Part 17 ~ On the Way

484 60 0
                                    

Perempuan tidaklah sesulit yang kamu bayangkan. Caramu memperlakukannya adalah caranya memperlakukanmu. Caramu memudahkannya ialah caranya memudahkanmu pula.



Mimpi manusia itu aneh-aneh. Cara menafsirkan pun juga aneh. Sering kali tidak masuk akal. Aku pernah mendengar beberapa penafsiran mimpi sejak aku kecil. Namun, sampai sekarang aku tidak pernah menemui apa arti mimpiku yang mencium aroma makanan saat aku tidur.

Tunggu dulu.

Apakah saat bermimpi, orang tersebut mengetahui jika dia sedang di alam mimpi?

Nyawaku kembali perlahan, semakin membuat bau-bau itu tercium jelas. Yang pertama kali kulihat adalah langit-langit abu-abu yang sangat rendah. Dan sangat sempit.

"Kamu udah bangun?"

Kali ini aku benar-benar tersadar dan segera terduduk begitu mendengar suara mas Lintang.

"Aku ngagetin, ya?" nadanya tak enak hati.

Wajah tampan yang kuingat terlihat buram akibat terhalang pusing dan belek di mataku. Untunglah semakin terlihat jelas setelah beberapa detik.

"Ndak apa-apa," ucapku sembari mengucek mata.

Dari balik kaca yang terbuka, aku bisa melihat beberapa mobil berhenti atau berlalu lalang. Itu menghapus rasa penasaranku akan bau makanan yang tercium ketika aku menemukan sebuh restoran di sana. Ternyata aku tidak sedang bermimpi tadi.

"Makan dulu, baru salat," mas Lintang menyodorkan sebuah kotak styrofoam. Hangat, seperti senyumnya.

"Mas ndak makan?"

Ia mengangguk, "udah tadi, pas kamu tidur."

Aku berubah merengut, "Kenapa ndak bangunin?!"

Aku tidak tahu kenapa aku merasa kesal, karena tidak ada yang salah darinya. Tetapi, bagaimana jika dia melihat kebiasaan tidurku yang buruk, seperti mengigau, mendengkur, tersenyum sendiri, atau yang paling parah membuat pulau dengar air liur?

Diam-diam aku meraba kursi tempat kepalaku berlabuh tadi. Sudut kanan-kiri, atas-bawah-tengah. Sepertinya tidak ada tanda-tanda basah atau lembab. Alhamdulillah ... setidaknya aku tidak mengotori mobil mewahnya.

"Aku udah coba tadi. Aku panggil beberapa kali nggak mempan,"

Aku melotot mendengar pengakuannya. Ya Allah ... sekebo itu kah hamba?!

"Nggak ... aku nggak nyolek kamu, aku nggak nyentuh kamu," kedua katangannya berekasi melambai, ikut menolak.

Oh, dia salah mengartikan lagi. Padahal aku tidak pernah berpikir bahwa dia membangunkanku dengan cara seperti itu. Menyentuh saja dia terlihat sungkan.

Namun, kali ini aku membiarkan dia berspekulasi sendiri. Tanpa repot menjelaskan, aku mulai menyantap makan siangku. Aku tidak tahu ini dimana tepatnya, yang jelas kami sedang beristirahat di rest area.

Nasi dan ayam gorengnya sangat enak, tetapi hatiku menjadi tidak enak saat mas Lintang masih menatapku dari suapan demi suapan.

"Mas mau makan lagi?" tawarku, mungkin dia lapar lagi.

"Ah, enggak. Aku tunggu di luar aja." setelahnya dia benar-benar keluar. Buru-buru sekali. Dia kenapa?

Memilih tidak perduli, kulanjutkan kegiatan mengunyahku. Sesekali aku melihat mas Lintang bersandar di kap mobilnya sembari menerima telepon. Aku pikir itu penting. Dia seorang pebisnis.

Pebisnis yang rela mengatar pulang calonnya di tengah-tengah kesibukan. Hiyaah ....

Wajahku memanas sendiri sebab pikiran kelewat baperku. Terus berlanjut hingga daun selada yang tersisa di tangan. Kubiarkan saja, karena aku memang tidak begitu suka dengan sayuran yang belum dimasak.

Awry [Lengkap]✔️Where stories live. Discover now