Part 4

6.9K 954 30
                                    

Aletta berdiri di depan pintu masuk rumah sakit bersama dengan Laura dan Gretta yang selalu menjaganya saat berada di rumah sakit. Hari ini Aletta telah diperbolehkan pulanh oleh dokter, dan ia masih harus mendatangi rumah sakit beberapa kali lagi untuk memeriksakan keadaannya.

Sebuah taksi berhenti di depan tiga orang itu. Laura membukakan pintu untuk Aletta dan ibunya, kemudian memasukan barang-barang bawaannya ke bagasi mobil.

Taksi melaju, membelah kota S yang pagi itu cukup lengang. Pandangan mata Aletta hanya tertuju pada tepi jalanan. Menatap rindangnya pepohonan hijau yang berbaris rapi di sepanjang jalan.

Pikiran kosongnya buyar ketika ia merasa kehangatan menjalar di tangannya. Ia melihat ke arah sana dan menemukan Gretta menggenggam tangannya. Aletta segera menarik tangannya, membuat Gretta tersenyum hampa. Wanita paruh baya itu merasa sedih karena keponakannya masih menganggapnya orang lain.

Taksi sampai di sebuah rumah kecil yang sudah nampak tua.

"Nah, kita sampai." Laura membuka pintu mobil dan turun dari sana. Begitu juga dengan Aletta dan Gtetta.

Aletta menatap bangunan tua di depannya. Berbanding terbalik dengan kediamannya dulu. Aletta tidak pernah menilai kehidupan seseorang dengan status sosialnya, ia hanya kasihan pada pemilik tubuh sebelumnya yang ternyata tinggal di tempat seperti ini.

"Selamat datang di rumah, Qyra." Gretta membuka pintu lebar, wajahnya dipenuhi senyuman hangat. Namun, sayangnya reaksi Aletta masih sama. Wajahnya terlihat begitu dingin.

Aletta masuk ke dalam kediaman itu. Ia dibawa ke kamarnya oleh Laura dan Gretta.

"Nah, ini adalah kamarmu." Laura berjalan ke arah jendela dan membukanya. Ia bersandar di jendela sembari menghirup udara segar. "Ah, udara di rumah memang jauh lebih baik dari rumah sakit." Ia tersenyum senang.

"Istirahatlah. Bibi akan memasak untukmu. Laura akan menemanimu di sini." Gretta menatap Aletta hangat kemudian keluar dari kamar itu.

Laura menjauh dari jendela. Ia mendekat ke arah Aletta yang saat ini mengamati seisi kamar.

"Kau mengingat sesuatu tentang kamar ini?" Laura bertanya sambil mengikuti arah pandang Aletta yang kini berhenti pada satu titik.

"Pinjami aku uang."

Laura diam sejenak. Bukan itu jawaban atas pertanyaannya barusan.   Laura mengeluarkan dompetnya, ia melihat beberapa lembar uang yang ada di sana. Uang yang sudah ia siapkan untuk keperluannya selama satu bulan penuh. Tanpa bertanya ia mengeluarkan beberapa lembar dari sana, hanya menyisakan tiga lembar saja untuk keperluannya.

"Aku cuma punya segini. Ambilah." Laura menyerahkan uang itu pada Aletta.

Aletta menerimanya. "Akan segera aku kembalikan."

"Hey, kau mau ke mana, Qyra?" Laura melangkah tergesa menyusul Aletta yang keluar dari kamar.

"Qyra, setidaknya beritahu aku kau mau ke mana?" Laura berdiri di belakang Aletta sembari mengatur napasnya.

"Aku akan segera kembali." Aletta menaiki taksi yang sudah ia hentikan lalu pergi meninggalkan kediaman itu.

"Qyra!" panggil Laura putus asa.

"Aih, ke mana dia mau pergi?" Laura meremas jemarinya. "Dia tidak akan bunuh diri lagi, kan?" Laura mulai cemas.

"Tidak. Dia tadi mengatakan akan segera kembali. Dia pasti tidak akan bunuh diri lagi." Laura meyakinkan dirinya, meski kenyataannya ia tidak bisa yakin akan ucapannya sendiri.

"Ah, sial! Harusnya aku tidak memberikan uang itu padanya," umpat Laura kesal pada dirinya sendiri.

"Ada apa?"

Another Life : Revenge and LoveWhere stories live. Discover now