Part 2

358 17 1
                                    

"Wit, kemaren jadi ketemu Arief?"

Suara Mama yang tiba-tiba ada di kamarku, mengejutkanku. Ekspresi kagetku persis seperti di video anak kecil yang sedang nyanyi, terus kaget karena mendengar petir. Iyuh, untung jantungku bukan buatan pabrik. Kalau iya, sudah bolak-balik diservis, karena copot pas kaget.

"Iya, Ma, ketemu," jawabku ogah-ogahan. Mirip tukang parkir yang lagi mager tapi disuruh jaga motor.

"Ganteng, gak calon mantu Mama?" tanya Mama sambil matanya berkedip-kedip, seperti orang yang kelilipan.

"Ganteng, tapi gak modal!"

"Maksudnya?"

"Wita yang bayarin makan siangnya. Dompetnya ketinggalan. Bilangnya sih pinjem. Gak tau balikinnya kapan."

"Mama tahu. Kayaknya Arief sengaja deh. Pura-pura gak bawa dompet padahal nguji tingkat perhatian kamu."

"Nguji itu kerjaannya dosen. Lah dia mah dosen bukan, esmud alias eksekutif muda, luarnya doang. Dompet kagak bawa. Hadeuuuh."

"Sabar aja, Wit. Namanya juga baru pertama ketemu, belum tau sifat aslinya."

"Belom nikah aja udah gitu. Gimana kalo udah nikah? Jangan-jangan tersesat dan lupa jalan pulang!"

"Enggaklah. Masa lupa punya istri yang cantik. Juwita-nya."

"Oya, Ma. Kenapa sih aku dikasih nama Juwita?"

"Karena kamu itu pujaan hatinya Mama dan Papa. Emangnya kenapa?"

"Wita malu kalo pake nama Juwita. Di kelas Wita jadi bendahara. Terus kalo temen-temen kesel pas Wita nagih uang kas bilang, 'Dasar mata Juwitan!' gitu, Ma."

Mama tertawa terpingkal-pingkal. Pipinya memerah.  Mulutnya terbuka lebar. Kepalanya bergoyang-goyang. Ah, orang cantik mah bebas. Mau ekspresi bagaimanapun tetap cantik.

"Mata duitan itu mah! Ah, kamu!"

"Ah, Mama. Padahal kalo nama aku itu Fitri kayak sohib aku, 'kan enak."

"Enak apanya? Emang makanan?"

"Enaklah. Tiap lebaran namanya laris. Selamat Idul fitri. Kembali ke fitri. Enak, jauh-jauh mudik disuruh ketemu Fitri."

"Anak Mama ngajak bercanda terus, nih. Padahal sebentar lagi mau nikah."

"Masih lama juga, ih. Kemaren si Om gak bilang."

"Bulan depan, Wita. Pas liburan semester kamu!"

Aku langsung loncat dari ranjang. Beda tipislah dengan loncatannya Spiderman. Bukan hanya badanku yang lompat. Hatiku juga. Kaget, Mak!

"Yang bener, Ma?"

"Iyaa Witaaa."

"Kenawhy eh kenapa buru-buru sih?"

"Karena kelamaan kalo nunggu kamu libur semesteran enam bulan kemudian."

"Gak apa lama juga, ih."

"Mama dan Papa apal kamu. Plin-plan. Mumpung kamu mau nikah, ya, buru-buru. Takutnya rubah pikiran lagi."

"Yaaah. Masa kemerdekaan akan kadaluarsa. Itu bulan depan gak bisa ditawar lagi, Ma. Diperpanjang gitu. Atau harganya dikurangin sedikit. Masa sama anak sendiri gak bisa nawar?"

"Ini pernikahan, Sayaang! Bukan beli baju di pasar!"

"Kan persiapan nikah itu lama."

"Kami sepakat gak ada resepsi besar-besaran. Cukup akad dan resepsi sederhana. Irit tenaga, waktu dan …."

Nikah Tanpa HatiWhere stories live. Discover now