Extra Part POV Arief 5

296 10 0
                                    

Part ini gak ada di novelnya, spesial untuk para reader Wattpad. Cekidot 😘😘😘

***

[Apa ini? Pagi-pagi udah kirim gambar jempol tangan?]

Segera kukirim pesan WA ke Wita. Anak alay itu memang kebangetan. Aku minta bukti kalau dia tidak pergi ke mana-mana, malah dikirim foto itu.

[Itu bukti kalo jempolku setia. Gak kabur dari tanganku]

Astaghfirullah. Wita, Wita, mana mungkin jempol berpisah dari tangan. Memangnya dimutilasi?

[Iya, iya. Oke. Jaga diri baik-baik, ya]

[Siap Komandan! Eh, Raja Api!]

Hm. Sepertinya aku harus membiasakan diri untuk dipanggil Om dan Raja Api. Demi Wita, aku rela, asal tidak melihatnya dekat-dekat dengan Nicko lagi. Hei, jangan-jangan aku sudah mulai jatuh cinta padanya?

Minggu depan aku akan menikah. Terkadang masih terselip rasa ragu di hati. Tuluskah aku mencintainya, atau hanya karena ingin membahagiakan Papa?

Aku baru saja menyimpan gawainya di nakas. Tak lama, gawaiku berbunyi. Ada telepon masuk dari Pak Bimo, salah satu klienku.

"Mas, kita bisa ketemuan di Cianjur, Puncak? Saya sedang lihat proyek saya. Barangkali bisa ke sini. Sekalian kita bahas kelanjutan proyek kita."

"Kalo di Mallnya aja gimana? Kalo ke proyek Bapak, kejauhan." Entah mengapa perasaanku mau mampir ke rumah Wita.

"Oke."

"Saya berangkat dulu, kalo sudah dekat, saya kabari."

"Sip."

Setelah mengucapkan salam, aku pun menutup ponselku. Sambil bersenandung, aku berangkat dengan mobil biru kesayangan.

Alhamdulillah setelah menempuh perjalanan 2,5 jam, sampailah aku di mall tempat janjian dengan Pak Bimo. Beliau sudah di sana sekitar sepuluh menit lalu.

Kami pun berbincang mengenai proyek. Lalu, Pak Bimo akhirnya menyetujui kesepakatan kerjasama denganku. Alhamdulillah, semuanya lancar.

"Mas, pesan minum, dulu. Kelihatannya bingung?"

"Makasih, Pak. Belum haus, tadi di perjalanan saya banyak minum."

"Oh iya, minggu depan kamu mau menikah, ya? Semoga lancar."

"Iya, makasih, Pak." Aku pun tersenyum. Tak lama, gawai di celana denimku bergetar. Aku lihat, ada telepon WA dari Wita.

Setelah meminta izin pada Pak Bimo, aku pun mengangkat teleponnya. "Ada apa, Wit?"

"Maaf, Mas Arief. Saya Teguh, kakaknya Wita."

"Iya, gimana, Mas?"

"Wita pingsan, Mas. Sekarang mau dibawa ke rumah sakit."

Ya, Tuhan. Firasatku benar, Wita pingsan.

"Mas, tolong shareloc,ya. Kebetulan saya di Cianjur."

"Siap, Mas."

Setelah mengucapkan salam, Teguh menutup teleponnya.

"Pak, maaf, saya harus segera ke Sukabumi."

"Kangen sama calon istri, ya?" Aku tersenyum.

"Calon saya pingsan, masuk rumah sakit."

"Ya, Allah. Semoga cepat sembuh, Mas."

"Terima kasih, Pak."

Setelah pamit, setengah berlari, kuhampiri mobil di parkiran. Berbagai pikiran berkecamuk di benakku.

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 21, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Nikah Tanpa HatiWhere stories live. Discover now