EPISODE 20

3.3K 241 6
                                    

MELEPASKAN

Aisyah berlari dari halaman menuju ke dalam rumah ketika Adam baru saja selesai memarkirkan mobilnya. Rinjani pun mengikuti langkah Ibunya secepat mungkin. Ariana terus memeluk jasad Heru yang sudah di tutupi oleh kain sarung berwarna cokelat.

"ROMO!!!," panggil Aisyah, parau.

Ia telah menangis di sepanjang perjalanan menuju ke rumah itu. Ariana sudah tak mampu mengatakan apapun lagi, hanya menangis yang bisa lakukan.

Aisyah memeluk Adiknya dengan erat. Rinjani membantu Bi Inah menyiapkan segala sesuatunya untuk proses pemakaman dan juga tahlil yang akan dilaksanakan malam nanti.

Adam duduk di samping jenazah dan membaca surat Yaa Siin, Ridwan terus saja berdo'a untuk Heru dengan wajahnya yang basah oleh airmata.

"Romo tidak sakit Mbak Ai..., Romo masih baik-baik saja saat kami makan malam bersama," ujar Ariana dalam pelukan Aisyah.

"Sudah Dek..., ikhlaskan. Romo akan tersiksa jika kamu terus menangisinya. Aku juga sedih karena Romo pergi begitu cepat, tapi aku tidak bisa meratapi kepergiannya. Allah takkan suka," ujar Aisyah, seraya menghapus airmata dari wajah Ariana.

"Aku sendirian Mbak..., aku sendirian...," rengek Ariana, persis seperti dulu saat mereka masih kecil.

Aisyah pun mencium kedua pipi Adiknya dengan penuh rasa sayang.

"Kamu nggak sendiri Dek..., ada Mbak di sini, ada Mas Adam, ada Rinjani, dan ada Ridwan..., kami semua ada di sini untuk kamu," ujar Aisyah, mencoba menenangkan Ariana.

Ariana tenggelam dalam pelukan Aisyah untuk meredam tangisannya. Rinjani mengeluarkan beberapa dus air mineral untuk para tamu yang datang melayat dan membagikannya.

Pemakaman akan dilakukan sebelum Shalat Dzuhur tiba setelah jasad Heru di Shalatkan di Masjid ujung kampung. Adam dan Ridwan menjadi pengangkat keranda jenazah di bagian depan. Mereka berjalan beramai-ramai menuju TPU di dekat perkebunan.

Suasana pemakaman itu sangat sendu. Gerimis menjadi saksi kembalinya seorang manusia kepada Pencipta-Nya.

Gundukan tanah merah itu telah ditaburi bunga, Ustadz yang mengawal pemakaman itu pun mulai membacakan do'a.

"Bismillahirahmanirrahim. Allahummaghfir lahu warhamhu, wa'aafihi wa'fu 'anhu, wa akrim nuzulahu, wa wassi'madkhalahu, waghsilhu bil-ma'i watstsalji wal-baradi, wanaqqohi minal khotoya kamaayunaqqottsaubu abyadhu minadanasi, waabdilhu daaron khoiron in daarihi, waahlankhoiron min ahlihi, wazaujan khoiron minzaujihi, waqihi fitnatal qobri wa'adzaabinnar..., ya Allah, ampunilah dia, belas kasihanilah dia, hapuskanlah dan ampunilah dosa-dosanya, muliakan tempatnya dan luaskanlah kuburannya. Basuhkanlah kesalahan-kesalahannya sampai bersih sebagaimana bersihnya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumah lebih baik daripada rumahnya yang dulu, keluarganya lebih baik daripada keluarganya yang dulu dan masukkanlah ia ke dalam surga dan jauhkanlah ia dari siksa kubur dan siksa api neraka."

"Amiin!!!," jawab para pelayat, serempak.

Satu persatu pelayat mulai pergi, menyisakan keluarga yang masih berduka. Ariana memeluk nisan bertuliskan nama Heru sambil mencoba menahan airmatanya. Ia tak ingin meratapi kepergian Heru, seperti yang Aisyah katakan padanya.

"Dek..., ayo kita pulang," ajak Aisyah.

"Romo sendirian di sini Mbak...," jawab Ariana.

"Bu..., ayo kita pulang. Kita harus mengadakan Tahlilan untuk Romo Kakung..., kita akan mendo'akannya bersama-sama malam ini," bujuk Ridwan, akhirnya.

Ariana pun luluh, ia beranjak dari pemakaman itu bersama yang lainnya.

'Romo..., kami pulang dulu.'

* * *

Rinjani telah menyiapkan seratus kotak makanan untuk diberikan kepada anak yatim beserta para tetangga yang akan datang untuk acara tahlilan nanti malam. Ia tak ikut ke pemakaman, karena Bi Inah tak mungkin ditinggal sendiri. Bi Inah hanya mengikuti instruksinya saja untuk mengemas semua itu, sementara tugas memasak diambil alih oleh Rinjani.

Aisyah meletakkan keranjang bunga di ruang tengah saat tiba dari pemakaman, ia bergegas melihat ke dapur untuk memastikan bahwa persiapan untuk acara tahlil malam ini sudah siap. Ariana pun mengekori langkah Kakaknya.

"Ibu dan Bibi sudah pulang? Mau makan siang dulu? Jangan sampai lupa makan, nanti kalian sakit," tanya Rinjani sambil mengecilkan api kompor.

"Kamu sendiri pasti belum makan," ujar Ariana yang sudah terduduk di kursi sudut dapur.

Wanita itu menyandarkan kepalanya pada tembok, ia terlihat begitu tenggelam dalam kesedihan. Aisyah menggantikan Puterinya untuk memasak makanan yang belum jadi. Rinjani mengambil piring lalu mengisinya dengan Nasi dan Udang Saus Kecap, ia pun segera meraih kursi dan duduk di hadapan Ariana.

"Ayo..., Bibi makan dulu," Rinjani menyuapinya.

Ariana menerima suapan itu mengunyah makanannya sambil menatap wajah Rinjani dengan kedua mata yang basah. Ridwan yang baru saja tiba di dapur pun melihat apa yang Rinjani lakukan untuk Ibunya.

"Enak?," tanya Rinjani.

Ariana mengangguk.

"Suka?," tanyanya lagi.

Ariana kembali mengangguk.

"Bibi besok mau dimasakin apa? Nanti aku yang masakin biar Bibi mau banyak makan seperti ini."

Ariana tertegun sesaat.

"Kamu kok baik banget sih? Ibu dan Bapakmu melakukan kebaikan apa sehingga bisa memiliki anak sepertimu?," tanya Ariana, setelah menelan makanannya.

Aisyah, Ridwan, dan bahkan Bi Inah menatap Ariana setelah mendengar apa yang ditanyakan oleh Wanita itu. Rinjani kembali menyuapinya dengan sesendok nasi dan udang. Ariana kembali mengunyah.

"Almarhumah Eyang Suri dan Almarhum Romo Kakung melakukan kebaikan apa sehingga bisa memiliki Puteri yang cantik dan manja seperti Bibi?," Rinjani bertanya balik seraya tersenyum.

Ariana terdiam, genangan airmatanya yang sejak tadi ia tahan akhirnya mengalir deras di pipinya.

"Apa yang aku punya ini sia-sia..., aku sendiri yang menyia-nyiakannya," lirih Ariana.

Rinjani meletakkan piringnya ke meja dapur, ia pun menyeka airmata di wajah Ariana dengan kedua tangannya.

"Bibi..., di dunia ini ada yang namanya belajar dan ada yang namanya kesempatan. Bibi kan sudah belajar dan pelajaran yang Bibi terima itu salah. Jadi..., sekarang saatnya untuk menggunakan kesempatan..., yang mana di kesempatan kali ini Bibi akan belajar dari awal lagi untuk memperbaiki diri," jelas Rinjani.

Aisyah tersenyum mendengar apa yang Rinjani katakan. Ariana pun menganggukan kepalanya, Rinjani pun kembali mengambil piring dari atas meja dapur dan mulai menyuapi Ariana lagi.

'Romo Kakung benar..., bahwa kamu memang pantas untuk dibanggakan.'

* * *

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang