21. Kehidupan Baru

4.9K 736 39
                                    

4 tahun kemudian.

Lova sudah berjuang mati-matian supaya matanya mau terbuka. Setiap detiknya malah membawa Lova menuju alam bawah sadar. Kepalanya manggut-manggut tanpa terkendali, seakan dia mengerti dengan penjelasan dosen yang sedang berdiri di depan kelas. Jika dagunya tidak ditahan dengan tangan, pasti Lova akan jatuh sejak tadi. Untung saja, Lova mengambil kursi paling belakang sehingga aksi mengantuknya ini tidak diketahui oleh Pak Marzuki, dosen paling menyeramkan di Fakultas Ekonomi.

"Baiklah, sekian pertemuan hari ini. Saya tunggu tugas kalian lusa pagi. Jam 8, sudah harus ada di atas meja saya," final laki-laki paruh baya bertubuh tambun yang sedari tadi menjadi pusat perhatian semua orang. Lalu, beliau pergi meninggalkan kelas setelah mengucapkan salam.

Bagaikan sihir. Begitu Pak Marzuki membuka pintu dan berlalu begitu saja, rasa kantuk yang sedari tadi menyiksa Lova langsung menguap entah ke mana. Angin tidak seberapa yang menerpa wajahnya seperti hujan di tengah gurun pasir. Lova langsung bergerak membereskan semua alat tulisnya ke dalam tas. Tidak mempedulikan kerapihan, yang terpenting tidak ada yang tertinggal. Dia harus pulang, melanjutkan drama Korea yang semalam ditonton.

Ting!

Baru saja Lova melewati ambang pintu, dia kembali sibuk dengan ponselnya yang berbunyi, pertanda pesan baru saja dia terima. "Siapa, sih?" beritanya sambil mengobrak-abrik isi tote bag bergambar bunga itu. Dan setelah mendapatkan ponselnya, Lova membaca dengan seksama isi pesan itu. "Hah?" Lova tampak tidak percaya dengan baru saja dia baca. Dia segera berlari menuju kantin fakultas.

Saat ini, Lova sudah menjadi mahasiswa semester 5 yang disibukkan dengan segudang tugas yang tiada habisnya. Di akhir minggu saja, Lova harus masih berkutat dengan berbagai buku. Mulai dari buku tugas, buku paket yang dipinjam di perpustakaan, serta buku laporan penjualan katering makanan sehat yang dia bangun bersama Agus dan Julian. Lova harus bisa membagi waktu sebagai mahasiswa dan juga pemilik katering itu sepintar mungkin. Memang sulit, tetapi obsesinya untuk sukses di usia muda selalu menjadi penyemangat paling besar.

"Bubar! Bubar! Cinderella udah datang menjemput pangeran," celetuk seseorang saat melihat kehadiran Lova. Dia langsung mengambil tasnya dan pergi sambil geleng-geleng kepala.

Satu orang lagi menoleh. Dia menaik turunkan alisnya penuh arti dan bangkit dari duduknya. "Jomlo cuma bisa melipir sambil usap dada," timpalnya sambil ikut berlalu.

Lova tersenyum tidak enak hati pada 2 orang itu. Mereka sedang asyik mengobrol, malah harus bubar karena kedatangan Lova. Sebenarnya, bisa saja mereka masih duduk di sana, tetapi tidak mau iri dengan kedekatan pasangan legendaris kampus yang banyak dibicarakan. Setelah keduanya benar-benar pergi, Lova mendaratkan bokongnya, ikut bergabung dengan satu-satunya orang yang ada di sana, orang yang memang menjadi tujuan Lova.

"Udah enggak ada kelas lagi, 'kan? Kita bisa pulang sekarang? Aku harus cepet-cepet pulang," rengek Lova layaknya anak kecil. Perlahan, bibirnya melengkung ke bawah, lalu dia menundukkan kepala ke permukaan meja.

Orang itu mengernyitkan keningnya. "Jangan bilang lo kayak gini cuma gara-gara drama Korea? Kenapa? Tokoh utama cowoknya sakit gara-gara kena tembak lagi?"

"Bukan." Lova kembali mengangkat kepalanya. Matanya tampak berkaca-kaca. Pipinya mengembang karena dia sedang cemberut sekarang. "Snow meninggal," lirihnya.

"Hah? Siapa Snow?" Orang itu semakin kebingungan. Dia garuk-garuk kepala, masih tidak mengerti dengan situasi yang sedang dihadapi. Apalagi gadis di hadapannya mulai menangis sekarang. "Temen lo? Eh, emang lo punya temen yang namanya Snow? Tetangga lo? Atau, sepupu lo?"

Erotomania [Tamat]Where stories live. Discover now