EPISODE 31

3.6K 249 7
                                    

RESTU

Kajian sore hari itu dilaksanakan agak terlambat dari biasanya, dikarenakan Ustadz Hamid yang sedang sibuk-sibuknya mengurus pernikahan Ridwan yang hanya tinggal dua hari lagi.

Aisyah, Adam, dan Rinjani sudah berada di Masjid sejak tadi, Ariana pun ada bersama mereka di sana. Ridwan terlihat baru akan masuk ke Masjid dari pintu di ujung shaf Pria. Adam pun memanggilnya.

"Nak Ridwan..., duduk di sini," pinta Adam.

Ridwan pun mendekat untuk memenuhi panggilan Adam. Pria itu tersenyum ke arahnya.

"Bagaimana perasaanmu?," tanya Adam.

"Alhamdulillah, perasaan saya baik-baik saja Paman," jawab Ridwan.

Adam terkekeh.

"Bukan itu yang Paman maksud. Perasaan kamu terhadap Rinjani bagaimana saat ini?," Adam menjelaskan.

Wajah Ridwan pun memerah seketika. Ia segera menundukkan wajahnya sambil tersenyum.

"Rinjani kembali seperti dulu lagi sejak berbicara denganmu waktu itu. Dia kembali menjadi Puteri saya yang banyak bertanya dan berceloteh."

Ridwan mendengarkan.

"Hanya saja..., pertanyaan dan celotehnya sudah bukan lagi yang biasa anak-anak lakukan. Dia mulai sering bertanya tentangmu pada saya dan Bibimu. Dia juga sering bercerita pada saya tentang kamu yang begitu baik, saat dirinya masih berpura-pura bukan bagian keluarga demi Ibunya," jelas Adam.

Ia menatap Ridwan.

"Dan saat Ibumu menginap di rumah kami, dia terus bertanya banyak hal yang dia belum tahu tentang kamu. Sampai-sampai Ibumu tak berhenti bicara semalaman."

"Saya juga ingin melakukan yang sama, tapi saya tidak tahu bagaimana memulainya. Saya hanya tahu kalau dia itu berbudi baik, sopan, tahu batasan, dan cerdas. Saya ingin tahu yang lainnya, tapi tidak berani menanyakannya," ujar Ridwan, jujur.

Adam tersenyum.

"Percaya tidak? Dulu saya juga begitu saat dijodohkan dengan Bibi Ai-mu. Yang saya tahu, dia itu baik hati, sopan, tahu batasan, dan cerdas. Persis seperti Rinjani. Saya juga ingin tahu lebih banyak, tapi tidak tahu harus menanyakannya pada siapa dan juga tidak berani mengajukan pertanyaan," Adam mengenang masa lalunya.

"Lalu? Apa yang paman lakukan?," tanya Ridwan.

"Saya menyerahkan ketidak tahuan itu pada Allah Nak. Saya terus mendo'akan Bibi Ai-mu di setiap kali saya mengingatnya. Saya hanya berharap, Allah akan memberikan semua hal yang baik ke dalam dirinya, dan menjauhkan hal yang buruk dari dirinya. Allah selalu mengabulkan do'a hamba-Nya yang berserah diri Nak..., cobalah," jawab Adam.

Ridwan menganggukan kepalanya seraya tersenyum. Ia berniat akan melakukan apa yang Adam sarankan.

'Wahai calon pendampingku..., kuserahkan semua hal yang ingin kuberi padamu saat ini kepada Allah. Agar nanti saat kita benar-benar sudah bersatu dalam ikatan yang di ridhai Allah, kau telah berada dalam limpahan Rahmat-Nya. Amiin.'

* * *

Rinjani telah selesai merapikan piring ke dalam lemari ketika Ariana dan Aisyah masuk ke dapur. Bi Inah memberi tanda pada mereka berdua dengan menunjuk ke arah gadis itu.

"Aduh Ya Allah Rinjani..., kamu itu kok bergerak terus Nak! Istirahat sana..., kamu nggak boleh kecapekan sebelum hari pernikahanmu," omel Aisyah.

Rinjani tersenyum.

"Nggak apa-apa Bu..., aku cuma bantu Bi Inah merapikan piring ke dalam lemari kok," sanggah Rinjani.

Ariana geleng-geleng kepala, ia pun segera menarik tangan Rinjani untuk di bawa ke kamarnya. Rinjani benar-benar tekikik geli melihat tingkah Ibu dan Bibinya.

