EPISODE 21

3.2K 234 5
                                    

RENCANA

Sudah satu bulan sejak kepergian Heru, rumah Keluarga Barata begitu kosong dan hampa. Aisyah tentu saja harus kembali ke rumahnya karena Rinjani tidak bisa terlalu lama menunda Sekolahnya dan Adam juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya.

Ridwan baru saja pulang dari kantor, dia mendapatkan pekerjaan baru setelah tak lagi menjadi supir ketika Heru meninggal dunia. Pria itu segera mandi dan mengganti pakaiannya yang kotor. Baru saja ia hendak naik ke atas, langkahnya pun segera terhenti saat mendengar suara Ariana yang ternyata ada di ruang tengah.

"Iya Mbak..., aku sih mau-mau saja datang ke sana. Cuma kan Ridwan baru saja dapat pekerjaan baru dan tidak mungkin dia tinggalkan," ujar Ariana melalui ponselnya.

Ridwan pun duduk di sampingnya dan meraih koran yang tergeletak di atas meja.

"Tuh..., Ridwannya baru saja pulang Mbak...," tambah Ariana sambil melihat ke arah Ridwan.

"Bibi Ai yang menelepon?," tanya Ridwan.

Ariana mengangguk.

"Ya sudah..., nanti aku tanya dulu sama Ridwan baru aku kasih tahu Mbak Ai jawabannya. Baik Mbak..., Assalamu'alaikum."

Ariana pun meletakkan ponselnya di atas meja. Ridwan menuangkan teh di cangkir setelah Bi Inah membawakan satu baki ke ruang tengah.

"Bibi Ai bilang apa Bu?," tanya Ridwan lagi.

"Bibimu bilang sebaiknya kita mengadakan acara tahlilan empat puluh hari meninggalnya Romo Kakung di rumahnya saja. Katanya kalau di sana banyak yang bantu dan lagi pula banyak sekali anak yatim dari pondok pesantren di dekat rumah mereka yang bisa datang untuk mendo'akan Almarhum Romo Kakung," jawab Ariana, sambil menyesap teh jahe yang masih sangat panas.

Ridwan mengambilkan tissue ketika teh milik Ariana sedikit tumpah akibat panas.

"Bi Inah sepertinya pakai air mendidih saat menyeduh tehnya," protes Ariana, sambil berbisik.

Ridwan terkekeh melihat Ibunya yang panik.

"Menurut Ibu sendiri bagaimana? Maunya di acarakan di sini atau di rumah Bibi Ai dan Paman Adam? Kalau memang Ibu mau di acarakan di sana, aku pasti akan mengantar Ibu," Ridwan ingin memastikan pendapat Ariana.

"Kalau menurut Ibu sih ya lebih baik di acarakan di sana saja. Kasihan Bibimu kalau harus bolak-balik ke sini. Rinjani juga sedang menempuh ujian akhir jadi tidak bisa diganggu. Bisa-bisa Pamanmu yang marah kalau Puterinya bolos Sekolah terus," jawab Ariana.

"Oke..., aku akan antar Ibu nanti kalau acaranya sudah mau dilaksanakan. Yang penting Ibu juga harus siap-siap untuk berangkat ke sana," saran Ridwan.

"Kerjaanmu gimana? Kan kamu baru diterima kerja lagi."

"Nggak masalah Bu, aku bisa bolak-balik kok. Habis antar Ibu, paginya aku langsung berangkat dari rumah Bibi Ai ke kantor. Terus kalau pulang dari kantor, aku akan langsung pulang ke rumah Bibi Ai..., biar aku tetap bisa ikut acara tahlilannya Romo Kakung," jelas Ridwan.

Ariana menganggukkan kepalanya. Ia sangat setuju dengan apa yang Ridwan pikirkan.

"Bagusnya Ibu bawa baju pakai apa ya? Tas biasa..., ransel..., atau koper??? Bajunya berapa lembar kira-kira??? Tiga lembar, empat lembar, atau...,"

"Ibu mau bawa lemarinya sekalian?," tanya Ridwan, gemas.

Ariana terkikik geli.

"Eh..., Bi Inah di bawa nggak?," tanyanya lagi.

"Iya dong Bu..., masa Bi Inah ditinggalin sendirian," jawab Ridwan seraya tertawa.

* * *

Ustadzah Santi membantu membereskan piring-piring kotor yang akan dicuci di rumah Aisyah. Pengajian rutin yang digelar sore itu berjalan sangat lancar. Aisyah sendiri baru saja selesai menelepon Adiknya, Wanita itu pun mendekat dan mulai ikut membantu.

"Bagaimana jawaban Adiknya Ukhti Ai?," tanya Ustadzah, Santi.

"Alhamdulillah Ukhti..., dia setuju untuk mengadakan tahlil keempat puluh hari Romo kami di sini. Insya Allah dia akan datang bersama Puteranya dan juga asisten di rumah kami," jawab Aisyah, bahagia.

"Alhamdulillah..., kalau begitu kita harus mulai merancang apa-apa saja yang akan kita sajikan untuk para tamu nantinya. Sepuluh hari itu tidak terasa loh Ukhti...," saran Ustadzah Santi.

"Benar sekali Ukhti..., kira-kira bagaiman baiknya ya?," tanya Aisyah.

"Nanti akan saya tanyakan dulu pada santriwati di pondok. Mereka pasti mau ikut membantu," jawab Ustadzah Santi.

Rinjani pulang dari Sekolah setelah melaksanakan ujian akhir, Aisyah menyambutnya di teras lalu segera mengajaknya masuk.

"Bagaimana pengajian hari ini Bu?," tanya Rinjani.

"Alhamdulillah lancar Nak..., Ustadzah Santi membantu Ibu tadi," jawab Aisyah.

"Jadi, tahlilan di rumah Romo Kakung sudah Ibu rundingkan dengan Bibi Aria?," tanya Rinjani lagi.

"Sudah..., tahlilannya akan dilaksanakan di sini. Bibimu akan datang bersama Ridwan dan Bi Inah," jelas Aisyah.

Wajah Rinjani berbinar bahagia saat mendengar bahwa Ariana akan datang ke rumahnya.

"Serius Bu? Bibi mau datang kesini?," Rinjani memastikan.

"Iya..., Bibimu sendiri yang mengatakannya lewat telepon."

"Nanti aku boleh tidur bersama Bibi ya Bu?," pinta Rinjani.

Aisyah tersenyum ke arahnya dengan lembut.

"Iya..., boleh. Tapi jangan sampai kamu ngobrol sama Bibi sampai tengah malam ya..., nanti Bibi nggak bisa bangun pagi lagi seperti waktu itu," Aisyah mengajukan syarat.

"Baik Bu..., Insya Allah," balaa Rinjani.

Adam keluar dari dalam kamar setelah mandi sore. Ia mendekat pada Aisyah yang masih membereskan peralatan dapur.

"Jadi..., Ridwan mau mengantar Aria dan Bi Inah ke sini?," tanya Adam.

"Iya Mas, Ridwan sudah setuju untuk mengantar Ibunya ke sini bersama Bi Inah. Dia tetap akan pergi bekerja ke kantornya, tapi berangkatnya dari sini," jawab Aisyah.

"Bukankah kantornya jauh sekali?."

"Ya..., tapi mau di apa, Ridwan tidak mau Ibunya berangkat sendiri."

"Tentu, dia memang anak yang bertanggung jawab. Ariana beruntung karena memiliki anak seperti Ridwan," ujar Adam.

Aisyah tiba-tiba meletakkan piring yang sedang ia pegang.

"Mas penasaran nggak, tentang siapa Orang tua kandung Ridwan?," tanya Aisyah.

Adam tersenyum.

"Siapa yang tidak penasaran? Orang tua kandungnya pasti adalah orang yang sangat baik sehingga bisa memiliki anak seperti Ridwan," jawab Adam.

'Segala rahasia hanya Allah yang tahu, karena apapun yang terjadi, tidak ada yang bisa disembunyikan dalam hati manusia.'

* * *

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang