu ...," desis Keke di dalam hati, otaknya berputar mencari akal.

.

Saat mereka hanya berdua saja.

"Saya tidak bisa, Pak. Maaf, saya malu punya suami gay, dan saya kuatir tertular HIV."

"Aku baru saja periksa lab," Aditya tertawa, "aku bersih dari virus jahanam itu ... dan selama kita menikah, aku berjanji tidak akan tidur dengan lelaki manapun, akan setia kepadamu. Setelah kau melahirkan anak, kita bisa bercerai, kau mencari kehidupanmu sendiri, tentu saja aku akan menyediakan rumah dan segala kebutuhanmu sampai kau menikah lagi. Atau bisa juga kau terus bersamaku membesarkan anak kita, tapi ... aku tidak lagi berjanji setia ...."

"Saya tak ingin orang tau saya menikah dengan Bapak ...," desisnya.

"Kita buat skenario? Kau menjadi simpanan oom-oom, tinggal di apartemen sebelahku, jadi kalau ada tamu ... tak kentara kita tinggal bersama ... nanti anakmu kelihatannya seperti kuadopsi?"

Ibu dan abang Keke terpaksa menyetujui rencana itu. Mereka menikah minggu berikutnya, Keke mengajukan cuti seminggu untuk berbulan madu ke Bali.

*

Aditya memotret buku nikahnya – Aditya dan Tinneke – mengirimkan fotonya ke Bugi, "sudah menikah sesuai permintaan Papa, anak on the way soon, tapi istriku tak mau ditampilkan di depan umum."

Bugi agak heran, tapi tak bertanya, andai Aditya berbohong, tak akan bisa lama, karena masih ada tuntutan berikutnya, anak. Itupun kalau langsung disodori bayi, ia akan menuntut tes DNA.

.

bersambung

.

Surabaya, 26 Nopember 2019

25+ #NWR #KAWINkontrak #FIKSI #ROMAN #DEWASA 

KAWIN KONTRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang