16 - Hurtful Confession

7 9 0
                                    

November menjadi bulan paling buruk bagi Terry dalam dua tahun terakhir. Setelah musim lalu dia dibekap cedera, sekarang pun kembali menepi dari lapangan di bulan yang sama. Luka di pergelangan kakinya cukup parah, membuatnya harus beristirahat dalam beberapa pekan. Terry harus rela tidak bisa membela Timnas Italia. Saat ini International Break dimulai, atau libur kompetisi level klub dan pemain membela negaranya masing-masing. Terry sebenarnya masuk skuad Italia untuk kualifikasi Piala Eropa. Namun, dengan kondisinya saat ini, posisinya diserahkan pada pemain lain.

"Saat seperti ini pun kau enggan menemuiku Angel? Sekecewa itukah kau padaku?" Terry bergumam pelan sembari memandang foto kekasihnya.

Hal ini semakin menguatkan asumsi Terry tentang apa yang akan terjadi pada Angelina saat mengetahui tentang dirinya yang sebenarnya. Saat menolak Milan saja efeknya sudah seperti ini, apa yang akan terjadi saat wanita itu tahu dia seorang Interisti? Terry bergidik ngeri, tidak sanggup membayangkan hal buruk yang akan menimpanya.

Ponsel yang tersimpan di sisi pembaringannya berbunyi nyaring, Terry terlonjak berharap dari Angelina. Ketika dilihatnya nama Anna Barbara tertera di layar, Terry sedikit kecewa. Dia mengusap tombol warna biru, menerima panggilan video tersebut.

"Hallooo, My Friend. Kulihat di berita kau kembali cedera, ya?"

"Tidak hanya cedera fisik. Hatiku juga cedera," balas Terry dengan menunjukkan wajah malas.

"Kenapa memangnya? Angelina masih marah padamu?"

"Mungkin lebih buruk Anna. Ini situasi terburuk dalam masalah cinta yang kuhadapi."

Terry mulai bercerita tentang apa yang terjadi. Dimulai dari Angelina yang seolah mengacuhkannya, sampai sekarang di saat dia cedera pun wanita itu tetap tidak ada. Terry benar-benar merasa hampa. Menjalani hari di tempat tidur, kamar mandi, juga bermain game bersama Robert. Setidaknya, dia ingin Angelina berada di sisinya saat ini.

"Kau harus menemuinya." Barbara memberi saran. "Kau harusnya sadar ini benar-benar tidak wajar," sambungnya lagi melanjutkan perkataannya. "Jika aku jadi Angelina. Aku pasti sudah ada di sisimu sekarang. Melihat kau cedera seperti ini, tak ada alasan bagiku untuk menjauh darimu. Kecuali ..."

Barbara menggantung kalimatnya seraya menatap manik mata Terry lekat. "Kecuali ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa menemuimu."

Terry diam, mencerna perkataan Barbara yang sedikit menusuk perasaannya.

***

Beberapa hari setelahnya, Terry memaksakan diri untuk pergi ke Milan. Dia tidak bisa berdiam diri saja di kamar dan hanya memikirkannya. Dia harus menuruti perkataan Barbara untuk menemui Angelina secepatnya. Meski rasa nyeri pada kakinya masih sangat terasa, dia bersikeras untuk berangkat ke Milan sekarang. Dengan dibantu Robert, Terry berjalan tertatih menuju mobil miliknya.

"Apa harus sekarang? Kondisimu masih mengkhawatirkan," kata Robert sambil membuka pintu mobil.

"Jangan banyak bicara, cepat bawa aku ke Milan!" perintah Terry seraya meluruskan kakinya, mencari posisi duduk yang nyaman.

Robert hanya bisa menuruti perintah kakaknya itu. Setelah mengunci pintu rumah, dia segera masuk ke mobil dan melajukannya. Alunan lagu dari Maroon 5 menemani perjalanan mereka. Sesekali Terry menyanyikan lirik dari lagu One More Night yang diputarnya.

"Sejujurnya, aku lebih suka kalau kau berhubungan dengan Barbara." Robert membuka percakapan. "Dia tahu tentangmu lebih dari siapa pun, bahkan Ayah."

Terry tak menampik hal itu, memang banyak yang bilang kalau dia sangat cocok apabila bersanding dengan Barbara. Mark adalah saksi dari kedekatan dua orang itu. Setiap kali Terry berlatih seorang diri, Barbara selalu berada di sisi lapangan untuk menyemangati. Di saat banyak orang yang meragukannya, justru Barbara paling depan dalam mendukung perjalanan Terry sebagai seorang pemain bola.

Namun, Terry tidak berpikir sampai di situ. Selama ini, Barbara hanya menjadi sahabat terbaiknya. Baginya, Barbara seperti sosok ibu yang sangat perhatian terhadapnya. Terlebih wanita itu telah lama menjalin hubungan spesial dengan pria lain.

Terry hanya tertawa mendengar perkataan Robert sambil memandang fotonya ketika kecil sedang tersenyum bersama Barbara.

***

Dalam waktu satu jam, mereka sudah sampai di Kota Mode. Terry menyuruh Robert menuju butik Angelina yang berada di sekitar San Siro. Dia yakin kekasihnya sedang berada di sana. Terry sengaja tidak memberitahu kedatangannya, dia takut jika mengabari, Angelina malah sengaja menjauhinya. Sesampainya di butik, Robert memakirkan mobil di area parkir. Terry melempar pandang ke dalam butik, terlihat Angelina tengah berinteraksi dengan pengunjung. Tak sadar senyumnya mengembang saat menatap kekasihnya dari jauh. Dia sangat merindukan senyum manis wanita berambut pirang itu. Senyuman yang belakangan ini seolah menghilang dari kehidupannya.

Terry keluar dari mobil sedikit terpincang, sontak Robert membantunya berjalan mendekati butik. Angelina melongo begitu melihat kedatangan Terry, mulutnya menganga lebar sampai membuat gelato yang dimakannya terjatuh. Melihat hal itu, Nora lantas mengambil alih, paham dengan kondisi batin kakaknya.

"Hallo, My Prince. Good to see you."

"Hai, Nora. Bisakah kau panggil kakakmu?" pinta Terry langsung pada tujuannya.

Nora berpikir sejenak, sedikit ragu. Ketika dia hendak beranjak, Angelina telah berada di depannya dengan menatap sayu pada Terry. Nora lantas mengajak Robert untuk memberikan waktu bagi mereka.

Angelina menatap Terry datar, seakan tidak menginginkan kehadiran lelaki itu di sini. Dia lantas berjalan keluar, lalu masuk ke mobil diikuti Terry. Di dalam, tatapannya begitu serius, melihat jalanan di depannya tanpa berkata sepatah kata pun.

"Kenapa kau jadi seperti ini Angel?" Terry mengadahkan pandangan ke depan sambil mengembuskan napas. "Apa kau sudah tak peduli dengan yang terjadi padaku?"

Angelina memejamkan mata sambil menggigit-gigit bibir, merasakan kegelisahan yang melanda hatinya. Dia tidak tahu harus mulai dari mana tentang apa yang dikatakan ayahnya. "Terry, aku tak bermaksud—"

"Dulu, aku bermain bola atas keinginanku sendiri. Tapi sekarang, aku memiliki dirimu sebagai penyemangatku. Jadi tolong, jangan membuatku menderita, Angel."

Mata Terry berkaca-kaca saat mengatakan itu, membuat Angelina semakin tidak tega untuk memberitahu kenyataan yang harus mereka hadapi.

"Terry, bukannya aku ingin memperburuk hubungan kita. Tapi sekarang kita dihadapkan pada keadaan yang cukup sulit—" Angelina menahan kalimatnya, benar-benar tidak sanggup mengatakan itu pada Terry.

"Angel jangan bilang kau?" Suara Terry agak gemetar dengan bibirnya sedikit gemetar.

"Waktu kau cedera, tadinya aku akan menemuimu. Tapi saat itu Ayah datang padaku dan membawa berita buruk." Angelina menguatkan diri untuk menatap Terry. "Ada seseorang yang melamarku, dan Ayah ingin aku menerimanya."

Saat itu, pandangan Terry mendadak gelap. Dia menghempaskan kepala pada jok mobil, merasakan sesuatu yang keras menghantam kepalanya. Terasa begitu pening. Sampai membuatnya tidak bisa berkata apa-apa.

The Two Colors of Fate in MilanWhere stories live. Discover now