Part 3

317 13 2
                                    

"Mana si Raja Api?" tanya Fitri sambil celingukan melihat ke sekeliling penjuru toko buku.

Aku biarkan dia tetap kepo. Anak itu memang suka lebay kalau kepo. Masa pernah nanya ke aku, siapa nama kucing tetangga yang lewat rumah? Aku bilang tanya saja langsung ke kucingnya  Eh, benar. Si kucing ditanya sama Fitri. Lalu si kucing hanya terdiam memandangnya. Mungkin dia bingung. Ada gadis seaneh Fitri.

Jam di tanganku menunjukkan pukul dua. Arief juga belum kelihatan. Jangankan badannya, batang hidungnya juga belum nongol. Eh, kalau betul itu batang hidung muncul, aku pasti kaget. Lah iya, masa hidungnya saja yang nampak, tanpa muka dan badan. Hiy.

"Lay, udah datang dari tadi, ya?" terdengar suara di belakangku. Tanpa menoleh aku sudah tahu. Pasti Arief yang ada di belakangku. Aku sudah mulai hapal suara dan panggilannya padaku. Alay!

"Lumayan lama nunggu kamu, Om," ucapku tanpa memalingkan mataku sedikitpun dari novel yang aku baca. Emang enak dicuekin?

"Witaa!" Terdengar suara cempreng Fitri dari jarak jauh. Aku yakin kalau ia ikut audisi idol-idolan pasti kalah. Nada Re dari mulutnya keluar Do, Nada Do keluar Mi. Jadilah dia penggemar Indomie edisi Idol. Limited edition, gaes!

Sambil berlari ia akhirnya tiba di depanku. Napasnya tersengal-sengal. Keringatnya bercucuran membasahi wajah dan pinggiran pipi kerudung pashmina-nya. Ketahuan kalau dia jarang olahraga. Lari jarak lima meter saja seperti habis lari sprint seratus meter. Lebay!

"Wit, gue udah nyari ke semua isi rak buku di sini. Tapi gue gak nemuin si Raja Api! Judul bukunya apa sih?"

Melihat kelakuan Fitri, hampir saja aku pinjam dahi tetangga untuk ditepuk. Tuhan, Engkau Maha Sempurna. Menciptakan dia, makhluk se-lebay dan se-lemot ini.

"Fitrii, Raja Api itu orang, bukan buku!"

"Kan tadi lu bilang minta dianter untuk nemuin si Raja Api. Terus gue tanya, pergi ke mana. Lu bilang toko buku. Ya, gue gak salah dong. Emang si Raja Api ada di sini?"

Buset, dah. Penjelasan Fitri seperti dosen yang sedang memberikan materi kuliah dan bertanya pada mahasiswa. Bedanya Fitri tidak menggunakan Powerpoint.

"Ehem." Arief memdehem, lalu berkata, "Maaf mengganggu. Lay, eh, Wita. Bisa ngobrol sebentar?"

"Oh, no. Big no!" teriak Fitri.

"Maaf, Anda siapa, ya, melarang saya berbicara dengan Wita?"

"Sebelum kita berkenalan, Anda gak boleh ngobrol sama Wita!"

"Ya Tuhan. Yang satu alay, ini lebay. Ampun."

"Hei, Cogan! Jangan pernah menghina aku dan kesayanganku. Kami berteman sejak TK. Tak bisa dipisahkan hanya karena orang ketiga seperti kamu!"

Aku menarik tangan Fitri. Membawanya mundur sedikit.

"Pit, itu si Raja Api. Udah jangan dilawan," ucapku berbisik.

"Ehem." Arief mendehem lagi.

"Wita, minum kamu masih ada, kan? Raja Api kehausan. Dari tadi dia mendehem terus."

"Fitri, Raja Api itu gak butuh air. Bisa hilang kekuatan dia kalo kena air."

"Oya, lupa. Maap."

"Udah ngobrolnya? Wit, ayo ikut aku sebentar."

"Hei, kamu! Raja Api itu beneran nama kamu? Orang ganteng kok namanya Raja Api?"

Aku mendelik ke arah Fitri. Please deh, Fit. Jangan kumat dulu lemotnya, jangan buat aku malu di depan si Om.

"Perkenalkan. Saya, Arief Rahman Budianto," ucap Arief penuh wibawa. Ia mengasongkan sebelah tangannya

Tumben hari ini dia keliatan gagah. Apa mungkin karena efek kemeja panjang warna hitam salurnya yang kontras dengan warna kulit kuning langsatnya? Atau karena hari ini ia akan membayar utangnya padaku?

Nikah Tanpa HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang