Part 15

349 19 8
                                    

Cafe Ungu Muda, pas jam 10.00. Belum ada tanda-tanda akan datangnya orang yang mencurigakan. Aku memainkan ponselku. Sambil sesekali pegang perut. Deg-degan campur sakit perut, nih.

Aku lirik botol spray dalam tasku. Isinya air cabe. Senjata darurat kalo tuh orang macem-macem. Nomor kantor polisi pun udah aku simpan di ponsel. Siaga satu.

"Kamu yang namanya Wita?" terdengar suara wanita di sampingku. Aku menoleh.

Wanita di sampingku ini cantik dan berkulit putih. Ia memakai kacamata hitam. Ia memakai kaos lengan panjang warna hitam turtleneck, dipadukan dengan celana jeans belel yang sobek-sobek di bagian lututnya  Kasian, dia keliatan kayak orang kaya. Tapi kok celananya sobek-sobek. Tau gitu tadi aku bawain jarum sama benang biar gak robek.

"Iya, emang kenapa Tante?"

Wanita cantik itu membuka kacamatanya. Ia melotot mendengar aku memanggilnya Tante. Emang bener kok, dandanannya kayak tante-tante. 

Eh, tunggu, aku seperti pernah lihat Tante ini. Tapi di mana, ya?

"Aku yang kemaren WA kamu. Aku, Irina Putri Handayani. Panggil aja Irin."

Oh Tuhan, mendadak perutku mules. Irin mantannya Arief! Pantes mukanya agak familiar. Aku berusaha tenang di hadapan Tante ini. Padahal aslinya jantungku lari-lari.

"Iya, gimana, Tante, eh, Mbak?"

"Tinggalkan Arief. Urusan kita selesai."

Aku mengernyitkan dahi. Si Tante lupa minum obat halu kali, ya. Ngapain dia ngatur-ngatur. Aku itu bukan adeknya, apalagi anaknya.

"Maksud kamu?" tanyaku dengan tampang Fitri mode on.

"Kamu belum tau siapa saya?" Aku menatapnya tajam. Emang dia artis papan atas? Papan penggilesan baju keles.

"Enggak." Males banget aku ngeladenin si Tante. Aku pengen pulang tapi penasaran apa yang dipengen si Tante.

"Aku ini mantannya Arief. Satu-satunya mantan Arief." Songong banget cewek ini. Cakep sih cakep tapi nyebelin!

"Terus kenapa?" Aku juga bisa tampang songong. Emang dia doang? Selain bisa singing aku pun bisa songong, gimana permintaan netijen.

"Kamu mau 'kan perusahaan Arief dan Pak Budi selamat? Tinggalkan Arief!"

"Lho, emangnya kenapa?"

"Jangan sok pilon deh bocah alay! Gue udah tau. Lu itu mau sama Arief karena terpaksa, kan? Aslinya kamu gak ada rasa sama dia."

"Terus? Tante udah nikah. Ngapain masih ngarep Arief?"

"Kalo kamu udah nyerahin Arief, aku gak jadi cabut inves perusahaan suami aku ke perusahaan dia. Terus aku minta cerai sama suamiku. Nikah sama Arief."

"Gila kamu! Kenapa gak dari dulu kalian nikah? Kamu malah selingkuh!"

"Karena Arief itu gak bisa diajak senang-senang. Dia mintanya serius aja, nikah. Aku belum siap. Mending cari yang lebih tebal kantongnya."

"Dan setelah kamu dapat yang lebih kaya, tapi tua dan gak bisa bikin kamu hepi, kamu pengen balik lagi sama Arief? Sorry! Aku jamin Arief juga gak mau sama kamu!"

Dia melotot. Bodo amat. Aku pun berdiri. Membalikkan badanku 

"Hei, kita belum selesai ngomong!"

"Bodo, ah. Dah Tante …." Aku pun pergi.

Tak peduli dia mencak-mencak. Emang dia siapa? Cakep juga percuma kalo songong level seribu! Aku heran Arief betah jalan sama dia selama dua tahun. Apa kena pelet, ya?

Nikah Tanpa HatiWhere stories live. Discover now