12. TEST DRIVE

4.4K 180 0
                                    

Dimas tidak fokus mengurus perusahaan-perusahaannya, dalam waktu lima tahun dari enam perusahaan, yang empat sudah dijual, sekarang ia hanya punya sebuah biro advertising dan sebuah hotel berbintang lima. Hidupnya kacau, sementara Aditya semakin berkibar. Pemuda itu mencari informasi lagi tentang kakak tirinya, dalam beberapa kesempatan ia muncul bersama sepasang anak yang diperkirakannya Yakto dan Oni, tapi tak ada berita tentang Keke.

Waktu itu Dimas baru saja menjual perusahaannya yang ketiga dan diam-diam membeli sebuah club malam, dipikirnya daripada menghabiskan uang di luaran, mending sekalian beli clubnya. Di situ ia bertemu Lintang.

"Bayarin minum, dong, Oom," gadis itu membuka percakapan.

Dimas memandangnya, memakai rok ketat tanpa lengan, panjang setengah paha. Wajahnya biasa saja, tapi lekuknya menggoda, dan sudah sebulanan ia belum bongkar muatan, seketika ia mengeras.

"Tak ada yang gratis," jawabnya acuh.

"Aku bisa bayar dengan tubuhku untuk satu botol vodka," bisik gadis itu di telinga, sambil tangannya dilingkarkan ke pinggangnya, sengaja menekankan payudaranya ke dada.

"OK," digeserkannya bibirnya ke bibir tipis gadis itu, mencecapnya sekilas, manis.

"Vodka utuh untuk kubawa pulang, tidak termasuk yang diminum di sini," gadis itu menawar, melepaskan pelukannya.

"OK," katanya lagi, menyebutkan pesanannya ke bartender, lalu menarik gadis itu ke lantai atas, ke kamar pribadinya.

Seorang waiter masuk ke kamar bersama mereka, membawa dua botol vodka, satu wadah es batu, dan dua gelas, lalu keluar. Dimas membuka botol pertama menuang di gelas yang sudah diberinya es batu, gadis itu memasukkan botol kedua ke dalam tasnya.

Setelah menenggak habis isi gelasnya, gadis itu seenaknya duduk di pangkuan Dimas, membuka kancing kemejanya, melepaskan ikat pinggangnya.

"Kau tak sabaran," Dimas tertawa.

"Pakaian hanya menjadi penghalang," katanya menurunkan celana panjang sekalian celana dalam Dimas membebaskan yang terkekang. Namun ia malah membalikkan badan, memenuhi gelas lagi. Pemuda itu melepaskan kemejanya, duduk telanjang di sofa, menunggu dengan rasa ingin tahu apa yang akan dilakukan gadis ini.

Ia duduk di pangkuan Dimas, mengangkanginya, roknya tersingkap lebih tinggi. Shit! Tangan Dimas yang meraba pahanya naik tak menemukan celana dalam.

"Heran, Oom? Untuk apa dipakai bila akan dilepaskan?" ia tertawa genit, meliukkan tubuhnya, mengambil kedua gelas vodka, mengajak minum bersama.

Gaun terusannya dari bahan yang elastis, ditariknya ke atas melewati kepala gadis itu, dan sepasang bukit kenyal terpampang di depan matanya, tak ada penutup lain.

"Alasan yang sama," bisiknya, sengaja menggeserkannya ke wajah Dimas.

Bibir Dimas memagut putingnya, mengisap, gadis itu mendesah nikmat ... tangannya meraih ke bawah, mengusap pucuknya, menyusupkannya di semak belukar .... Dimas reflek mengangkat pinggulnya, mendorong masuk, tapi gadis itu menggelinjang menghindar, "tidak secepat itu, dimana enaknya?"

Dimas menggendongnya ke tempat tidur, dan menindihnya ganas, gadis itu tertawa genit berusaha menghindar, merekapun bergumul, sampai akhirnya ia menyerah, membiarkan Dimas menerobos masuk.

"Kapan terakhir kali melakukannya?" tanya Dimas merasakan gadis itu mencengkeramnya erat.

"Kemarin ...," ia menggerakkan pinggulnya supaya ada gesekan.

"Tapi ... kau ...."

"Maintenance, Oom," ia menjawab di antara desahan, "lebih enak lewat gang yang sempit, yang harus berhenti bila berpapasan, daripada lewat jalan toll, kan?"

Setelah melewati puncak, ia menarik diri, tapi gadis itu menahannya, memeluknya bergulingan dan mengambil posisi di atas. Otot dalamnya memijat Dimas, dan ia mengeras kembali.Gadis itu memutar tubuhnya dengan titik temu mereka sebagai poros, sekarang posisinya membelakangi pemuda itu.

"Duduklah, Oom, lipat lututnya."

Dengan berpegangan lutut Dimas, gadis itu menggerakkan tubuhnya naik dan menghujamkannya dalam-dalam, pemuda itu terhenyak, merasakan dirinya mengisi penuh ceruk tubuh gadis itu, gesekannya menimbulkan perasaan luar biasa. Waktu ia membongkar muatan keduanya, dipeluknya tubuh sintal itu erat, digigitnya lembut pundaknya, tangannya meremas payudaranya. Gadis itu melenguh.

Agak lama terdiam dengan posisi itu, perlahan dirasakannya aliran cairan membasahi selangkangannya seiring bagian tubuh yang menutup erat celah itu mengecil dan isi yang disemburkannya bergerak turun karena gravitasi.

Dibaringkannya gadis itu, lalu diciuminya setiap lekuk tubuhnya. Sudah lama ia hanya melampiaskan nafsu syahwat saja, malam ini ia merasakan kesenangan.

"Oom suka?" Dimas mengangguk, "maksudku, apakah Oom termasuk tipe sex maniac yang semalam bisa sampai lima kali?"

"Kau menantangku?" ia mencium bibirnya, tapi gadis itu mengelak.

"Bukan ... pernah nggak terpikir, bersenang-senang tapi mendapatkan uang ...."

"Maksudmu?"

"Aku perempuan bayaran Oom, melakukan yang kusuka, tapi mendapatkan uang."

"Berapa aku harus membayarmu?"

"Ouw!" ia menggelinjang waktu Dimas menyusupkan dua jarinya, "malam ini free, beberapa malam aku memperhatikanmu, Oom ... aku memang ingin mencicipimu."

"Lalu, maksudmu tadi?"

"Aku punya team." Ia menggeliat lagi, jari Dimas sudah basah kuyup, "kupikir akan mengajak Oom masuk teamku, skillmu bagus ... aaagghh ...."

Dimas tertawa, gadis ini tidak tahu siapa dirinya. Walaupun ia sudah kehilangan beberapa perusahaannya, tapi belum perlu menjual diri untuk mendapatkan uang, tapi diiyakannya ucapan gadis itu, ingin tahu niatnya.

"Yang dilayani, tante-tante?"

"Aih! Jangan salah paham, kadang permintaan datang dari perempuan muda, single yang butuh kepuasan, tapi tak mau ada ikatan. Kita seleksi berdasarkan minat, ada yang memang mau melayani tante-tante, karena biasanya mereka royal memberi hadiah. Perempuan muda lebih pelit."

"Jadi, ini tadi test drive?"

"Ya, hahaha ...." Gadis itu tertawa.

"Aku harus tahu minat Oom, mau tidak melayani gay, threesome, ditonton orang lain, BDSM, wah banyak deh yang aneh-aneh, dan kita harus mengakomodasikan permintaan mereka."

"Sebaliknya," imbuhnya, "keinginan team juga harus dihargai, ada yang tak mau melayani orang yang sama dua kali."

"Kau termasuk yang mana?"

"Aku Mami, bagian pemasaran, tiap malam nongkrong di club ini. Kami booking enam kamar setiap malam, dipakai tidak dipakai tetap dibayar, tentu saja dengan potongan harga khusus, kan borongan."

"Tidak bisa dibawa keluar?"

"Ada biaya tambahan. Tapi kebanyakan pelanggan mau gampangnya, jarang yang semalam suntuk, kebanyakan short time, satu kamar bisa dipakai dua kali."

"Anggota team banyak?"

"Itu rahasia," gadis itu tersenyum, tangannya terus mengusap, "dan setiap anggota team bebas menentukan hari kerjanya, setiap hari sebelum pukul tiga sore mereka harus mengirim pesan akan bekerja atau tidak. Aku akan menyiapkan foto yang bekerja di satu album, tanpa nama, hanya nomor."

"Hmmm ... menarik ...."

"Sepertinya Oom tertarik menjadi investor."

"Bagaimana pembagian penghasilannya?"

"Fifty-fifty, aku kan menanggung biaya sewa kamar dan mereka mendapatkan satu free drink, dapat bookingan atau tidak."

"Apakah semuanya pasti dibooking?"

"Kebanyakan iya sih ... seperti malam ini, sudah habis, jadi tadi aku bisa mengajak Oom bersenang-senang."

"Namaku Dimas, jangan dipanggil Oom."

"Aku Lintang."

.

bersambung

.

Surabaya, 09 Desember 2019

KAWIN KONTRAKWhere stories live. Discover now