"Ayo..., sini Bibi hias tanganmu dengan henna biar kamu nggak bisa mengerjakan apapun lagi," ujar Ariana.

Rinjani akhirnya tertawa luar biasa. Ariana menatapnya sambil terus menghias tangan yang lembut itu.

"Mas Ridwan benar sekali ketika mengatakan bahwa Bibi memang sangat cerdas," ujar Rinjani.

"Oh ya..., memangnya Mas Ridwan-mu bilang apa saja tentang Bibi?," goda Ariana.

"Mas Ridwan bilang padaku kalau Bibi selalu punya cara untuk membuat seseorang tak bisa melawan dengan apa yang Bibi perintahkan," jawab Rinjani.

"Ckckck! Ternyata ya..., diam-diam Bibi selalu digosipkan di belakang," Ariana menyindir sambil tersenyum bahagia.

"Bukan menggosip Bibi..., mana berani aku menggosip. Mas Ridwan hanya mau aku tahu semua tentang Bibi sebelum kami menikah, agar nanti kalau kami sudah menikah dan tinggal bersama Bibi, aku tidak perlu merasa canggung," jelas Rinjani.

Ariana berhenti seketika lalu menatap Rinjani dengan serius.

"Jadi Ridwan sudah memutuskan akan membawamu tinggal bersama Bibi?," tanya Ariana, dengan ekspresi benar-benar terkejut.

Rinjani mengangguk.

"Bi..., mana mungkin Mas Ridwan mau meninggalkan Bibi setelah dia menikah denganku? Mas Ridwan sayang sekali pada Bibi, dan dia ingin tetap berbakti. Apa Bibi ingat, dulu saat Bibi masih banyak menyimpan rahasia, Mas Ridwan tetap bersabar dan mendampingi Bibi. Dia selalu yakin bahwa Bibi akan berubah suatu saat nanti, dan kesabarannya membuahkan hasil. Bibi sudah tak lagi menyimpan rahasia apapun darinya, Bibi juga sudah tidak membenci Ibuku, dan Bibi sudah bersusah payah meninggalkan semua keburukan yang pernah Bibi lakukan. Jadi..., inilah saatnya bagi Mas Ridwan untuk berbakti pada Bibi," jawab Rinjani.

"Tapi Orang tuanya...," Ariana tak mampu melanjutkan kata-katanya.

"Bi..., kami kan bisa berkunjung. Tidak akan ada yang jadi masalah, Bibi tidak usah khawatir," bujuk Rinjani.

Ariana menatap Rinjani dan mengusap wajah cantik yang sedang tak terbalut niqob itu.

"Apa kamu setuju dengan yang Ridwan putuskan? Bibi yakin dia tidak meminta pendapatmu dulu sebelum memutuskan hal penting seperti itu."

"Mas Ridwan tidak perlu bertanya Bi..., dia akan menjadi Imam dalam keluarga kecil kami, jadi apapun yang dia putuskan selama itu adalah kebaikan, maka aku sebagai Isterinya akan ikut apapun keputusannya. Nanti..., aku bahkan tidak lagi memanggil Bibi pada Bibi Aria..., tetapi Ibu, sama seperti aku memanggil Ibuku sendiri," jelas Rinjani dengan lembut.

Ariana tersenyum haru. Ia tak tahu harus berkata apa lagi pada Rinjani.

"Nanti, aku juga akan berbakti pada Bibi dan mencurahkan kasih sayangku seutuhnya untuk Bibi. Aku akan memasak agar Bibi bisa makan banyak, aku juga akan mengurus rumah agar Bibi nyaman saat beristirahat atau bersantai. Insya Allah, aku tidak akan membuat Bibi merasa kekurangan, karena aku tak ingin Allah murka apabila Bibi tidak bahagia saat hidup bersamaku."

Ariana memeluk Rinjani dengan erat, ia menangis dalam pelukan gadis itu dengan tubuh bergetar.

"Tolong jaga anak kesayangan Bibi ya..., kebahagiaannya adalah bagian terpenting yang harus kamu penuhi," pinta Ariana, memberi restunya pada Rinjani.

"Baik Bi..., Insya Allah," jawab Rinjani, mantap.

Aisyah menyeka airmatanya yang - entah sejak kapan - sudah membasahi kedua pipinya. Ia merasa lega melihat wajah Adiknya yang menunjukkan kebahagiaan.

'Insya Allah, takkan ada lagi yang kurang dalam hidup kita. Amiin.'

* * *

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang