EPISODE 2

5.6K 305 2
                                    

AWAL MULA

Awal Agustus 2002

Rumah Keluarga Barata begitu ramai dengan hadirnya para tamu yang diundang dalam peresmian Bisnis Keluarga. Heru Barata tampak begitu bersenang-senang dan bangga di tengah acara itu.

"Luar biasa Tuan Barata..., sangat luar biasa," puji Hendra Darmawan - salah satu koleganya.

"Terima kasih Pak Hendra, semua bisnis ini tidak akan berjalan dengan baik jika bukan karena bantuan dan kerja sama yang kooperatif dari anda," balas Heru.

"Tentu saja Tuan Barata, saya sangat senang karena bisa bekerja sama dengan anda. Oh ya perkenalkan, ini anak-anak saya," Hendra menunjuk ke arah kedua Puteranya.

Kedua Pemuda itu memberi salam pada Heru dengan hormat.

"Yang Pertama namanya Aditya Darmawan dan yang kedua namanya Adam Darmawan," tambah Hendra.

"Wah..., Pemuda-pemuda yang luar biasa. Saya juga punya dua orang Puteri, dan dua-duanya belum menikah. Siapa tahu mereka bisa berjodoh dan kita bisa menjadi besan," ujar Heru, senang.

"Sayang sekali Tuan Barata, anak tertua saya sudah menikah. Hanya tinggal anak bungsu saya yang masih lajang."

"Wah..., kalau begitu saya hanya bisa menjodohkan salah satu Puteri saya pada Putera bungsu anda. Mari..., saya perkenalkan," ajak Heru.

Mereka berjalan menuju rumah bagian tengah, di mana saat itu Isteri dan kedua Puteri Heru Barata tengah bersantai di ruang keluarga. Mereka pun berbalik seketika saat mendengar kedatangan Heru bersama rekan bisnisnya.

"Nah..., perkenalkan, ini Isteri saya Hanifa Barata, dan ini kedua Puteri saya Aisyah dan Ariana Barata," ujar Heru.

Hanifa berjabat tangan dengan Hendra, diikuti oleh Ariana dan Aisyah yang mencium tangan Pria itu selayaknya Orangtua sendiri.

"Nah..., Ai..., Aria..., ini Putera Om Hendra, yang tertua namanya Aditya dan dia sudah menikah. Yang kedua namanya Adam dan dia masih lajang," tambah Heru.

Ariana segera menjabat tangan Aditya dan Adam, namun ketika tiba giliran Aisyah untuk berkenalan, ia hanya menangkupkan kedua tangannya di depan dada sehingga Aditya dan Adam pun membalas dengan hal yang sama.

"Kenapa tidak berjabat tangan Ai?," tanya Heru.

"Maaf Romo..., mereka berdua bukan mahram saya, saya tidak bisa berjabat tangan dengan mereka," jawab Aisyah, polos.

Ariana mengibaskan rambutnya yang tergerai indah dari bahunya, lalu menatap sinis pada Kakaknya.

"Sudahlah Romo..., Mbak Ai kan memang terlalu sombong," ujarnya, untuk menjatuhkan harga diri Aisyah.

"Bukan sombong..., Kakak kamu benar, dia bukan mahram kami jadi tidak boleh bersentuhan begitu saja. Allah tidak akan suka," bela Adam, tiba-tiba.

Heru menatap Pemuda itu dengan bangga.

"Luar biasa..., ternyata kamu satu pemahaman dengan Ai..., sangat luar biasa," puji Heru.

Ariana menggeram marah diam-diam, ia menatap dengan penuh kebencian terhadap Aisyah yang terus-menerus mendapat pembelaan dari orang lain.

Adam mengagumi Aisyah sejak mendengar jawabannya, ia mulai tersenyum diam-diam untuk Wanita itu. Aisyah pun sangat merasa bersyukur ketika mendengar sanggahan dari Adam atas apa yang Ariana katakan tentang dirinya, namun ia hanya mampu untuk menundukkan kepalanya dan menghindari tatapan Pria itu agar tak menjadi dosa.

'Aku tak memandangmu hari ini, namun jika Allah mengizinkan maka aku akan memandangmu di masa depan.'

* * *

"Dam..., jadi bagaimana jawabanmu? Apakah kamu sudah memilih?," tanya Hendra, pada Putera bungsunya.

Adam tersenyum bahagia, sementara Aditya terus-menerus menggoda Adiknya yang akan segera menikah melalui perjodohan dengan keluarga Barata.

"Alhamdulillah Pak, saya sudah memilih sejak awal dan Allah juga memberikan jawaban yang sama setelah saya beristikharah semalam," jawab Adam, yakin.

Hendra dan Isterinya saling pandang sambil tersenyum bahagia.

"Jadi..., siapa pilihan Adik bungsuku yang tampan ini???," goda Aditya.

Senyuman di wajah Adam semakin merekah indah bagaikan bunga yang baru saja mekar.

"Insya Allah, saya akan menikahi Aisyah..., Wanita yang membuat saya jatuh hati ketika pertama kali bertemu dan Insya Allah, Allah akan memberikan ridha-Nya untuk kita semua," jawab Adam dengan mantap.

"Alhamdulillah..., kalau begitu Bapak akan segera mengabari Keluarga Barata sekarang juga," Hendra pun segera meraih telepon di ruang tengah dengan bahagia.

Fatimah memeluk Putera bungsunya dengan erat dan penuh kasih sayang.

"Insya Allah Nak, Ibu ridha kamu menikah dengan Aisyah, Ibu yakin kamu akan bahagia bersamanya sampai akhir hayat," ujarnya, berlinang airmata.

"Amiin Bu..., ridha dan restu dari Ibu adalah bekal untuk saya dan Aisyah agar menjadi keluarga yang bahagia di masa depan," ujar Adam.

Aditya mendekat dan memeluk Adiknya.

"Barakallah..., kamu akan segera menjadi Imam dalam keluarga kecilmu, jadi bersiap-siaplah untuk belajar memuliakan Isterimu dan menjaganya dengan baik," pesannya.

Adam mengangguk, pertanda bahwa ia mengerti apa yang dimaksud oleh Kakaknya.

Heru menutup telepon rumahnya dan segera kembali ke ruang keluarga dengan wajah yang berbinar bahagia.

"Adam sudah menetapkan jawabannya, dia sudah memilih dan akan menikahi Puteri kita," ujar Heru pada Isterinya.

Ariana mendadak bahagia luar biasa mendengar kabar tersebut, ia merasa yakin sekali kalau Adam akan memilihnya. Biar bagaimana pun, dirinya selalu terlihat lebih cantik dibandingkan dengan Aisyah yang selalu saja 'membungkus' dirinya dengan jilbab dan baju yang kebesaran.

"Jadi, siapa yang dipilih oleh Adam?," tanya Hanifa, tak sabar.

"Aisyah..., Adam akan menikahi Ai!!!," seru Heru, bahagia.

Aisyah yang mendengar jawaban itu langsung menjatuhkan dirinya dan bersujud kepada Allah dengan linangan airmata bahagia di wajahnya. Sementara Ariana mendadak menjadi pias seakan ia telah kehilangan segalanya. Ia menatap tak percaya pada Ayah dan Ibunya yang sangat berbahagia mendengar kabar tersebut tanpa memikirkan perasaannya.

Ia menatap Aisyah yang baru saja menyelesaikan sujudnya.

"NGGAK!!! NGGAK MUNGKIN MAS ADAM MEMILIH DIA!!! AKU JELAS LEBIH CANTIK DARI MBAK AI..., KENAPA MBAK AI YANG DIA PILIH???," teriak Ariana, murka.

"ARIA!!! TUTUP MULUT KAMU!!!," bentak Heru, marah besar.

"Kalian semua nggak adil..., selalu Mbak Ai yang kalian utamakan dan aku selalu kalian abaikan!!! Kalian nggak adil!!!," protesnya.

Aisyah mendekat pada Adiknya.

"Aria..., apa maksud kamu Dek??? Mbak nggak pernah merebut apapun dari kamu, dan Mbak nggak mungkin mengabaikan kamu," jelas Aisyah.

"Cukup Mbak!!! Mbak Ai hanya membawa kesialan dalam hidupku!!! Mbak Ai selalu membuatku tersingkir di mata orang lain!!! Aku benci sama Mbak Ai!!!."

Ariana mendorong Aisyah hingga terjatuh, Heru pun menyeretnya ke dalam gudang dan memukulinya di sana sebagai hukuman karena telah menyakiti Aisyah.

"Romo..., lepaskan Aria Romo..., ampuni Aria..., Ai mohon Romo...," pinta Aisyah sambil terus mengetuk-ngetuk pintu gudang.

Heru tak mendengarkan, siksaan pada Ariana semakin membabi buta ia berikan. Hanifa hanya bisa menarik Aisyah ke kamarnya agar berhenti mengemis pada Heru.

Heru keluar dari gudang dan meninggalkan Ariana yang sudah babak belur setelah dihukum. Ariana menatap langit-langit gudang dengan pandangan nanar.

'Tunggu saja Ai..., aku akan menghancurkan hidupmu sampai tak ada lagi yang tersisa!!!.'

* * *

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang