19. Sisi Tergelap

4.7K 720 27
                                    

⚠️⚠️⚠️

Mengandung konten sensitif. Segala isi hanya untuk kepentingan penguatan karakter, bukan untuk ditiru. Penulis sangat mengharapkan kebijakan para pembaca.

*

Seperti yang diperkirakan di awal, semua orang tampak berlomba-lomba untuk tampil sempurna malam ini. Tidak tahu berapa rupiah yang telah mereka habiskan untuk apa yang mereka kenakan. Mulai dari hiasan kepala, make up, baju, tas, sepatu, sampai aksesoris lainnya. Lampu yang kerlap-kerlip serta musik volume maksimal ikut memeriahkan ulang tahun SMA Nusa Bangsa kali ini. Namun, saat semua orang menikmati pestanya, Lova justru tampak risih.

Senyum di bibirnya dipaksa untuk tetap terlihat. Pegangan tangan Lova pada lengan Arvin tidak dilepaskan sejak tadi. Sepatu hak tinggi benar-benar menyiksa tumit Lova. Sementara di kepala, Lova dianiaya dengan ikatan rambut yang teramat kencang, ulah salon yang dipilih Arvin. Belum lagi dia harus pura-pura mengerti dengan pembahasan teman-teman Arvin yang sedang membicarakan turnamen basket yang akan ada dalam 2 bulan ke depan.

“Vin, lo dipanggil sama nyokap lo.”

Kedatangan seseorang yang paling diharapkan Arvin justru datang sekarang. Garis wajahnya sangat tidak bersahabat pada Julian. Namun, Julian tampaknya tidak masalah dengan itu. Dia mengerti kondisi Arvin, jadi masih bisa bersikap santai. Bahkan, dia setia memperhatikan perubahan ekspresi Arvin yang langsung tersenyum pada Lova.

“Lo tunggu di sini dulu, ya? Gue bakal balik lagi secepat mungkin. Gabung sama mereka aja, enggak apa-apa, kok.” Arvin sudah maju selangkah, pegangan tangan Lova juga sudah terlepas. Dia kembali mundur dan membisikkan sesuatu tepat di depan daun telinga Lova. “By the way, I have a surprise for you. Get ready to fall in love to me, Beauty.

Untung saja penerangan di sana tidak terlalu mencolok, sehingga Lova bisa menyembunyikan semburat kemerahan di pipinya. Dia setia menatap kepergian Arvin dari sana. Namun, harus buyar saat Julian menyikut lengannya sambil tersenyum mengejek. “Aduh, kenapa harus ketemu sama Kak Julian lagi, sih?” Lova mendengkus.

“Lo kayak gini kalau lagi kasmaran? Kok, enggak ada gemes-gemesnya? Malah bikin gue enek.” Julian menunjuk wajah Lova dengan dagunya. Dia memutuskan untuk bergabung dengan anak basket yang ada di sana. Lagipula, tidak ada yang Lova kenal selain dirinya sekarang. Dia terlonjak saat Lova mencubit pinggangnya. “Baik-baik lo sama gue. Menurut terawangan gue, lo bakal butuh gue suatu hari nanti.”

“Emang Kak Julian ini cenayang?” Lova mendelik. Jangan sampai dia membutuhkan laki-laki menyebalkan ini dalam situasi seberat apa pun. Semoga, ada Arvin saat Lova kesusahan.

Tanpa perlu berpikir, Julian mengangguk dengan mantap. Dia hanya terkekeh saat Lova mendelik. Julian bergerak mengambil minuman yang ada di atas meja, menyerahkan satu gelasnya pada Lova. “Sayang, guru-guru ikut di acara ini. Coba kalau enggak, pasti ada minuman alkohol di meja.” Tanpa beban, Julian mengeluarkan apa yang ada di kepalanya, sepeti biasa. “Karena enggak ada susu buat balita, sekarang minum orange juice aja, ya, Dek?”

“Kak, aku udah 17 tahun, bukan balita lagi.” Meski kesal, Lova tetap menerima gelas itu. “Tapi, makasih.” Sudah sedari tadi tenggorokannya kering. Setiap kali dia mau membawa minuman, Arvin justru malah mengajaknya bicara. Dan untunglah, ada Julian di sini.

Obrolan mereka terus berlanjut, dengan sikap Julian yang masih menyebalkan, tentu saja. Saat anak basket yang lain membicarakan sejumlah strategi untuk menjadi juara pertama—menebus posisi kedua saat turnamen kemarin—Julian justru menggoda Lova sampai berhasil membuat gadis itu tertawa. Dari obrolan ini, mereka sama-sama sadar bahwa mereka tidak seburuk yang ada di kepala masing-masing. Lova adalah gadis baik, lugu, polos, tidak mungkin ada niatan buruk pada Arvin. Dan Julian adalah teman ngobrol asyik yang bisa menjadi pelawak, tidak selalu membuat darah melambung tinggi.

Erotomania [Tamat]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant