Chapter 6 - Ombak atau Pantai?(Revisi)

24.7K 1.5K 3
                                    


Jariku dengan lincah mengetik di atas keyboard dan, sesekali aku menyeruput segelas coklat panas yang terletak dengan manis di samping laptopku. Siang yang seharusnya kupakai untuk bersantai, malah harus berubah menjadi sesuatu yang menguras otak.

Tugas kelompok yang harusnya dikerjakan bersama, terpaksa harus dikerjakan masing-masing karena, anggota yang lain memilih untuk langsung pulang ke rumah daripada harus tinggal lebih lama di sekolah.

Dan disinilah aku mengerjakan bagianku yang terdiri dari beberapa lembar. Meskipun tidak sampai berpuluh-puluh lembar. Tapi,tetap saja merangkai kata atau sekedar copy paste dari internet dan diubah kembali menjadi kalimat baru, tidaklah mudah.

Setelah hampir 2 jam lebih aku memandangi laptop dan berkutat dengan barisan tulisan yang membuat kepalaku pusing , akhirnya laporan bagianku selesai. Lalu, aku turun ke bawah ke ruang kerja Mama untuk men-nge print tugasku.

"Ma, aku pakai print-nya ya!" seruku sebelum membuka pintu ruangan kerja Mama.

Mama yang sedang berada di dapur, berlari kecil ke arahku sambil membawa spatulanya. "Tintanya habis, kamu print diluar aja dulu ya."

Bibirku memberenggut ke bawah "Yah, mager banget aku keluar,Ma."

Mama menatapku intens "Tere, hal-hal kayak gitu gak boleh dipelihara. Udah, kamu keluar aja toh, di luar kompleks banyak tempat fotocopy." Mama mengarahkan dagunya ke arah luar.

"Iya, bu komandan siap. " kataku sambil berjalan mengarah keluar.

"Tere?"

Aku menoleh, Mama menatapku dengan raut wajah seperti seolah menungguku untuk berkata sesuatu.

"Oh, Tere pamit ya." ujarku dengan senyuman lebar yang diikuti dengan gelengan serta senyuman diwajah Mama. Lalu setelahnya, aku bergegas keluar tanpa menggunakan payung, berjalan di bawah teriknya matahari yang panasnya terasa menusuk ke kulit kepalaku.

Begitu, aku sampai di tempat fotocopy , terlihat begitu banyak orang yang sedang mengantri. Maklum, karena memang daerah tempat tinggalku berdekatan dengan salah satu kampus negri. Jadi, keadaan tempat fotocopy rasanya tidak akan pernah sepi pengunjung.

Akhirnya, aku memilih untuk mengantri di salah satu tempat fotocopy yang antriannya tidak terlalu membludak.Selang beberapa menit, antrian semakin menipis dan giliranku hampir tiba sampai, seseorang dari belakang mencolek bahuku.

"Sorry," katanya.

"Ada apa?"

"Lagi buru-buru ga?" tanyanya sambil menghapus jejak keringat di sekitar pelipisnya, wajahnya terlihat  memerah, dan terlihat panik.

Aku menggeleng "Gak, kenapa ya?"

Ia tersenyum nyaris terlihat meringis "Saya boleh ambil tempat mba, ga?" tanyanya.

Aku terdiam sejenak,

"Dosen saya butuh paper ini sekarang" Ia menunjukkan beberapa lembar kertas padaku "makanya saya lagi buru-buru."  Wajahnya yang bercampur panik, dan keringat yang menghiasi wajah pria itu, membuatku tidak tega dan memilih untuk mengalah dan memberikannya tempat.

"Oh,boleh. Silahkan aja." kataku sembari meminggirkan badanku, menyuruhnya untuk maju ke tempatku.

Ia mengambil tempatku dan menoleh kembali, kali ini ia benar-benar tersenyum tulus "Makasih ya,"

Aku hanya menanggapinya dengan mengangguk sambil tersenyum kecil. Jujur, aku benci berinteraksi dengan pria yang memiliki paras yang begitu baik, dan ditambah dengan senyuman yang mampu membuatku mati gaya. Ah, kupikir Tuhan memang terlalu baik pada pria di depanku ini.

Flip FlopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang