Part 8

7.9K 1K 37
                                    

Seperti ucapannya, Kenneth mengunjungi kediaman Calvin. Hanya saja ia tidak datang sepulang bekerja karena ternyata team dokter yang bekerja sama dengannya menyiapkan acara untuk merayakan bergabungnya dirinya ke dalam rumah sakit itu.

Dengan boneka beruang berukuran besar, Kenneth masuk ke dalam rumah Calvin dan menunggu di ruang tamu. Sembari menunggu, Kenneth memperhatikan sekitarnya. Ini adalah pertama kalinya Kenneth mengunjungi kediaman kakaknya.

"Kau terlambat, Ken." Calvin menghampiri adiknya setelah diberitahu oleh pelayan yang tinggal di kediaman Calvin.

"Kau terlambat, Ken." Calvin menghampiri adiknya.

"Aku akan meminta maaf pada Meisie. Di mana dia sekarang," tanya Kenneth.

"Aku akan mengantarmu ke kamarnya." Calvin melangkah dan diikuti oleh Kenneth.

"Bagaimana hari pertamamu bekerja? Kau tidak membuat dokter residen menangis, kan?" Calvin memiringkan kepalanya, menatap sang adik dengan wajah tersenyum. Calvin sangat mengenal adiknya. Selain terlalu serius, adiknya juga pribadi yang dingin. Hanya beberapa orang yang bisa mendekatinya. Adiknya juga bukan orang yang berbelas kasih, dan terkesan galak. Calvin yakin sekali banyak orang yang sudah dibuat menangis oleh Calvin, terlebih junior Calvin.

"Apa aku terlihat suka membuat orang menangis?" Kenneth balik bertanya. Selama ini ia tidak pernah merasa seperti itu. Ia akan marah jika orang lain melakukan kesalahan. Itu ia lakukan agar orang itu bisa memperbaiki kesalahan.

"Astaga, jadi kau tidak menyadarinya?"

Kenneth diam sejenak. Mungkin benar apa yang kakaknya ucapkan. Ia akui bahwa dirinya memang tidak terlalu peduli pada perasaan orang lain. Ia akan mengatakannya meski pahit. Meski ia tahu orang itu mungkin tidak akan bisa menerima ucapan jujurnya.

Larut dalam pikirannya, Kenneth kini sampai di depan sebuah pintu. Ia mengerutkan keningnya karena Calvin mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk.

Ada orang lain di dalam?

Ia tidak tahu jawabannya sebelum ia masuk ke dalam ruangan. Calvin membuka pintu, dan benar saja, di dalam sana ada orang lain.

Kenneth menatap wanita yang kini melihat ke arahnya dengan tatapan terkejut. Tunggu, Kenneth pernah melihat wanita ini, tapi di mana? Kenneth mencoba mengingat kembali, ia yakin bahwa ia pernah bertemu dengan wanita yang saat ini hendak menidurkan Meisie.

"Paman Kenneth!" Meisie turun dari ranjang dan berlari ke arah Kenneth. Gadis ini tidak pernah bertemu dengan Kenneth secara langsung, tapi ia sering melakukan panggilan video dengan pamannya ketika ia bersama kakek dan neneknya, maupun papanya.

Kenneth mengesampingkan tentang Qyra. Ia merentangkan sebelah tangannya lalu memeluk Meisie. "Ah, gadis kecil Paman." Kenneth terlihat begitu hangat. Ada alasan lain kenapa Kenneth menyayangi Meisie. Selain putri dari kakaknya, Meisie juga putri dari wanita yang paling ia cintai setelah ibunya.

"Paman kau terlambat," oceh Meisie.

Kenneth menunjukan wajah menyesal. "Maafkan Paman. Sebagai gantinya Paman membawa ini untuk Meisie." Ia menyerahkan boneka beruang besar yang ia bawa.

Wajah Meisie bersinar bahagia. Ia segera meraih boneka yang Ken berikan, dengan mata bulatnya ia menatap Ken lalu berkata, "terima kasih, Paman."

Kenneth tersenyum bahagia. "Sama-sama, Meisie."

"Qyra, kau baik-baik saja?" Suara Calvin mengalihkan atensi Kenneth dan Meisie. Mereka menatap Qyra serentak.

Qyra yang hendak di raih oleh Calvin segera menjauh, ia masih belum bisa mengendalikan dirinya. Ia jijik dengan sentuhan Calvin.

Another Life : Revenge and LoveWhere stories live. Discover now