EPISODE 16

3.2K 251 9
                                    

MENERIMA

Karto menyadari bahwa dirinya sudah terkepung saat itu, ia tak punya pilihan lain selain melarikan diri sebelum ia diserahkan pada Polisi jika tertangkap.

"Karto!!! Jangan lari kamu!!!," teriak Adam.

Ustadz Hamid menahan tangan Adam.

"Jangan mengejar Akh Adam..., biar kami saja yang mengejar orang itu," cegahnya.

Adam pun setuju akan hal itu. Ia mendekat ke arah pintu kamar Aisyah untuk mengeluarkan mereka dari dalam sana.

"Rinjani..., Nak..., buka pintunya sayang...," pinta Adam.

Suara kunci pintu dan slot gerendel pun terdengar dari dalam. Wajah Ridwan yang masih memegangi balok-balok di tangannya pun terlihat oleh Adam.

"Ridwan..., ini Paman Nak..., Karto sudah pergi ayo keluar," jelas Adam.

Ridwan pun bernafas lega, ia segera menggeser kembali lemari jati yang dipakainya untuk mengganjal pintu agar Aisyah dan Rinjani bisa keluar dari dalam sana. Adam membantunya ketika pintu itu sudah agak longgar.

Rinjani menghambur ke dalam pelukan Ayahnya dan menangis lega dengan tubuh gemetar tak terkendali. Adam memeluknya erat-erat dan mencium puncak kepalanya dengan lembut. Aisyah menangis melihat bagaimana sosok Suaminya yang masih saja berjuang untuk dirinya dan Puterinya, meskipun dirinya sendiri menderita.

Ridwan membantu Aisyah keluar dari kamar itu, Adam pun meraih Isterinya itu ke dalam pelukan hangatnya.

"Ai..., Ai-ku..., Mas kangen sama kamu sayang...," ungkap Adam dengan airmata berlinang di wajahnya.

Aisyah pun membalas pelukan itu dengan erat, seakan ia tak ingin lagi melepaskan untuk selama-lamanya.

"Aku juga kangen sama Mas Adam..., Mas Adam jangan tinggalkan aku lagi ya..., kalau Mas mau pergi tolong bawa aku," pinta Aisyah, tergugu.

Adam menganggukan kepalanya.

"Iya..., kali ini Mas pasti akan membawa Ai, kemanapun Mas pergi Ai dan Rinjani akan selalu ada bersama Mas," janji Adam.

Ridwan menatap ke arah Heru dan Ariana yang hanya terdiam mematung di tempatnya, ketika melihat Aisyah yang sudah bisa berbicara dengan lancar dan berjalan meskipun tertatih-tatih. Ia mendekat pada Heru untuk memeriksa keadaan Pria tua itu.

"Romo Kakung..., Romo tidak apa-apa?," tanya Ridwan, khawatir.

Heru menatapnya dengan tajam.

"JANGAN PANGGIL AKU ROMO KAKUNG LAGI!!! KAMU BUKAN CUCUKU!!!," teriak Heru.

Rinjani terlonjak dari tempatnya berdiri ketika ia mendengar teriakan itu. Selama ini, Heru belum pernah berteriak sekeras itu - setidaknya tidak di hadapan Rinjani secara langsung. Adam kembali memeluk Aisyah erat-erat dan menarik tubuh Rinjani untuk menjauh dari Heru ataupun Ariana.

Ariana kembali merasakan takut, tubuhnya bergetar hebat dan kedua lututnya terasa lemas.

"AKU TIDAK INGIN LAGI MELIHAT WAJAHMU DI RUMAH INI!!! AKU TIDAK MAU MENERIMAMU!!!," tambah Heru.

Rinjani menatap Adam.

"Pak..., lakukan sesuatu," pinta Rinjani.

Adam pun menganggukan kepalanya lalu bergegas mendekat pada Ridwan.

"Kalau kamu diusir oleh dia...," Adam menunjuk ke arah Heru secara terang-terangan, "..., kamu keluar dari rumah ini dan lapor pada Polisi bahwa di rumah ini ada seorang penyiksa dan seorang tukang fitnah. Yang satu sudah bertahun-tahun menyiksa anaknya sendiri ketika mengalami kelumpuhan dan yang satu lagi berani memfitnah Kakaknya sendiri demi membohongi semua orang!," sarannya.

