10. PACARAN DENGAN ISTRI

5.1K 199 0
                                    

"Dimas sering kemari?"

"Hampir setiap hari, dia mengurus pabrik di Ciawi, kan? Katanya ia tinggal di Bogor."

Soal Dimas lebih banyak mengurus pabrik di Ciawi dan hotel di Puncak, Aditya tahu, tapi ia mengira adik tirinya setiap hari pulang ke Jakarta, bagaimanapun juga gemerlap kehidupan ibukota lebih menarik anak muda seumurannya.

"Jujun mana?"

"Jujun lebih banyak di empang, ia menikah sirih dengan Juleha, pemilik empang yang memasok ikan untuk catering Hantin," mertuanya yang menjawab, "Dimas kok tidak diajak makan, Ke?"

Aditya mencatat dalam hati, berarti Dimas sering makan malam di situ.

"Nggak mau, Bu," jawab Keke pendek, menyendokkan nasi ke piring suaminya.

"Hantin?"

"Burhan dan Tinneke, nama catering mereka." Masih mertuanya yang menjawab.

*

"Mas Didit tidur di kamar Bang Jujun aja ya," kata Keke setelah Yakto tidur dan ibunya masuk ke kamar, "Kamarnya selalu dibersihkan kok."

"Mengapa aku tidak boleh tidur denganmu?"

"Masih terbayang yang tadi siang."

"Kau boleh cemburu padaku, tapi aku tidak boleh cemburu melihat kedekatanmu dengan Dimas? Kau tidak menyadari ia tadi bisa melihat payudaramu?"

"Maksud Mas Didit bagaimana? Kontrak kita sudah habis, aku akan mengurus Yakto sampai tamat SMU sesuai kesepakatan, Mas tidak mau menceraikan aku, tapi bermain-main dengan Leo?"

"Aku sudah jelaskan tadi, aku tidak ada apa-apa dengan Leo, tadi hanya memegang gesper ikat pinggangnya ...."

"Aku juga tidak ada apa-apa dengan Dimas, ia ke sini main dengan Yakto, keponakannya. Salah?"

"Aku tidak mau tidur sendirian," Aditya ngotot, masuk ke kamar Keke, perempuan itu menghentakkan kaki dengan kesal.

"Kau tidak berganti pakaian tidur?"

"Memang kenapa dengan pakaianku?"

"Susah melepasnya ...," Aditya nyengir melihat celana pendek dan blus longgar itu.

Keke memonyongkan bibirnya, menutup pintu kamar, melepaskan bra dan celana pendek, naik ke ranjang, melihatnya Aditya langsung mengeras.

"Maasss ...," Keke mendesah karena suaminya langsung mencium dan menindihnya, tak memberi kesempatan menolak, menggerayangi seluruh tubuhnya dan berakhir dengan luruhnya seluruh busana mereka berdua ... bercinta sampai pagi.

.

Membuka mata di pagi hari, Yakto masih nyenyak tidur, Keke sudah tak ada di sampingnya, Aditya bangun dan mengenakan pakaiannya, samar-samar ia mendengar suara mengobrol yang semakin jauh. Keluar kamar, melihat kelebat Keke keluar pintu depan, disusulnya, dari jendela ia melihat punggung istrinya berjalan berdampingan dengan Dimas, Keke mengantar Dimas ke pagar. Hatinya panas melihat Dimas memeluk pundak Keke sebentar sebelum keluar pagar, ia parkir di luar, tidak masuk.

Ia melangkah ke kamar mandi, mengabaikan dua piring kotor di meja makan.

Segar habis mandi, makan berdua dengan mertua.

"Kau tidak sarapan?" tanyanya melihat Keke meninggalkan meja makan setelah menyendokkan nasi dan lauk untuknya.

"Mau memandikan Yakto."

Yakto mandi, sarapan, Aditya mengajaknya bermain, Keke ke kebun, ada empat pembantu, mereka datang sejak subuh, memetik, mencuci dan menyiapkan sayuran untuk menu salad hari itu, Keke tinggal cek saja, Burhan yang menyiapkan sausnya. Sekitar pukul delapan Jujun datang dengan pick up, bentuknya agak aneh, karena box hanya separoh, berpendingin untuk membawa sayur, separohnya lagi bak terbuka, untuk membawa ikan hidup.

Setelah Jujun berangkat, para pembantu ke kebun, mengurus tanaman dan menyiapkan yang akan dipanen besok pagi. Keke masuk ke dalam rumah, menelpon Burhan, membicarakan kerja hari itu, dan rencana menu hari Sabtu untuk Pasar Sehat. Menunya tidak selalu sama, tergantung panen sayurnya. Sejauh itu, Aditya mengamati, Keke tidak makan.

Seorang pembantu membersihkan ikan dan menyiapkan bumbu-bumbu, hari itu menunya tumis kangkung dan pepes ikan nila. Dua pembantu pulang setelah makan siang, yang dua lagi lebih sore setelah menyirami tanaman.

Malam itu Dimas tidak muncul, tapi perasaan Aditya tidak tenteram.

.

Beberapa kali seminggu ia pulang ke Bogor, random, harinya tidak tentu, jam tidak tentu, berharap memergoki Keke selingkuh, tapi sampai Leoni lahir, tak ada bukti itu.

"Mengapa namanya Leoni?" tanya Aditya tidak senang.

"Supaya Mas Didit ingat, aku memergoki Mas begitu dekat dengan Leo saat aku akan mengabarkan kehamilanku."

"Kalau namanya Leoni, aku akan semakin ingat ...."

"Panggilannya Oni ... kalau masih terkenang juga, berarti Mas Didit memang tak ingin melupakan."

.

Suatu sore, Aditya datang waktu Keke menyusui Oni di ruang tamu, ada Anto di situ.

"Mengapa ia datang?" tanyanya cemburu setelah pemuda itu pulang.

"Ia tahu aku sudah melahirkan, ingin menjenguk ...."

"Kalian masih kontak?"

"Mas! Anto yang menolongku waktu Yakto lahir, saat itu Mas Didit menghilang entah kemana dengan Leo ...."

"Sudah! Tak perlu diingatkan," geramnya, "tapi pantaskah kau menyusui di hadapannya?"

"Mas!" Keke tertawa, "Anto yang membopongku ke kabin, pakaianku basah oleh keringat dan darah, aku hanya dibalut handuk, ia sudah melihatku telanjang ...."

"Itu sudah lama, tak perlu dibangkitkan lagi kenangannya dengan melihat payudaramu!"

*

.

Dimas duduk di sofa memangkunya, saling berpagut dalam ciuman hot, membangkitkan gairah. Ia sudah menurunkan celananya, melepaskan yang terkekang, sekarang ia menyingkapkan rok longgar meraba, tersenyum senang, tanpa celana dalam, dibelainya sampai basah. Perempuan itu mengangkat panggulnya, turun pelan-pelan, membimbing masuk ... ough! Sedalam-dalamnya. Sedari tadi Dimas menutup mata, mengandalkan indra peraba dan perasaannya.

"Jangan bergerak ... biarkan aku merasakannya ... mengisi penuh ...." kata perempuan itu waktu tangan Dimas di pinggulnya akan mengangkat.

"Mana enak diam saja," Dimas tertawa, sengaja mengangkat-angkat pinggulnya sendiri supaya ada gesekan, dan keduanya berlomba mendesah, mengerang ....

"Keke ... mengapa berhenti ... bukan Mas Didit datang, kan?" Dimas membuka mata, lalu menyeringai malu, bukan Keke yang dipangkunya.

"Aku berhenti karena dari tadi yang kau sebut Keke, Keke, Keke terus!" Maya mencibir, "halu teruusss ...."

Dilepaskannya baju Maya melewati kepala supaya ia bisa meremas bukit lembutnya, menyesap ... dan mereka berdua melanjutkan berpagut mencapai puncak.

.

"Kau masih menginginkan Keke?" Maya tertawa turun dari pangkuan Dimas, mengusap selangkangannya dengan tissue.

"Aku tak bisa mengenyahkannya dari benakku ...," Dimas berdiri, membiarkan celananya jatuh ke lantai, melepaskan kemejanya, lalu menggendong Maya, mengangkatnya ke ranjang, mencumbunya lagi.

"Mungkin kalau aku bisa sekali saja menidurinya, aku bisa bebas dari keinginan ini ...."

"Mana bisa?" Maya mengerang, Dimas mengisap putingnya, "yang ada kau akan semakin ketagihan."

"Puting Keke lebih besar ...," komentar Dimas, "mengulumnya tak akan terlepas-lepas seperti ini ...."

"Aiiih ...!"

"Kemarin ia sedang menyusi Oni waktu aku datang ... aku memanggil bayi itu, ia menoleh, melepaskan bibirnya dari puting besar itu ...."

Dimas menindih Maya, masuk dalam, menghentak membayangkan Keke yang ada di bawahnya.

.

bersambung

.

Surabaya, 01 Desember 2019

KAWIN KONTRAKWhere stories live. Discover now