O3. "Menjauh!"

737 74 16
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote&komen yah:') sebgai bentuk apresiasi klian;')
Tandai typo;')

***

Mendadak Aileen memijit keningnya saat rasa pening menderanya hebat. Dengan salah satu tangan bertumpu di atas meja memegang ponsel, membaca setiap deretan pesan dan panggilan yang masuk kedalam ponselnya, pesan dari Jymin lima puluh, penggilan telepon lima puluh satu. Semua ini membuat Aileen sangat frustasi. Aileen capek sekali, apalagi masalah kemarin Jymin yang mengira anak kecil yang memanggilnya adalah anaknya, padahal itu keponakannya. Hampir saja, Jymin membuat keributan di restorannya, untung Aileen bertindak lebih cepat dan berakhir Jymin meninggalkannya—dan tentu saja Jymin sebelum pergi pasti harus membuatnya kesal terlebih dahulu, Jymin merampas ponselnya—menyalin nomor ponselnya tanpa persetujuannya. Demi apapun, Aileen bisa jadi gila jika terus seperti ini. Otak Aileen seakan seperti diremas kuat-kuat dengan semua tindakan Jymin yang tak pernah berubah.

Dan, masalah bertambah lagi, Jymin lagi-lagi membuat aliran darahnya mendidih ke puncak kepala. Jymin menunggunya tanpa henti dua puluh empat jam bahkan sudah terjadi beberapa Minggu. Kali ini, sangat terpaksa Aileen mengambil sebuah keputusan untuk menutup Restorannya lebih cepat dari sebelumnya, Aileen sangat berusaha menghindar dari Jymin. Ia tak ingin hidupnya di kekang lagi, Aileen ingin bebas tanpa ada yang menahannya untuk melakukan apa yang ia suka. Tapi, semua itu sia-sia, Jymin tetap saja bersikukuh masuk walaupun karyawannya sudah mengusir, malah karyawannya yang kena imbas di bentak Jymin.

“Dia selalu menatap kakak setiap saat, sepertinya lelaki itu memiliki perasaan sama kakak, bahkan dia sudah menunggu terlalu lama. Padahal kita sudah menutup tokonya dua jam yang lalu.”

Jessi, karyawannya Aileen menatap kearah jendela kaca besar yang menjadi pembatas antara tempat duduk pelanggan dengan dapur, disana Jessi melihat jelas, sosok lelaki yang terus melihat kearah Bosnya—seperti tak niat untuk pergi walaupun seorang diri disana. Jessi kembali menoleh kearah Bosnya, memandang prihatin dengan kondisi Bosnya yang sudah terlihat putus asa dengan tingkah lelaki itu, bahkan Bosnya sedari tadi tak beranjak bangun ataupun keluar dari persembunyian.

Aileen yang duduk di lingkaran meja yang sama dengan salah satu karyawan yang sudah sangat akrab dengannya, mendongak mengalihkan pandangan dari ponsel kearah Jessi yang menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan. Aileen tak sanggup lagi berkata-kata, hanya helaan napas berat yang Aileen berikan sebagai jawaban.

“Sepertinya lelaki itu tidak akan bangkit dari tempat duduknya, sebaiknya kakak menanyakan apa tujuannya kesini.”

Jessi bertanya sambil mengambil kripik dalam toples yang terletak di tengah-tengah mereka.

Helaan napas panjang terurai dari bibir mungil Aileen, memijit pangkal hidungnya sembari menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. “Aahh, aku hampir mati lemas mengusirnya. Gimana ini? Lelaki itu membuat darahku mendidih.”

Aileen berteriak putus asa, ia ingin sekali menangis sebenarnya. Aileen ingin pulang, mengistirahatkan tubuhnya yang cukup sangat lelah beberapa hari ini, apalagi di tambah Jymin yang terus menganggunya membuat Aileen semakin geram. Aileen tak ingin ambil resiko, jika ia pulang sekarang otomatis Jymin tak akan tinggal diam, lelaki itu pasti akan mengikutinya. Aileen tak pernah mau, Jymin tau tempat tinggalnya.

Jessi yang melihat bosnya seperti ini pun tak tahu harus berbuat apa. Ia sudah berusaha sebisa mungkin untuk mengusir lelaki itu, tapi sia-sia— lelaki itu keras kepala sekali. Walaupun begitu tampan menjadi bonusnya.

“Bernapaslah kak, tarik dalam-dalam. Dengarkan aku kak, kakak belum pernah bertemu dengannya kan?”

Aileen mengikuti instruksi Jessi, lalu setelahnya Aileen hanya bisa mengangguk. Tak mungkin juga, Aileen menceritakan kebenarannya, kalau lelaki itu adalah suaminya.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang