03 - The Blue Color

25 15 0
                                    

"You can change your wife, your politics, religion. But you never change your favourite football team."

-Eric Cantona

---

Terry bersama Angelina dan Robert menyusuri jalanan menuju stadion. Karena jaraknya dari tempat tinggal Angelina cukup dekat, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Terry menatap grafiti yang terdapat di tembok saat mendekati stadion. Banyak kalimat mendukung kedua klub. Namun, ada juga kalimat mengejek di bawahnya dengan memakai warna cat yang berbeda.

"Sudah biasa orang-orang sini melakukan itu," terang Angelina saat melihat Terry terfokus pada graffiti itu. "Aku juga sering membuat kalimat ejekan di sini."

Terry hanya menyeringai sambil menepuk pelan kepala kekasihnya. Tak terasa mereka telah sampai di depan stadion, telah banyak orang berkumpul di sana yang memakai atribut klub dukungannya, dengan warna merah dan biru yang mendominasi. Mereka bertiga melangkah membelah kerumunan itu, gegas menuju pintu masuk.

Angelina yang sudah memiliki tiket, lantas menyerahkannya pada petugas dan langsung memasukki stadion. Suara bising lantas menyambutnya kala meraka berada di dalam, mereka berjalan ke bagian sisi lapangan paling depan, dekat dengan tribune Selatan tempat Curva Sud Milan berada. Setelah merasa nyaman dengan duduknya, Angelina mengeluarkan cemilan, lantas menawarkannya pada Terry dan Robert.

Meski pertandingan belum dimulai, para supporter terdengar riuh menyoraki para pemain yang tengah melakukan pemanasan. Dari kedua Curva, banyak koreo yang ditampilkan, walau pertunjukkan utamanya belum dikeluarkan.

Tak henti Terry memutar kepalanya melihat sekeliling, darahnya terasa berdesir lebih deras dari biasanya ketika melihat suasana di stadion. Perasaan luar biasa selalu menghiasinya kala berada di tempat ini. Dia melihat pemain Inter di lapangan, sambil tersenyum, imajinasinya mulai bermain, membayangkan suatu saat dia akan berdiri di sana, berjalan mengitari lapangan, serta memberi penghormatan pada para penggemar.

"Hei, apa kau Sebastiano Terry?" Pria berbadan gempal yang duduk di sebelahnya menyapa. "Pemain Crystal Palace, 'kan?" tebaknya lagi. Terry mengangguk sembari tersenyum ramah. "Kudengar kau akan ke Atalanta Januari nanti?"

"Yeah, masa pinjamanku sudah berakhir."

"Kenapa nonton Derby Milan? Ada sesuatu yang membuatmu tertarik, huh?" Pria dengan setelan Inter Milan itu menaikkan alis. "Jika permainanmu bagus. Inter pasti akan tertarik padamu. Berusahalah!" Terry mengamini perkataan pria itu. Senang rasanya ada penggemar Inter yang berkata seperti itu padanya.

"Bicara apa kau, Pak Tua?" Angelina menanggapi sembari menatap tajam pada pria di sebelah Terry. "Asal kau tahu, dia tak sudi memakai seragam kotor itu!"

Robert yang duduk di antara Terry dan Angelina tak sadar tangannya mengepal sambil menatap heran pada Angelina. Beruntung wanita itu terfokus pada lawan bicaranya, tak sempat melihat ekspresi Robert.

"Tunggu, sepertinya aku mengenalmu." Pria itu menyimpan telunjuk di pipi, mengingat-ngingat "Kau Angelina, 'kan? Pemilik butik Milan? Wanita sepertimu tidak pantas menjelekkan Inter! Urus saja butik murahanmu!"

Pria itu tertawa kencang sekali bersama rekan di sampingnya. Hal itu sontak menyulut emosi Angelina, dia berdiri dan menghampiri pria tua itu dengan mata sedikit melotot. Terry lantas berdiri, dia menarik dan memeluk badan wanita itu mencoba menenangkannya serta meminta pria tadi agar tidak mengoloknya. Angelina berusaha meredam amarah sambil memejamkan mata, dengan debaran napas yang masih memburu, dia kembali ke tempat duduknya.

"Kau tak perlu sampai emosi seperti itu. Abaikan saja."

Angelina menoleh saat mendengar Robert berkata padanya. Sejak pertemuan pertamanya, baru kali ini lelaki berkacamata itu mengajaknya berbicara. Angelina pun menenangkan diri dan mengatur mimik wajahnya. "Maaf, aku sedikit terpancing. Pria menyebalkan itu yang memulai."

The Two Colors of Fate in MilanWhere stories live. Discover now