Part 11

460 13 1
                                    

"Lay, kamu gak marah, kan?"

Arief menatapku dengan serius saat kami di kamar hotel, berkemas untuk pulang. Selamat tinggal kamar keren. Aku akan merindukan rebahan di kasurmu yang empuk kayak roti sobek.

"Marah kenapa?"

"Aku tinggal pergi besok."

Setelah jalan-jalan di taman, sarapan di lobi, dan nunggu dia berenang, kami pun bersiap untuk pulang. Maju beberapa jam dari jadwal check out. Karena Arief harus siap-siap untuk ke Bandung besok. Btw, si Om kuat juga ya, tahan banting kayak karpet di laundry.

"Justru aku seneng, Om."

"Kenapa?"

"Karena gak pisah sama Mama."

"Hmm … kamu bebas kok kalo mau main. Kapan pun ke rumah Mamamu."

"Beneran?"

"Iya. Aku gak akan maksa-maksa kamu lagi."

"Dalam hal apapun?"

"Iya."

"Asyik."

"Daripada kamu sakit lagi."

"Makasih, Om."

"Ada yang mau ditanyakan lagi? Kalo enggak, kita berangkat pulang sekarang."

"Om, boleh tanya?"

"Boleh."

"Kerjaan kamu berat, ya?"

"Aku kan anak lelaki tunggal, Lay. Papa udah sering sakit-sakitan. Jadi tanggung jawab Papa, aku yang pikul sekarang."

"Karena itu, kamu nunda nikah?"

"Mungkin. Karena aku juga suka travelling, Lay. Jiwaku senang berpetualang. Jadi gak terlalu pusing memikirkan nikah."

Aku memonyongkan bibirku tanda mengerti. Padahal aku belum puas dengan jawabannya. Ada sesuatu yang dia sembunyikan. Entah batu, gunting, apa kertas. Yah itu sih suit Jepang.

"Tumben tanya-tanya."

"Kali aja gara-gara cewek cantik yang ada di dompetmu." Refleks aku menutup mulutku.

Mata Arief melotot. Ya Tuhan, aku keceplosan. Aku menundukkan wajahku. Kalo bisa gali lubang, aku mau gali dan ngumpet karena malu.

"Kamu kenapa buka-buka dompet aku?"

Keringat dingin keluar dari muka dan badanku. Bujubuneng, aku takut banget dia marah dan jurus pengendali apinya keluar.

"Dia itu Irin. Teman aku," ucapnya. Hm, akhirnya aku tahu juga identitas cewek cantik itu.

"Temen, kok istimewa banget sih, Om? Sampe foto kalian berdua ada di dompet kamu."

Tanpa kuduga, Arief tertawa. "Ehm, kamu kepo apa jeles, Lay? Beda tipis,lho."

"Eng. Eng. Ke-ke-kepo." Gantian aku yang gelagapan.

"Jeles juga gak apa, sih. Haha. Dia itu orang dari masa lalu aku."

Arief mengeluarkan dompetnya, lalu menarik fotonya dan Irin. Tanpa aku duga, foto itu dia robek. Lalu robekannya dia buang ke tempat sampah dekat kamar mandi.

"Om, dirobek?"

"Memang sudah waktunya untuk dirobek. Maaf ya, Lay. Aku benar-benar lupa buang foto itu dari kemarin-kemarin."

"Kenapa minta maaf, Om?"

"Karena kamu sekarang istri aku," ucapnya sambil menekan hidungku.

Aduh Om, hidung aku udah pesek, nanti tambah pesek. Padahal lagi ngumpulin plastik-plastik belas air mineral, ember pecah dan lainnya untuk operasi plastik hidungku.

Nikah Tanpa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang