EPISODE 32

5K 252 4
                                    

ANUGERAH

Ridwan menatap dirinya sekali lagi dicermin sebelum benar-benar melangkahkan kakinya menuju jenjang baru dalam kehidupannya. Teringat akan sosok yang dicintainya namun tak berani ia khayalkan karena sosok itu belum sepenuhnya halal dalam hidupnya.

Ia ingat betul apa yang tersimpan di dalam memorinya selama hampir setahun ke belakang.

Flashback On

Ridwan POV

Selasa, 12 Januari

Hari itu aku agak bersantai karena kantor sedang libur. Aku duduk di ruang tengah sambil membaca koran, sementara Ibuku - seperti biasa - menonton tv sambil meminum teh jahe kesukaannya.

Bi Inah masuk ke ruangan itu sambil membawa cemilan, namun tiba-tiba Pak Karto muncul dan menghadap pada Ibuku.

"Nyonya Aria, ada perempuan yang datang melamar kerja untuk mengurus Nyonya Ai," lapornya.

Jantungku hampir melompat saat mendengarnya.

"Rindu!," ucapku dalam hati.

Kulihat juga wajah Bi Inah yang berubah waspada setelah mendengar hal yang sama.

"APA???."

Ibuku bangkit dan bergegas menuju ke teras rumah. Aku pun ikut berlari mengejarnya agar dia tak menghalang-halangi Rindu untuk bertemu Ibunya, meskipun tak sebagai dirinya sendiri.

Ibuku berhenti tiba-tiba dan aku pun ikut berhenti mendadak. Sosok dengan balutan gamis, jilbab panjang dan cadar di wajahnya itu membuatku terpaku di tempat. Sosok itu menatap Ibuku lalu menatapku meskipun hanya sekilas.

"Inikah Rindu? Anak kecil yang dulu sering memberi makanannya padaku jika aku sedang dihukum karena tak menuruti perintah Ibu?," hatiku bertanya sekali lagi.

"Kenapa wajahmu ditutupi begitu?," Romo Kakung bertanya padanya.

Dia tersenyum. Meskipun wajahnya tertutup, aku tetap tahu saat dia tersenyum.

"Ini niqob..., saya memakainya karena mengikuti sunnah dalam Agama Islam, agar tidak sembarang Pria bisa melihat wajah saya kecuali yang sudah menjadi mahram bagi saya," jawabnya.

Aku tersenyum diam-diam di balik punggung Ibu saat mendengar jawabannya. Entah mengapa, hatiku sangat bahagia saat mendengar jawaban itu.

Aku tak tahu alasannya.

Flashback Off

Tok..., tok..., tok...!!!

Suara ketukan pada pintu yang terbuka lebar itu membuat Ridwan kembali pada kenyataan. Ariana dan Ustadzah Santi telah berdiri di ambang pintu dan menantinya untuk di antar menuju ke rumah calon mempelai wanita.

"Sudah siap Nak?," tanya Ustadzah Santi.

Ridwan tersenyum menatap kedua orang Ibu yang terlihat begitu bahagia sedang menantinya.

"Ayo jangan lama-lama..., Rinjani sudah menantimu untuk mengikat janji," ujar Ariana.

Ridwan pun berdiri di antara Ariana dan Ustadzah Santi, mereka mengapitnya keluar dari kamar itu. Ariana berbisik pelan pada Ridwan.

"Rinjani Rindu padamu...," godanya.

Ridwan mengulum senyum sesaat lalu membalas Ibunya.

"Bu..., Rinjani itu memang Rindu."

Penghulu sudah siap untuk menikahkan ketika Ridwan tiba di rumah itu. Adam menyambut calon menantunya dan mengarahkannya untuk duduk di tempat yang audah disiapkan. Ariana dan Ustadzah Santi duduk berdampingan, mereka berdua menatap punggung Ridwan yang terlihat sangat tampan dalam balutan baju pengantin berwarna cokelat muda itu.

Rinjani tetap di kamar bersama Aisyah yang menemaninya sebelum bertemu dengan Ridwan usai ijab kabul nanti. Dadanya terus berdebar hebat di detik-detik perubahan yang akan terjadi dalam hidupnya.

Ridwan menjabat tangan penghulu dengan mantap.

"Bismillahirrahmannirrahim, saya nikahkan ananda Ridwan Khairul Barata bin Haji Abdul Hamid dengan adinda Khalisa Miftahul Rinjani binti Adam Darmawan, dengan mas kawin perhiasan emas seberat dua puluh gram, seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an dibayar tunai karena Allah ta'ala."

"Saya terima nikahnya adinda Khalisa Miftahul Rinjani bin Adam Darmawan dengan mas kawin perhiasan emas seberat dua puluh gram seperangkat alat Shalat dan Al-Qur'an dibayar tunai karena Allah ta'ala," ucap Ridwan.

Penghulu melihat ke arah saksi.

"Bagaimana? Sah?," tanyanya.

"Sah!!!," jawab para saksi, serempak.

"Barakallahu lakuma wabaaraka 'alaikumaa wa jama'a bainakumaa fii khaiir..., semoga berkah Allah ditujukan kepada kalian berdua di saat senang dan harmonis, dan semoga berkah Allah ditujukan atas kalian berdua di saat susah dan tidak harmonis, dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua di dalam kebaikan baik di dunia maupun di akhirat*. Amiin ya rabbal 'alamiin," tutup penghulu tersebut.

"Alhamdulillah Ya Allah..., akhirnya Puteri kesayangan Ibu sudah sah menikah dengan Pria yang Shaleh," ujar Aisyah seraya memeluk Rinjani dengan erat.

"Alhamdulillah Bu..., semua berkat Ibu dan Bapak yang selalu mendo'akan aku," ujar Rinjani, bahagia.

Ridwan dituntun menuju kamar pengantin yang sudah disiapkan sebelumnya, di mana Rinjani telah menanti kedatangannya sebagai Suami dan Imam dalam keluarga baru mereka.

Rasa cinta karena Allah Subhanahu wa ta'ala yang begitu indah, rindu yang begitu menggebu-gebu seperti nama kecil Rinjani, membuat Ridwan begitu berdebar-debar hebat saat dipertemukan dengan Isterinya.

Hanya ada keluarga di dalam ruangan itu, Adam, Aisyah, Ariana dan juga kedua Orang tua kandung Ridwan yaitu Ustadzah Santi dan Ustadz Hamid. Mereka berdua duduk berhadapan dan masih saja saling menundukkan kepala satu sama lain.

Niqob yang membalut wajah Rinjani pun dibuka oleh Aisyah.

"Ridwan..., ayo lihat wajah Isterimu," pinta Ustdzah Santi.

Ridwan pun mengangkat wajahnya dan menatap wajah Rinjani yang begitu cantik dan bercahaya layaknya bintang bersinar di langit malam. Ia pun bertasbih di dalam hati sebagai tanda kebahagiaannya atas apa yang Allah berikan untuknya.

'Terima kasih Ya Allah..., atas semua kebahagiaan yang Engkau berikan padaku. Insya Allah, aku takkan pernah menyia-nyiakannya. Amiin.'

* * *

*Dalam BULUGHUL MAROM Al-Hafidz menyebutkan bahwa do'a ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Al-Arba’ah [Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah]

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang