EPISODE 8

3.3K 246 2
                                    

MENYEJUKKAN

Adzan Subuh berkumandang dengan jelas dari sebuah Masjid yang sepertinya berada di kejauhan. Rinjani bangun dari tempat tidurnya dan segera menunaikan Shalat. Aisyah pun ia bangunkan untuk di bantu berwudhu.

Ia membiarkan Aisyah kembali beristirahat setelah selesai Shalat, sementara dirinya meraih Al-Qur'an dan kembali menunaikan nazarnya.

"..., qad sami'allaahu qaulallatii tujaadiluka fii zaujihaa wa tasytakiii ilallaahi wallāhu yasma'u taḥaawurakumaa, innallaaha samii'um bashiiir..., alladziina yuzhoohiruuna mingkum min nisaaa'ihim maa hunna ummahaatihim, in ummahaatuhum illal-laaa'ii waladnahum, wa innahum layaquuluuna mungkaram minal-qauli wazụraa, wa innallaaha la'afuwwun ghafuur*...,"

Ariana yang baru saja meregangkan tubuhnya usai bangun tidur pun merasa terusik dengan suara Rinjani terus saja membaca Al-Qur'an. Wanita itu mendadak kesal setengah mati.

"Itu anak udah nggak punya kerjaan lain ya??? Setiap hari, setiap saat, pasti ngaji!!! Nggak bosan apa dia ngaji melulu?!!," protesnya.

Heru menatapnya sambil tersenyum mengejek, di tangannya ada secangkir teh jahe yang siap di minum.

"Memangnya menurutmu kenapa Romo memperkerjakan dia di sini? Ya untuk menghibur Ai..., Ai selalu suka dengan orang-orang yang taat beribadah, rajin mengaji, dan tahu tata krama dalam Islam. Maka dari itu, Romo mempercayakan Ai padanya seratus persen," ujar Heru.

Ariana mencibir dengan sinis saat mendengar jawaban itu. Ridwan terlihat menutup pintu gerbang dan segera masuk ke dalam rumah. Heru menatapnya.

"Kamu darimana pagi-pagi buta begini?," tanya Heru.

"Dari Masjid Romo Kakung..., Shalat Subuh," jawab Ridwan.

"Cuma buat Shalat kamu pergi jauh-jauh ke Masjid yang ada di ujung Desa ini??? Kurang kerjaan sekali kamu!," ejek Ariana, pada Puteranya sendiri.

Ridwan mendesah kesal setengah mati mendengar apa yang Ibunya katakan, ia pun berbalik kembali dan menatap Wanita itu.

"Bu..., cukup! Tolong berhentilah menghina orang lain..., lama-lama saya merasa muak dengan kelakuan Ibu!," tegasnya.

Ariana bangkit dari kursinya dan melayangkan tatapan tajam ke arah Ridwan.

"Oh..., sudah berani kamu sekarang sama Ibu??? Sudah merasa hebat kamu???," bentak Ariana.

"ARIA!!! CUKUP!!!," bentak Heru.

Ridwan dan Ariana pun menatap ke arah Heru di waktu yang sama.

"Ridwan..., masuk! Kamu harus pergi kerja. Aria..., duduk kembali di kursimu dengan tenang atau sekalian saja pergi dari rumah ini!," perintah Heru.

Ridwan pun segera masuk ke dalam rumah, sementara Ariana memendam kekesalannya di dalam hati. Rinjani muncul di ambang pintu luar, Heru dan Ariana menatapnya bersamaan. Gadis itu menarik sebuah kursi roda di mana Aisyah ternyata sedang duduk di atasnya.

"Heh!!! Mau dibawa kemana si lumpuh itu???," bentak Ariana seketika.

Rinjani tak menjawab dan hanya terus mengarahkan kursi roda itu menuju meja di mana Heru dan Ariana tengah duduk di sana sembari meminum teh.

"Mulai Pagi ini, Nyonya Ai akan sarapan bersama anggota keluarga di sini," ujar Rinjani.

"APA???," Ariana seakan mau meledak seketika saat itu.

"Bagus..., bagus..., biarkan Ai sarapan di sini," ujar Heru.

"Tapi Romo... ."

"Kalau kamu tidak suka Ai makan bersama kita, silahkan pergi. Kalau perlu tinggalkan rumah ini!!!," tegas Heru.

Ariana kembali terdiam, ia melayangkan tatapan sinis penuh kebencian ke arah Rinjani yang sudah berani memutuskan seenak hatinya di rumah itu.

'Awas saja, aku akan membuat kamu dan pengasuhmu itu menyesal seumur hidup karena sudah berani melakukan hal-hal yang tidak aku suka!!!.'

* * *

Usai makan siang, Rinjani duduk di samping Aisyah sambil membuka tumpukan kertas tua yang disembunyikan oleh Ariana di lemarinya. Ia membaca satu-persatu isi kertas itu perlahan-lahan.

Aisyah pun tiba-tiba menggenggam tangan Rinjani dengan erat saat pandangannya tertuju pada kertas-kertas tua itu. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya berulang-ulang kali.

"Ibu kenapa? Aku nggak boleh baca ini?," tanya Rinjani.

Pertanyaan itu pun di jawab dengan anggukan kepala oleh Aisyah, seperti biasanya.

"Bu..., aku tahu kalau Ibu takut. Tapi kita hanya boleh takut kepada Allah Bu, karena hanya Allah yang bisa mengatur kehidupan kita," jelas Rinjani.

Aisyah kembali menggelengkan kepalanya. Dia menangis lagi, dan Rinjani kembali menyeka airmata Ibunya.

"Baik Bu..., aku nggak akan membaca kertas-kertas itu. Sekarang Ibu istirahat ya, biar cepat sembuh," bujuk Rinjani.

Aisyah pun kembali tertidur, Rinjani mengambil ponselnya untuk mengambil foto dari kertas-kertas itu. Ia sudah berjanji pada Aisyah untuk tidak membacanya, maka dari itu ia harus mengirimkannya pada Adam, agar Ayahnya yang membaca isi dari semua hal yang disembunyikan oleh Ariana.

'Aku nggak akan ingkar janji sama Ibu..., Insya Allah.'

* * *

Karto diam-diam selalu mencoba untuk mengawasi Rinjani, entah mengapa dirinya merasa curiga dengan gadis muda itu. Bi Inah mengetahui gelagat tersebut dan berusaha untuk menghalaunya.

"Heh Karto!!! Ngapain kamu??? Mau ngintip Perempuan???," bentaknya.

"Seenaknya saja kamu menuduhku!!!," balas Karto, marah.

"Lah itu kamu ngapain naik-naik ke atas pintu, ngintip di lubang angin???," cecarnya.

"Nggak usah banyak ngomong kamu!!!."

"Ada apa ini???," tanya Ridwan, yang baru saja tiba dari kantornya.

"Ini Den..., Karto naik-naik ke atas pintu mau ngintipin Rinjani lewat lubang angin...," adu Bi Inah.

Ridwan menatap marah ke arah Karto.

"Apa-apaan ini Pak Karto??? Kenapa kelakuan Pak Karto jadi tidak sopan begini??? Apa maksud Pak Karto???," tanyanya.

Karto tak mampu menjawab, ia hanya menundukkan kepalanya dan menatap lantai. Dia sudah tertangkap basah.

"Kelakuan Pak Karto ini sangat tidak bermoral!!! Ini perbuatan asusila namanya Pak!!! Secara tidak langsung Pak Karto sudah berniat melecehkan Rinjani dan Bibi Ai..., perbuatan seperti ini sangat tidak bisa diterima Pak!!!."

"Maafkan saya Den, saya tidak bermaksud demikian," ujar Karto.

"Sekarang keluar!!! Sekali lagi Pak Karto berani kurang ajar pada Rinjani dan Bibi Ai, maka Pak Karto tidak akan bekerja di sini lagi!!!," perintah Ridwan.

Karto menatap pada Ridwan sekaan menantang Pria muda itu.

"Kalau urusan pekerjaan, Den Ridwan tidak bisa mengganggu gugat. Aden tidak berhak memecat saya!," ujarnya, dengan bangga.

Ridwan mendekat.

"Ya..., kalau saya melapor pada Romo Kakung atau Ibu saya, mungkin Pak Karto takkan pernah dipecat. Tapi akan lain ceritanya, kalau saya melapor pada Polisi!," ancam Ridwan.

Wajah Karto mendadak pias, ia pun memilih untuk segera berlalu dari tempat itu. Ridwan menatap Bi Inah.

"Terima kasih karena sudah menjaga Rinjani Bi..., saya ke atas dulu," ujar Ridwan.

"Baik Den...," jawab Bi Inah.

Rinjani membatalkan diri untuk membuka pintu ketika mendengar langkah kaki Bi Inah dan Ridwan menjauh. Ia beralih pada lubang angin di atas pintu kamar dan mencoba untuk menyumbatnya.

'Ya Allah, lindungilah kami dari semua kejahatan. Baik itu kejahatan fisik ataupun kejahatan mata. Amiin.'

* * *

*Q.S. Al-Mujadilah : 1-2

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang