EPISODE 29

3.3K 251 9
                                    

MENYADARI

Ariana menatap jengkel ke arah Ridwan yang begitu keras kepala saat diajak bicara. Ridwan menundukkan kepalanya seolah-olah dia masih anak kecil di hadapan Ariana.

"Pokoknya Ibu nggak mau tahu! Sekarang juga, kamu harus pergi ke rumah kedua Orang tuamu dan sungkem untuk minta restu mereka!," putus Ariana, dengan nada suaranya yang agak tinggi.

Ridwan tak menjawab ataupun membantah.

"Kalau kamu nggak pergi minta restu, maka Ibu juga nggak akan merestui kamu menikah dengan Rinjani! Itu peraturan Ibu yang baru!," tegasnya.

Pada akhirnya Ridwan pun menatap Ariana dengan wajah memelas.

"Kenapa jadi peraturan sih Bu?," tanya Ridwan.

"Iya dong..., itu boleh dijadikan peraturan! Allah juga pasti nggak akan merestui pernikahanmu, kalau kamu nggak minta restu dulu sama kedua Orang tuamu. Kamu sendiri kan yang bilang sama Rinjani bahwa di dunia ini Orang tua harus lebih dimuliakan?," sindir Ariana.

Ridwan menatap penuh rasa heran pada Ariana.

"Kok Ibu tahu kalau aku bilang begitu pada Rinjani??? Ibu ngintip???," Ridwan terdengar shock.

Ariana pun salah tingkah seketika. Ia tersenyum malu-malu.

"Bukan cuma Ibu kok yang ngintip...," jawab Ariana, mengakui.

"Astaghfirullah Bu..., kebangetan deh," Ridwan menutupi wajahnya dengan bantal.

Ariana terkikik geli.

"Alah..., begitu aja kok malu sama Ibu! Tapi jujur ya..., kamu nggak ada romantis-romantisnya sama sekali," puji Ariana.

"Mbak Aria...," panggil Bi Inah dari ambang pintu.

"Iya Bi...," Ariana pun berbalik menatap Bi Inah yang ternyata tak sendiri.

Dia berdiri dengan Ustadz Hamid dan Ustadzah Santi, mereka ternyata telah berdiri di sana sejak Ariana memarahi Ridwan tadi.

"Masya Allah..., mari masuk Bu..., Pak...," sambut Ariana, seraya tersenyum.

Ridwan pun bergegas bangun dari duduk bergulingnya menjadi duduk tegak di sofa. Ia mencium tangan Ustadz Hamid dan Ustadzah Santi.

"Biar saja kalau Ridwan tidak mau datang ke rumah kami, jangan dipaksa. Mungkin dia belum siap," ujar Ustadz Hamid.

"Tidak bisa begitu Pak! Dia harus datang!," tegas Ariana.

"Iya Bu..., besok aku datang ke rumah............ ."

Ridwan tak bisa melanjutkan kata-katanya, ia bingung harus mengatakan apa dengan benar. Mereka memaklumi.

"Jangan paksa dirimu, jalani saja dulu. Seperti yang kamu katakan waktu itu, bahwa kami tidak boleh egois dan memaksamu untuk mengikuti apa yang kami mau. Kamu punya hak untuk memilih, kami yakin bahwa pilihanmu sudah yang terbaik," ujar Ustadzah Santi.

Bi Inah membawa satu baki teh jahe hangat dan beberapa cemilan untuk mereka.

"Kami ke sini untuk memastikan tentang persiapan pernikahan untuk Ridwan. Kalau ada hal yang bisa kami bantu, tolong katakan saja," jelas Ustadz Hamid.

"Alhamdulillah sejauh ini persiapan pernikahan Ridwan sudah selesai semua. Saya sudah mengurus semuanya bahkan termasuk mendaftar ke Kantor Catatan Sipil dan juga Kantor Urusan Agama. Hanya tinggal satu hal lagi yang harus Ridwan penuhi dan saya sudah menegaskan hal itu padanya, Insya Allah akan dia lakukan secepatnya," ujar Ariana.

Ridwan hanya diam, ia tak tahu harus mengatakan apa. Ariana menyikut lengan Ridwan agar Pemuda itu bicara.

"Kenapa Bu?," tanya Ridwan.

"Kamu ngomong dong..., nggak sopan kalau diam terus begitu!," jawab Ariana.

Ridwan pun menatap kedua Orang tuanya.

"Insya Allah saya akan datang ke rumah kalian besok," ujar Ridwan.

Plakkk!!!

Ariana memukul lengan Ridwan pelan. ia meringis kesakitan.

"Mana bahasamu? Panggil Bapak..., Ibu..., gitu!," perintahnya.

Ariana pun tersenyum ke arah Ustadz Hamid dan Ustadzah Santi.

"Maaf..., Ridwan memang suka nggak peka kalau nggak dinasehati," jelas Ariana.

"Tidak apa-apa Ukhti..., tidak masalah. Dia mungkin belum terbiasa dengan kami," balas Ustadzah Santi.

"Besok Ridwan akan datang dan tinggal di rumah kalian sampai hari pernikahannya tiba," putus Ariana.

Ridwan menatapnya kaget.

"Ibu dan Bi Inah mau menginap di rumah Bibimu untuk bantu-bantu persiapan di sana, kamu nggak mungkin tinggal seatap sama calon Isterimu kan?," jebak Ariana.

Ridwan benar-benar tak punya pilihan lain, Ibunya memang cerdas. Ia pun meng-iya-kan pernyataan tersebut di depan Ustadz Hamid dan Ustadzah Santi.

"Alhamdulillah kalau begitu, kami akan menyiapkan kamar untuk Ridwan agar bisa tinggal di rumah dengan nyaman," ujar Ustadzah Santi, bahagia.

Ridwan memaksakan senyumannya. Ia tak ingin Ariana kecewa karena sikapnya. Meskipun sejujurnya, ia masih merasa kecewa atas semua yang terjadi di masa lalu.

"Baik kalau begitu Ukhti..., kami pamit dulu. Besok kami akan menunggu kedatangan Ridwan ke rumah kami," ujar Ustadz Hamid.

"Iya Pak..., Insya Allah saya sendiri yang akan membawanya ke rumah Bapak dan Ibu besok," tambah Ariana.

"Syukron Ukhti..., Assalamu'alaikum," pamit Ustadzah Santi.

"Wa'alaikum salam."

Mereka menatap kepergian Ustadz Hamid dan Ustadzah Santi dengan pikiran masing-masing. Ridwan menghela nafasnya dengan berat.

"Padahal aku mau tinggal di sini sama Ibu sampai hari pernikahanku nanti...," sesalnya.

Ariana menatapnya.

"Nak..., kamu memilih tinggal di sini bersama Ibu daripada tinggal dengan mereka, sudah membuat Ibu sangat bersyukur. Ibu berterima kasih karena kamu tidak meninggalkan Ibu meskipun seharusnya kamu pergi, setelah bertemu dengan kedua Orang tua kandungmu. Tapi di satu sisi, kamu juga harus memikirkan perasaan mereka. Kamu tidak ingin mereka egois kan? Maka kamu juga tidak boleh egois!," jelas Ariana.

Batin Ridwan pun terpukul seketika.

'Ya Allah..., tunjukkanlah apa yang Engkau ridhai. Amiin.'

* * *

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang