Chapter 4 - Dingin & Tajam (Revisi)

27.1K 1.7K 9
                                    

***

Hujan turun begitu deras, tepat saat Rey berhenti di depan rumahku. Kami bergegas berlari menuju teras.

"Untung udah sampe," kataku sambil mengusap air hujan yang sempat mengenai badanku.

Rey mengibas-ngibaskan rambutnya tanpa menanggapi perkataanku.

Kami kembali terdiam sebentar,

"Hmm.. Gue balik dulu ya" ucap Rey tiba-tiba.

"Yakin? Tapi, ini deras loh," ucapku.

"Katanya ga mau lama-lama sama gue?" Rey menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

"A-ah itu-" kalimatku terbata-bata berusaha mencari alasan yang lebih masuk akal.

"Maksudnya, biar gue ga disalahin ntar. Kalo lo kenapa-napa, kan gue duluan yang dicariin karena keluar terakhir bareng lo." Aku mengangguk-anggukan kepalaku merasa yakin dengan jawaban yang baru saja aku lontarkan.

"Ohhh ." balasnya singkat. Tapi, ada nada mengejek yang terselip dari nada suaranya.

"Tapi, terserah lo sih." sambungku lagi.

Rey seperti menahan tawanya.

Sial.

"Ya udah, gue balik ya. Bye."ucap Rey lalu berlari kecil menuju motornya.

***

Semenjak kejadian perkenalan itu, setiap kali bertemu dengan Rey, aku tidak pernah lagi beradu mulut dengannya. Meskipun, awalnya canggung dan agak kikuk. Tapi, seiring berjalannya waktu, semua rasa itu pergi begitu saja.Dia jauh lebih mencair dari biasanya, meskipun sampai sekarang kadang dia masih dingin. Tapi, sejauh ini aku masih bisa mentoleransi hal itu. Kami, jadi lebih dekat satu sama lain, Rey terkadang sering main,hangout,atau bahkan menjemputku disekolah. Tapi, bukan berarti ada hal yang spesial diantara hubungan kami. Dan, kalau boleh jujur aku jauh lebih menikmati pertemanan ini, daripada hal sebaliknya.

"Ter" panggil Rey.

"Hm?"

"Habis ini, langsung gue anter balik ya. Ada urusan soalnya," Rey berhenti mengunyah sambil mencolekku.

Aku menoleh sambil mengernyit "Iya," jawabku.

"Mantap."jawabnya sambil kembali memasukan sesendok es kelapa ke dalam mulutnya.

"Lo mau ke panti asuhan itu ya?" tanyaku.

Dari sudut ekor mataku, aku melihat Rey terdiam sejenak, lalu ia kembali mengaduk-aduk es kelapa miliknya.

"Cuman berkunjung doang." jawabnya dengan nada dingin.

Aku mengangguk "Oh, tapi,kayaknya lo deket banget ya sama mereka. Jadi pengen punya adek." ujarku sambil terkekeh.

Kulihat Rey berhenti menggerakan sendoknya,

"Kenyang, pulang ya." ujarnya sambil menoleh ke arahku sebentar.

Dia lalu mengambil uang dari kantongnya. "Mas,nih uangnya."

Aku memperhatikan gerakan Rey yang sangat cepat ,begitu aku sadar kalo sosoknya sudah berjalan jauh ke arah motor. Aku langsung membereskan tasku dan mengejar Rey.

"Rey!" teriakku.

Langkah Rey yang cukup besar membuatku harus berlari ke arahnya, dan tanpa sengaja aku menginjak tali sepatuku sehingga membuatku mendarat dengan mulus di aspal.

"Ahhhhhhh!" teriakku kencang.

Aku berdiri dengan hati-hati , meringis begitu merasakan sakit di sekitar lututku yang sepertinya sebentar lagi akan berubah warna menjadi biru.

Sambil membersihkan rokku, tiba-tiba tangan seseorang seperti sedang membersihkan bagian lututku.

"Ceroboh." katanya

"Ada yang sakit ga?" tanya Rey.

Aku memerhatikan wajahnya, merasa bersalah menanyakan pertanyaan yang seharusnya tidak penting aku tanyakan.

"Maaf," kataku.

Rey mengerutkan keningnya "Maaf? Untuk apa?"

Aku meneguk pelan "Tadi waktu gue ngomong soal -" kalimatku terpotong saat Rey kemudian berdecak dan memegang kedua bahuku.

Rey menatapku serius "Gue ga marah, dan gue cuman minta untuk ga usah bahas-bahas itu lagi. Oke?"

Aku mengangguk,

Rey tersenyum lega lalu ia mengacak poniku lembut.

Aku tidak tahu apa yang dia sembunyikan dibalik wajahnya yang dingin serta tatapannya yang tajam. Tapi, hari itu aku ingin untuk menghangatkannya.

Meski hanya sekali.


----------------------------------------------

Cerita ini dalam proses editing jadi, mohon maaf kalo ada beberapa chaps yang hilang. Tapi, tenang aja semuanya akan tetap di upload di wattpad. Terimakasih buat semuanya :)

Flip FlopWhere stories live. Discover now