Part 20 ~ The 28th

530 52 1
                                    

Terima kasih untuk hati yang tetap kuat walau usia sudah segini.

🐧

Dinginnya ac lobi membuatku terkejut. Merinding seketika. Sangat kontras dengan hawa di luar sana. Padahal masih sangat pagi. Mendongak, aku melihat ac yang aku tahu selalu menyala 24 jam di sini. Apa dia tidak lelah lalu rusak? Entahlah, ac itu hanya menjalankan tugasnya.

"Ngelihatin apa, mbak?"

Aku kembali terkejut dengan keberadaan perempuan berseragam petugas kebersihan. Membuatku refleks memeluk tas jinjingku.

Untungnya aku bisa bernapas lega karena itu hanya Ratih, bukan orang sok tahu yang kemudian menuduhku maling spesialis ac.

"Wa'alaikumussalam," sindirku.

Tapi dasar anak muda, dia justru hanya tersenyum geli lalu melirik barang-barang di sekitarku.

"Mau ke atas, kan? Ayok, Ratih bantuin!" gadis itu tanpa permisi langsung membawa koper dan sebuah kardus yang lumayan berat.

Bahkan dia tidak terlihat kesusahan sama sekali saat menuju pintu lift, hingga lift terbuka pun dia masih betah menjinjing kardusnya. Wah, dia sangat kuat.

"Mbak baru pulang kampung, ya?" tanyanya setelah aku menekan lantai tujuan.

Aku mengangguk sambil tersenyum, "Iyap!"

"Emang ada acara apa, mbak? Kan bukan waktunya lebaran."

Wajahku langsung memanas mengingat apa alasan aku pulang kampung. Dan mungkin itu terlihat jelas hingga Ratih mulai menggoda dengan senyum nakalnya.

"Waahh ... jadi cowok yang waktu itu udah diajak main ke rumah ya, mbak?" dia terlihat menyebalkan dengan alisnya yang naik turun.

Saat terjebak dalam situasi seperti ini, aku memilih diam. Karena kalaupun dijawab pasti anak ini akan bertanya lebih, misalnya bagaimana jalan cerintanya. Dan aku tidak sanggup untuk menyediakan jawaban yang lebih halus selain: 'kepo!'.

Meski aku sedang berbicara dengan orang yang lebih muda dariku, aku tahu itu tidaklah sopan untuk orang yang belum akrab betul.

"Ciee ... jadi beneran? Wah, nggak heran sih kalo mbak Sekar balik ke sini agak lamaan."

Diam-diam aku membenarkan. Kembalinya aku ke sini memang mundur dari hari yang semestinya. Padahal aku sudah berjanji pada mbak Lisa dan mbak Karin jika aku akan kembali dalam seminggu. Nyatanya aku baru kembali dalam sembilan hari. Aku pikir mereka tidak akan marah. Hanya terlambat dua hari. Mereka pasti paham seberapa jauh perjalananku.

"Tapi kasihan teman-teman mbak Sekar," lanjut Ratih.

Segera aku mengernyit. Jika yang dimaksud Ratih adalah mbak Lisa dan mbak Karin, aku penasaran apa yang sudah terjadi, "Memang kenapa mereka?"

Namun entah mengapa Ratih jadi salah tingkah setelah aku bertanya demikian. Sikapnya semakin aneh setelah buru-buru mengajakku keluar lift setelah pintu terbuka kemudian mendahuluiku dengan sedikit berlari.

"Nah ... welocome back home, mbak Sekar!" serunya heboh seraya mengangkat tangan.

Sementara aku memandangnya aneh, "oh, hore!" tetapi aku tetap membalas rasa gembiranya dan ikut mengangkat tangan.

Awry [Lengkap]✔️Where stories live. Discover now