Heru menatap Adam dengan tatapan tak percaya.

"Kenapa Barata? Kamu pikir saya main-main dengan apa yang saya katakan barusan? Kalau bukan Ridwan yang melapor..., saya lah yang akan melapor pada Polisi. Rinjani sudah mengirimi saya bukti-bukti kebohongan Ariana, dan dalam perjalanan ke sini saya sudah menelepon mereka. Tunggu saja..., mereka akan datang tidak lama lagi," tambah Adam.

"Mas Adam..., ampuni saya Mas..., ampuni saya..., ampun Mas...," rengek Ariana sambil berlutut di kaki Adam.

"Wah..., Ariana Barata..., kamu masih sama saja dengan yang dulu! Masih juga ingin menyelamatkan diri sendiri demi keuntunganmu!," Adam mendorong Ariana agar menjauh dari kakinya.

"Jadi apa maumu sekarang?," tanya Heru, pasrah.

"Biarkan Ridwan tetap tinggal di sini bersama kalian berdua, urus dia selayaknya Cucumu sendiri. Karena sudah keputusan Ariana ketika mengangkatnya menjadi anak. Dan satu lagi..., biarkan saya dan Rinjani membawa Ai pergi dari sini!," jawab Adam, tegas.

Heru menganggukan kepalanya, ia menyetujui apa yang Adam mau. Aisyah dan Rinjani tersenyum lega ketika akhirnya mereka mendapat kebebasan.

Polisi datang tak lama kemudian seperti yang Adam katakan. Adam hanya memberitahu persoalan Karto yang berusaha membunuh seluruh penghuni rumah itu, sehingga Polisi mulai melakukan pencarian terhadap Laki-laki itu.

Rinjani sudah selesai mengemas barang-barang miliknya dan milik Aisyah ke dalam koper ketika jam menunjukkan pukul dua siang. Ustadz Hamid dan para anak didiknya sudah menunggu di mobil mereka. Adam pun segera mengangkat koper-koper itu ke dalam bagasi mobilnya sendiri. Rinjani menuntun Aisyah keluar dari kamarnya.

Heru menatap mereka berdua dengan penuh sesal. Ia hendak meraih tangan Rinjani, namun gadis itu menghindar darinya. Ariana dan Ridwan pun terkejut dengan sikapnya.

"Saya ini Kakekmu..., Romo Kakungmu," ujar Heru, meminta pengakuan.

"Saya tahu..., tapi saya belum terbiasa," jawab Rinjani.

Aisyah merangkul Rinjani.

"Tidak boleh begitu Nak..., pamit yang benar pada Romo Kakung," pinta Aisyah.

Rinjani pun meraih tangan Heru lalu menciumnya dengan sopan. Heru berusaha menyembunyikan rasa harunya. Aisyah pun mendekat pada Heru dan memeluk Ayahnya.

"Ai pergi dulu Romo..., jaga diri Romo baik-baik," pamit Aisyah.

"Romo minta maaf Nak..., tolong maafkan Romo yang tidak pernah mau mendengarkan penjelasanmu," ungkap Heru.

Aisyah mengangguk lalu melepas pelukannya dan beralih pada Ridwan. Ia tersenyum.

"Nak Ridwan..., terima kasih ya karena sudah merawat Bibi selama Bibi sakit. Terima kasih juga karena kamu sudah membantu Rindu..., eh Rinjani maksud Bibi," ujar Aisyah.

Ridwan tersenyum.

"Bibi tidak perlu berterima kasih, karena yang aku lakukan itu bukan apa-apa Bi..., Bibi tidak marah padaku setelah tahu apa yang terjadi sebenarnya pun, aku sudah merasa bersyukur," balas Ridwan.

"Tolong jaga Romo Kakung dan Ibumu ya..., jadilah anak yang berbakti," pinta Aisyah.

Ridwan pun mengangguk. Rinjani kembali menuntun Aisyah, mereka pun menghampiri Adam yang sudah menunggu di teras rumah. Pria itu tersenyum dan menyambut Isterinya dengan penuh cinta. Mereka pun segera pergi meninggalkan rumah itu.

'Ya Allah..., ridhai-lah setiap langkah kami dalam perjalanan yang masih panjang ini. Amiin.'

* * *

AiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang